Disusun
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Konseling Keluarga
Dosen Pengampu:
NOFFIYANTI,S.SOS.I.,MA
Disusun
Oleh:
Desti
Amelia 1841040305
Fitria
Sabrina Putri 1841040302
Ismail 1841040268
PRODI
BIMBINGAN KONSELING ISLAM
FAKULTAS
DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI
RADEN
INTAN LAMPUNG
TA.
2020/1441 H
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah Latar
Belakang Kehidupan Keluarga ini
dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya. Dan juga kami berterima
kasih pada ibu NOFFIYANTI,S.SOS.I.,MA selaku
Dosen mata kuliah Konseling Keluarga UIN Raden Intan Lampung, yang telah
memberikan tugas ini kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat
berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai Latar
Belakang Kehidupan Keluarga. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di
dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab
itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang
telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang
sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga
makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya
makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang
yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan
kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun
dari Anda demi perbaikan makalah ini di waktu yang akan datang.
Bandar Lampung,14 Febuari 2020
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................... ii
DAFTAR ISI......................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang 1
B. Rumusan
Masalah....................................................................... 2
C. Tujuan.......................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi
Keluarga......................................................................... 3
B. Struktur Keluarga........................................................................ 5
C.
Degradasi
Nilai Nilai .................................................................. 6
D. Kisis Keluarga............................................................................. 8
E.
Upaya
Mengatasi Krisis Keluarga............................................... 10
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.................................................................................. 12
B. Saran
........................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat
yang terdiri dari sekumpulan orang dengan ikatan perkawinan, kelahiran, dan
adopsi, yang saling berinteraksi satu sama lain yang bertujuan untuk
mempertahankan budaya, dan meningkatkan perkembangan yang terdapat dalam
dirinya, baik perkembangan fisik, mental, emosional, maupun sosial, dimana
mereka berkumpul dalam satu atap dan saling ketergantungan satu sama lain.
Peran keluarga adalah serangkaian perilaku yang diharapkan sesuai
dengan posisi sosial yang diberikan. Yang dimaksud dengan posisi atau status
adalah posisi individu dalam masyarakat, misalnya status sebagai istri/suami atau
anak.
Berikut ini peran keluarga antaralain
Peranan ayah : pencari nafkah, pelindung dan pemberi rasa aman, kepala keluarga,
sebaagai anggota dari kelompok
sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya.
Peranan ibu : mengurus rumah
tangga, pengasuh dan pendidik anak-anaknya, pelindung dan sebagai salah satu
anggota kelompok dari peranan sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari
lingkungannya, serta bisa berperan sebagai anggota masyarakat dari
lingkungannya.
Peranan anak : melaksanakan
peranan sesuai dengan tingkat perkembangannya, baik fisik, mental, sosial dan
spiritual pencari nafkah tambahan dalam keluarga.
1.
Apakah definisi dari
keluarga?
2.
Bagaimana Struktur
dalam Keluarga?
3.
Apa saja Degradasi
nilai-nilai dalam keluarga?
4.
Bagaimana krisis dalam
keluarga?
5.
Bagaimana upaya dalam
mengatasi krisis keluarga?
C.
Tujuan
1.
Untuk mengetahui apa definisi
dari keluarga
2.
Untuk mengetahui
struktur didalam keluarga
3.
Untuk mengetahui
degradasi nilai-nilai dalam keluarga
4.
Untuk mengetahui apa
saja krisis dalam keluarga
5.
Untuk mengetahui apa
saja upaya dalam mengatasi krisis keluarga
BAB II
PEMBAHASAN
Keluarga merupaka konsep yang bersifat multidimensi.
Para ilmuwan sosial bersilang pendapat mengenai rumusan defenisi keluarga yang
bersifat universal. Salah satu ilmuwan yang permulaan mengkaji keluarga adalah
George Murdock. Dalam bukunya Social
Structure, Murdock menguraikan bahwa keluarga merupakan kelompok sosial
yang memiliki karakteristik tinggal bersama, terdapat kerja sama ekonomi, dan
terjadi proses reproduksi (Murdock, 1965). Murdock menemukan tiga tipe
keluarga, yaitu keluarga inti (nuclear
family), keluarga poligami (polygamous
family), dan keluarga batih (extended
family). Keluarga inti merupakan kelompok sosial yang bersifat universal.
