Kelompok : 7
MAKALAH KONSELING
KELOMPOK
KARAKTERISTIK KLIEN
MATA KULIAH
KONSELING INDIVIDU
Dosen Pengampu:
NOFFIYANTI S. Sos,
MA
Disusun oleh:
Ismail 1841040268
Septiana Suryamita Sukarti 1841040307
Nabila Sari 1841040297
PRODI BIMBINGAN DAN
KONSELING ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN
ILMU KOMUNIKASI
UNVERSITAS ISLAM
NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG
TA. 2019/1441 H
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum
Puji syukur atas kehadiran Allah
SWT. Berkat rahmat dan hidayahnya lah kami para pemakalah dapat menyelesaikan
tugas makalah kami dengan tepat waktu ya itu makalah yang berjudul Karakteristik
Klien . Dan solawat beserta salam tak lupa kita sanjung agungkan kepada
junjungan besar kita Nabi Muhammad SAW. Yang kita nanti-nantikan safaatnya di
yaumul kelak .
Dalam makalah ini kami membahas
tentang Karakteristik Klien untuk memenuhi tugas matakuliah komunikasi
konseling. Semoga makalah kami ini dapat bermanfaat bagi para pendengar dan
pembaca. Namun kami masih menyadari bahwasanya makalah kami masih terdapat
banyak kekurangan oleh karena itu kami masih mengharapan kritik dan saran yang
membangun agar dapat kami jadikan pelajaran di kedepanya karena hakikinya
manusia tidak ada yang sempurna.
Dan tak lupa kami ucapkan
terimakasih sebesar-besarnya terhadap rekan-rekan yang telah membantu dalam
proses pembuatan makalah ini dan ucapan terima kasih pula terhadap Ibu
Noffiyanti yang telah membimbing, dan memberikan ilmunya terhadap kami semuah
khususnya pada mata kuliah komunikasi konseling. Akhir kata dari kami.
Wasalamualaikum.
Bandar Lampung, 30
September 2019
Penulis
DAFTAR ISI
COVER i
KATA PENGANTARii
DAFTAR ISIiii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang1
B.
Rumusan Masalah1
C.
Tujuan1
BAB II PEMBAHASAN
A. Memahami Klien2
B. Aneka Ragam Klien 6
C. Peranan Negosiasi dalam Konseling.. 11
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.16
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Semua individu yang
diberi bantuan profesional oleh seorangkonselor atas permintaan dia sendiri
atau atas permintaan orang lain, dinamakan klien. Ada klien yang datang atas
kemauan sendiri, karena diamembutuhkan bantuan. Dia sadar bahwa dalam dirinya
ada suatukekurangan atau masalah yang memerlukan bantuan seorang ahli.
Akantetapi ada pula individu yang tidak sadar akan masalah yang
dialaminya,karena kurangnya kesadaran diri. Dia mungkin dikirim kepada
konseloroleh orang tua atau gurunya. Namun secara umum kalau klien sudah sadar akan
diri dan masalahnya maka dia mempunyai harapan terhadapkonselor dan proses
konseling yaitu supaya dia turnbuh, berkembang,produktif, kreatif, dan mandiri.
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimanakah
memahami klien dalam konseling individu?
2.
Bagaimanakah
keanekaragaman klien dalam konseling individu?
3.
Bagaimanakah
peranan negosiasi dalam konseling?
C. Tujuan Masalah
1.
Untuk
mengetahui cara memahami klien dalam konseling individu.
2.
Untuk
mengetahui aneka ragam klien dalam konseling individu.
3.
Untuk
memahami peranan negosiasi dalam konseling.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Memahami Klien
Semua individu yang diberi bantuan
profesional oleh seorangkonselor atas permintaan dia sendiri atau atas
permintaan orang lain, dinamakan klien. Ada klien yang datang atas kemauan
sendiri, karena dia membutuhkan bantuan. Dia sadar bahwa dalam dirinya ada
suatu kekurangan atau masalah yang memerlukan bantuan seorang ahli. Akan tetapi
ada pula individu yang tidak sadar akan masalah yang dialaminya, karena
kurangnya kesadaran diri. Dia mungkin dikirim kepada konselor oleh orang tua
atau gurunya. Namun secara umum kalau klien sudah sadar akan diri dan
masalahnya maka dia mempunyai harapan terhadap konselor dan proses konseling
yaitu supaya dia turnbuh, berkembang, produktif, kreatif, dan mandiri. Harapan,
kebutuhan, dan latar belakang klien akan menentukan terhadap keberhasilan
proses konseling. Shertzer and Stone (1987) mengemukakan bahwa keberhasilan dan
kegagalan proses konseling ditentukan oleh tiga hal yaitu: (1) kepribadian
klien; (2) harapan klien, dan; (3) pengalaman/pendidikan klien.