Para anggota dari keluarga inti bukan hanya membentuk kelompok sosial,
melainkan juga menjalankan empat fungsi universal dari keluarga yaitu seksual,
reproduksi, pendidikan, dan ekonomi.
Kesimpulan Murdock mengenai keluarga inti
sebagaidefenisi keluarga yang bersifat universal mendapatkan sanggahan dari
berbagai ilmuwan sosial. Ira Reiss (1965), salah satu pengkritik Murdock,
berpendapat bahwa bukti lintas budaya menunjukan adanya suatu masyarakat yang
menjadikan kepuasan seksual, fungsi reproduksi, dan kerja sama ekonomi tidak
melekat dalam jenis hubungan yang disebut keluarga. Menurut Reiss, keluarga
adalah suatu kelompok kecil yang terstruktur dalam pertalian keluarga dan
memiliki fungsi utama berupa sosialisasi pemeliharaan terhadap generasi baru.
Pandangan berbeda diajukan oleh Weigert dan Thomas
(1971) yang menganggap defenisi Reiss kurang bersifat nominal, karena
menekankan pada berlakunya fungsi tertentu. Pandangan Weigert dan Thomas
didasarkan pada pentingnya suatu budaya ditransmisikan pada generasi berikutnya
dalam rangka menumbuhkan anak-anak menjadi manusia yang dapat menjalankan
fungsinya. Menurut mereka keluarga adalah suatu tatanan utama yang
mengomunikasikan pola-pola nilai yang bersifat simbolik kepada generasi baru.
Menurut Koerner dan Fitzpatrick (2004), defenisi tentang keluarga setidaknya
dapat ditinjau berdasarkan tiga sudut pandang, yaitu defenisi structural,
defenisi fungsional, dan intersaksional.[1]
1. Defenisi struktual. Keluarga
di defenisikan berdasarkan kehadiran atau ketidakhadiran anggota keluarga,
seperti orangtua, anak, dan kerabat lainnya. Defenisi ini memfokuskan pada
siapa yang menjadi bagian dari keluarga. Dari prespetif ini dapat muncul
pengertian tentang keluarga sebagai asal usul (families of orign), keluarga sebagai wahana melahirkan keturunan (families of procreation), dan keluarga
batih (extended family).
2. Defenisi fungsional. Keluarga
didefenisikan dengan penekanan pada terpenuhinya tugas-tugas dan fungsi-fungsi
psikososial. Fungsi-fungsi tersebut mencakup perawatan, sosialisasi pada anak,
dukungsn emosi dan materi, dan pemenuhan peran-peran tertentu.
3. Defenisi transaksional.
Keluarga didefenisikan sebagai kelompok yang
mengembangkan keintiman melalui perilaku-perilaku yang memunculkan rasa
identitas sebagai keluarga (family
identity), berupa ikatan emosi, pengalaman historis, maupun cita-cita masa
depan.
Pada umumnya, fungsi yang dijalankan oleh keluarga
seperti melahirkan dan merawat anak, menyelesikan masalah, dan saling peduli
antar anggotannya tidak berubah substansinya dari masa ke masa (Day,2010).
Namun, bagaimana keluarag melakukan dan siapa saja ang terlibat dalam proses tersebut
dapat berubah dari masa ke masa dan brvariasi di antara berbagai budaya.
B.
Struktur Keluarga
Dari segi keberadaan anggota keluarga, maka keluarga
dapat dibedakan menjadi dua, yaitu keluarga inti (neclear family) dan keluarga batih (extended family). Keluarga inti adalah keluarga yang didalamnya
hanya terdapat tiga posisi sosial, yaitu : suami-ayah, istri-ibu, dan
anak-sibling (Lee, 1982).[2]
Struktur
keluarga yang demikian menjadikan keluarga sebagai orientasi bagi anak, yaitu
keluarga tempat ia dilahirkan. Adapun orangtua menjadikan keluarga sebagai
wahana prokreasi, karena keluarga inti terbentuk setelah sepasang laki-laki dan
perempuan menikah dan memiliki anak (Berns, 2004). Dalam keluarga inti hubungan
antara suami istri bersifat saling membutuhkan dan mendukungnlayaknya
persahabatan, sedangkan anak-anak tergantung pada orang tuanya dalam hal
pemenuhan kebutuhan afeksi dan sosialisasi.