1. Kepribadian Klicn
Kepribadian klien cukup menentukan
keberhasilan proseskonseling. Aspek-aspek kepribadian klien adalah sikap, emosi,
intelektual, motivasi, dan sebagainya. Seorang klien yang cemas akan tampak
pada perilakunya dihadapan konselor. Seorang konselor yang efektif akan mengungkap
perasaan-perasaan cemas klien semaksimal mungkin dengan cara menggali atau
eksplorasi sehingga keluar dengan leluasa bahkan mungkin diiringi oleh air mata
klien. Jika perasaan-perasaan klien sudah dikeluarkan dengan leluasa baik
secara verbal maupu dalam bentuk perilaku nonverbal, dengan jujur, maka
kecemasan klien akan menurun, dia merasa lega. Bila keadaan ini terjadi berarti
jiwa klien sudah tenang dan pikirannya jadi jernih. Pada tuasi seperti ini
konselor akan menemukan intelektual klien. TerutamaJika konselor meminta
padanya rencana, ide, tanggapan, pikiran, dan sebagainya. Akan tetapi dalam keadaan
tegang, stres, kesulitan, marah, sedih, atau keadaan emosional lainnya yang
negatif, sudah tentu klien akan gelap pikirannya. Jadi jika konselor ingin
mengetahui tanggapan, tujuan maksud dan sebagainya, sebaiknya setelah semua
perasaan negatif tadi telah dikeluarkan, dinyatakan secara verbal oleh klien,
juga dapat diamati melalui bahasa tubuh. Sebagaimana konselor, klien juga dilatarbelakangi
oleh sikap, nilai-nilai, pengalaman, perasaan, budaya, sosial, ekonomi, dan
sebagainya. Semua itu membentuk kepribadiannya. Saat berhadapan dengan konselor
didalam proses konseling, maka latar belakang tersebut akan muncul baik dengan
sengaja dimunculkan maupun muncul dengan sendirinya, seperti sikap. Ada klien
yang bersikap curiga terhadap konselor sehingga tidak mau terbuka dalam
pembicaraan, ada lagi klien emosional, marah, dan diam menyerang konselor dengan
kata-kata. Dibalik itu ada mengangguk-angguk saja dan sedikit sekali kalimat
yang keluar dari mulutnya. Ada juga klien yang acuh tak acuh alias cuek, tapi
akan ditemukan pula yang angkuh, manja, dan tergantung pada konselor, dan banyak
pula yang menolak. Yang saja, Ragam keadaan klien bukan berarti membuat
konselor putus asa, akan tetapi seharusnya belajar lebih banyak bagaimana cara mengantisipasinya.
Tentu tidak cukup hanya dengan penguasaan teknik konseling saja, akan tetapi
harus pula memiliki kepribadian membimbing, dan wawasan tentang manusia yang
luas. Salah satu aspek penting lag dalam diri klien adalah harapannya. Harapan
ini mempengaruhi proses konseling serta persepsi terhadap konselor.
2. Harapan Klien
Mengandung makna adanya kebutuhan yang
ingin terpenuhiproses konseling. Pada umumnya harapan klien terhadap proses konseling
adalah untuk memperoleh informasi, menurunkan kecemasan, memperoleh jawaban
atau jalan keluar dari persoalan yang dialami, dan mencari upaya bagaimana
dirinya supaya lebih baik, lebih berkembang. Shertzer dan Stone (1980)
mengemukakan bahwa secara umumharapan klien atau counselees adalah agar proses
konseling dapatmenghasilkan pemecahan (solusi) persoalan pribadi mereka.