Keluarga batih adalah keluarga yang didalamnya
menyertakan posisi lain selain ketiga posisi diatas (Lee, 1982). Bantuk pertama dari keluarga batih yang
banyak ditemui dimasyarakat adalah keluarga bercabang (stem family). Keluarga bercabang terjadi manakala seorang anak,
dan hanya seorang yang sudah menikah masih tinggal dalam rumah orang tuanya.
Bentuk kedua dari keluarga batih adalah keluarga berumpun (lineal
family).bentuk ini terjadi manakala lebih dari satu anak yang sudah menikah
tetap tinggal bersama kedua orang tuanya. Bentuk ketiga dari keluarga
batih adalah keluarga beranting (fully
extended).bentuk ini terjadi manakala didalam suatu keluarga terdapat generasi
ketiga(cucu) yang sudah menikah dan tetap tinggal bersama.
Menurut Lee (1982) kompleksitas struktur keluarga
tidak ditentukan oleh jumlah individu yang menjadi anggota keluarga, tetapi
oleh banyaknya posisi sosial yang terdapat dalam keluarga. Oleh karena itu,
besaran keluarga (family size) yang
ditentukan oleh banyaknya jumlah anggota , tidak identik dengan sturktur
keluarga (family structure). Waaupun
keduanya memiliki pertalian yang positif, namun keduanya tetap merupakan jenis
variabel yang berbeda.
Keluarga inti pada umumnya dibangun berdasarkan
ikatan perkawinan. Perkawinan menjadi pondasi bagi keluarga, oleh karena itu
ketika sepasang manusia menikah akan lahir keluarga yang baru. Adapun keluarga
batih dibangun berdasarkan antargenerasi, bukan antar pasangan. Keluarga batih
biasanya terdapat dalammasyarakat yang memandang penting hubungan kekerabatan. Hubungan
perkawinan berada pada posisi sekunder dibanding hubungan dengan orang tua.
Dalam beberapa budaya, seperti penduduk asli Amerika , Italia, Meksiko, dan
Asia, penekatan tehadappentingnya eluarga batih menjadikan kewajiban terhadap
keluarga berada diatas kewajiban terhadap diri sendiri.
Kehidupan
khususnya keluarga tidak terlepas dari sistem nilai yang ada di masyarakat
tersebut. Berbagai sistem nilai ada di masyarakat yaitu agama, adatistiadat,
nilai-nilai sosial, dan nilai-nilai kesakralan keluarga.
1. Degradasi
Nilai Agama
Degradasi nilai-nilai agama
akhir-akhir ini sangat terasa dan ketara. Semua agama merasakan bahwa
kebanyakan umatnya kurang setia terhadap agama yang dianutnya. Hal ini juga
tersa pada kehidupan keluarga, khususnya bagi umat islam, banyak keluarga
muslim yang tidak melaksanakan ajaran agamannya seperti shalat lima waktu.
Pengaruh lingkungan yang serba
meteri dan glamor, telah menyebabkan keluarga-keluarga muslim menghadapi
kendala untuk beribadah sesuai tuntutan agamanya
2. Degradasi
Nilai adat istiadat
Hal ini terlihat pada perilaku anak
danremaja akhir-akhir ini. Mereka berperilaku tidak sopam terhadap orang tua,
guru, dan orangtua lainnya.padahal setiap masyarakat di setiap etnis di
Indonesia oleh nenek-nenek zaman dahulu selalu diajarkan berlaku sopan santun
jika berhadapan atau lewat didepan orang tua.
3. Degradasi
Nilai-nilai sosial
Banyak anggota masyarakat yang
hanya mementingkan dirinya sendiri dan enggan berbagi terhadapa orang tidak
berpunya. Beberapa cirri sikap individualistic yang berkembang di masyrakat
dapat dilakukan sebagai berikut :
a. Mementingkan
diri sendiri dalam segala hal
b. Enggan
berbagi harta, pikiran, saran dan pendapat
c. Tidajk
mau bergaul terutama dengan orang rendahan
d. Memutuskan
tali silahturahmi dengan keluarga
4. Degradasi
kesakralan keluarga
Makin ke sini makain banyak
kekisruhan di dalam keluarga. Ada kasus seorang suami membunuh istinya dan
begitu pula sebaliknya, hal ini berbanding terbalik dengan masyarakat zaman
dulu, karena hal tersebut tidak pernah terjadi pada masyarakat dulu karena
masyarakat zaman dulu lebih terbimbing prilakunya oleh adat dan agama. Saat ini
masyarakat lebih materialis, egois, dan terimbas prilakunya dari kekejaman dari
kekejaman-kejaman manusia yang di tayangkan di TV, film, dan video luar negeri.
Padahal bangsa kita adalah bangsa yang ramah, sabar, dan teratur.[3]
D. Kisis Keluarga
Krisis keluarga artinya kehidupan
kelurga dalam keadaan kacau, tak teratur dan terarah, orang tua kehilangan
kewajibannya untuk mengendalikan kehidupan anak-anaknya terutama remaja, mereka
melawan orang tua, dan terjadi pertengkaran terus menerus antara ibu dengan
bapak terutama mengenai soal mendidik anak-anak. Bahkan keluarga krisis bisa
membawa kepada perceraian suami-isteri.
Dengan kata lain krisis keluarga adalah suatu kondisi yang sangat labil
di keluarga, dimana komunikasi dua arah dalam konisi demokratis sudah tidak
ada. Jika terjadi perceraian sebagai puncak dari krisis yang berkepanjangan,
maka yang paling menderita adalah anak-anak.
Berikut ini adalah faktor-faktor
penyebab terjadinya krisis keluarga, yaitu :
1. Kurang
atau putus komunikasi diantara anggota keluarga terutama ayah dan ibu
Sering dituding faktor kesibukan
sebagai biang keladi. Dalam keluarga sibuk, dimana ayah dan ibu keduanya
bekerja dari pagi hingga sore hari. Tentu orang tua tidak mempunyai kesempatan
untuk berdiskusi dengan anak-anaknya. Lama kelamaan anak-anakmenjadi remaja
yang tidak terurus secara psikologi, mereka mengambil keputusan-keoutusan
tertentu yang membahayakan dirinya sendiri.
2. Sikap
Egosentrisme
Sikap egosentrisme masing-masing
suami isteri merupakan penyebab pula terjadinya konflik rumah tangga yang
berujung pada pertengkaran yang terus menerus. Egoisme adalah suatu sifat
burukmenusia yang mementingkan dirinya sendiri. Yang lebih berbahaya lagi adalah
sifat egosentrisme. Yaitu, sifat yang menjadikan dirinya pusat perhatian yang
diusahakan oleh seseoang dengan segala cara. Pada orang yang seperti ini, orang
lain tidaklah penting. Dia mementingkan dirinya sendiri, dan bagaimana menarik
perhatian pihak lain agar mengikutinya minimal memperhatikannya. Contoh, ayah
dan ibu bertengkar karena ayah tidak mau membantu mengurus anaknya yang
kecilyang lagi menangis. Alasannya ayah akan pergi bermain badminton. Padahal
ibu sedang sibuk di dapur. Ibu menjadi marah kepada ayah, dan ayahpun membalas
kemarahan tersebut, terjadilah pertengkaran hebat didepan anak-anaknya, suatu
hal yang buruk yangdiberi contoh oleh keduanya.
3. Masalah
Ekonomi
Keluarga miskinmasih besar
jumlahnya di negeri ini. Berbagai cara diusahakan pemerintah untuk mengentaskan
kemiskinan. Akan tetapi kemiskinan tidak terkendali. Kemiskinan jelas berdampak
terhadap kehidupan keluarga. Jika kehidupan emosional suami isteri tidak
dewasa, makaakan timbul pertengkaran. Sebab isteri banyak menuntut hal-hal
diluar makan dan minum. Padahal dengan penghasilan suami sebagai buruh lepas,
hanya dapat memberi makan dan rumah petak tempat berlindung yang sewanya
terjangkau.
4. Masalah
kesibukan
Kesibukan, adalah satu kata yang
telah melekat pada masyarakat modern di kota-kota. Kesibukannya terfokus pada
pencarian materi yaitu harta dan uang. Mengapademikian? Karena filsafat hidup
mereka uang adalah harga diri, dan waktu adalah uang. Jikasudah kaya berarti
suatu keberhasilan, suatu kesuksesan.
Kesibukan orang tua dalam urusan
ekonomi sudah menjadi kenyataan yang tidakdapat dipungkiri. Akan tetapi sah-sah
saja setiap keluarga berusaha mengajar kebahagiaan materi tetapi bila tidak
mampu, jangan stres, jangan bertengkar, dan jangan bercerai. Berusahalah sabar
dan selalu usaha, mungkin nantinya akan berhasil.
5. Masalah
Pendidikan
Masalah pendidikan merupakan
penyebab terjadinya krisis didalam keluarga. Jika pendidikan agak lumayan pada
suami-isteri maka wawasan tentang kehidupan keluarga dapat dipahami oleh
mereka. Sebaliknya pada suami-isteri yang pendidikannya rendah sering tidak
dapat memahamilika-likunkeluarga. Karena itu sering salah menyalahkan bila
terjadi perceaian.
6. Masalah
Perselingkuhan
Ada beberapa faktor penyebab
terjadinya perselingkuhan yang dilakukan oleh suami atau isteri.
1. Hubungan
suami isteri yang sudah hilang kemesraan dan cinta kasih.
2. Tekanan
pihak ketiga seperti mertua dan lain-lain (anggota keluarga lain) dalam hal
ekonomi
3. Adanya
kesibukan masing-masing sehingga kehidupan diluar lebih nyaman daripadakehidupan
didalam keluarga.
7. Jauh
dari Agama
Segala sesuatu keburukan perilaku
manusia disebabkan karenadia jauh dari agama. Sebab islam mengajarkan agar
manusia berbuat baik dan mencegah manusiaberbuat mungkar dan keji. Jika
keluarga jauh dari agama dan mengutamakan materi dn dunia semata, maka
hancurlah keluarga tersebut. Mengapa demikian? Karena dari keluarga tersebut
akan lahir anak-anak yang tidak taat kepada Allah dan kedua orang tuanya.
Banyak upaya
yang dapat dilakukan untuk menyelesaikan krisis keluarga. Ada dengan cara-cara
tradisonal dan ada pula dengan cara modern atau yang sering disebut dengan cara
ilmiah.
1. Cara
pemecahan masalah keluarga dengan sifat tradisional terbagidua bagian :
a. Kearifan
kedua orang tua dalam menyelesaikan krisis keluarga, terutama yang berhubunga
dengan masalah anak dan isteri. Istilah karifan adalah cara-cara yang penuh
dengan kasih sayang, kekeluargaan, memelihara jangan sampai ada yang terluka
hatinya oleh sikap dan atau perbuatan.
Denganperkataan lain kearifan orang tua
dapat terjadi jika : 1) Punya banyak waktudi rumah. 2) selalu menciptakan
suasana rumah yang harmonis penuh kasih sayang dan perhatian. 3) Kedua orang
tua harusnya memiliki pengetahuan psikolog anak dan remaja serta cara-cara
membimbing anak.
b. Bantuan
orang bijak seperti ulama atau ustadz.
Misalnya mereka cukup karifan dan
bimbingan agama, akan tetapi kurang paham psikolog dan cara-cara membimbing.
Mereka akan langsung menasehati jika terjadi penyimpangan perilaku pada anak
dan remaja.
2. Cara
ilmiah adalah cara konseling keluarga (family
counseling)
Ada
dua pendekatan yang dilakuan dalam hal ini :
1. Pendekatan
Individual disebut juga Individual Counseling, yaitu upaya untuk menggali
emosi, pengalaman, dan pemikiran klien
BAB III
Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang
terdiri dari sekumpulan orang dengan ikatan perkawinan, kelahiran, dan adopsi, yang
saling berinteraksi satu sama lain yang bertujuan untuk mempertahankan budaya,
dan meningkatkan perkembangan yang terdapat dalam dirinya, baik perkembangan
fisik, mental, emosional, maupun sosial, dimana mereka berkumpul dalam satu
atap dan saling ketergantungan.
Peran keluarga adalah serangkaian perilaku
yang diharapkan sesuai dengan posisi sosial yang diberikan. Yang dimaksud dengan
posisi atau status adalah posisi individu dalam masyarakat, misalnya status
sebagai istri/suami atau anak.
Demikianlah makalah inikami susun
tentang Latar Belakang Kehidupan Keluarga. Makalah inipun masih terdapat banyak
kekurangan dalam penyajiannya. Sekiranya terdapat kritik, saran ataupun teguran
makalah ini. Terimakasih banyak.
Willis, Sofyan S, 2013. Konseling Keluarga. Bandung : Alfabeta
Lestari Sri, 2012. Psikologi Keluarga. Jakarta : Kencana
[2] Ibid hlm.6
[3]
S. Willis, Sofyan. 2009. Konseling
Keluarga (Family Counseling). Bandung: Alfabeta.hlm. 1-8