Termasukdidalam permasalahan pribadi itu adalah: dapat menurunkan atau menghilangkan
stres, memberikan kemampuan untuk bisa mengadakan pilihan, menjadikan dirinya
populer dari sebelumnya, menjadikan melalui hubungan dengan orang lain lebih
baik dan bermakna, agar bisa diterima di perguruan tinggi bermutu, mendapat beasiswa,
atau dana bantuan dari perusahaan. Disamping itu harapan klien adalah agar
dapat mengatasi kesulitan dan kegagalan dalam pelajaran, agar konseling dapat memberikan
jaminan supaya dia bisa mendapat pekerjaan dan naik pangkat, serta mendapatkan
kedudukan atau karir makin baik. Sering terjadi bahwa klien menaruh harapan
terlalu tinggi terhadap proses konseling, sedangkan kenyataannya konseling
tidak dapat memenuhi harapan tersebut. Terjadinya diskrepansi antara harapan
dan kenyataan, mungkin dapat membuat klien kecewa, sehingga bisa membuat dia
putus hubungan konseling selanjutnya (drop out DO) dimana klien tidak datang
lagi pada proses konseling berikutnya. Seorang konselor sebaiknya mengetahui
dengan pasti apa yang menjadi latarbelakang harapan seorang klien. Mungkin
belum tentu harapan tersebut muncul dari dirinya sendiri. Sebab klien itu
muncul dari lingkungan sosial budaya dan sosial-psikologis tertentu. Harapan
untuk melanjutkan studi ke Fakultas Kedokteran, mungkin berasal dari obsesi
orang tua yang menginginkan anaknya menjadi dokter. Sebab ia sendiri dulu
pernah bercita-cita menjadi dokter namun tidak kesampaian. Jika harapan di luar
diri klien yang mendorong cita-cita dan harapannya, mungkin kesadaran dan
keyakinan akan harapan tersebut tidak begitu bagus. Karena itu perlu digali
sejauh mungkin apa yang ada dibelakang harapan seorang klien. Disamping latar
belakang, perlu pula dikaji bersama klien tentang harapan-harapan klien apakah
akan tercapai atau tidak, mengingat berbagai faktor seperti latar belakang
sosial, keadaan diri klien, kondisi jalannya proses konseling, dan kondisi
realitas konselor sendiri. Sebagai contoh mungkinkah harapan klien terhadap bantuan
optimal konselor akan terlaksana manakala klien sendiri masih menyimpan
rahasia, belum terbuka, dan masih meragukan kemampuan konselor? Tanpa
keterbukaan dan keterlibatan klien di proses konseling tidak mungkin terjadi
diskusi mendalam mengenai harapan-harapan dan cita-cita klien. Dengan makin
mendalamnya pembicaraan tersebut, besarkemungkinan semua aspek tentang harapan
dan cita-cita klien bisa diketahui dan dipertimbangkan oleh klien secara
matang, realistis, dan obyektif. Akhirnya klien dapat menjawab sendiri apakah
harapannya tersebut logis, realistis, dan mungkin akan tercapai. Faktor harapan
konselor kadang-kadang dapat pula mengganggu jalannya proses konseling.
Terutama jika harapan tersebut terkesan dipaksakan. Hal ini dapat membuat klien
menjadi tidak kreatif, tergantung (dependent), dan mengacaukan konsentrasinya.
Akibatnya klien tidak mampu menggali dirinya dan terjadi konflik dalam diri
klien antara harapan konselor dan harapan dirinya bertentangan. Konflik harapan
bisa juga terjadi antara klien dengan orang tuanya, klien dengan atasan, dan
sebagainya.
3. Pengalaman dan Pendidikan Klien
Hal ini amat menentukan atas
keberhasilan proses konseling.Sebab dengan pengalaman dan pendidikan tersebut,
klien akan mudah menggali dirinya sehingga persoalannya makin jelas dan upaya pemecahannya
makin terarah. Pengalaman yang dimaksud adalah pengalaman dalam konseling,
wawancara,berkomunikasi pidato, ceramah, mengajar/melatih, keterbukaan, dalam demokratis
di keluarga/kantor/sekolah, dan sebagainya. Berdiskusi, suasana khususnya
tentang pengalaman konseling dimaksudkan sebagai pengalaman dalam membicarakan
potensi dan masalah diri terhadap ahli konseling, orang tua, tokoh ulama, dan
sebagainya. Jika pengalaman khusus ini sudah sering dilakukan berhasil, maka
proses konseling saat ini akan berhasil pula. Tapi adakalanya terjadi klien
kecanduan bicara pada konselor atau siapa saja yang dianggapnya orang-orang
yang dapat mendengarkannya. Kecanduan
bicara dimaksudkan kesenangan untuk membicarakan dirinya dan lingkungannya,
tanpa adanya keinginan untuk berubah. Motif klien ini adalah senang berbicara
kemana saja tanpa ada kemauan untuk membuat rencana dan action. Jika bertemu
klien yang demikian sebaiknya proses konseling diputus saja. Pengalaman dan pendidikan
yang baik pada umumnya memudahkan jalannya proses konseling. Seorang klien
yangberpengalaman dalam berdiskusi, pidato, ceramah, dan berdialog denganorang
lain, biasanya lebih mudah mengungkapkan perasaan, dan lebih mudah
kalimat-kalimatnya untuk dipahami, serta arah pembicaraannya lebih jelas.
Konselor tinggal mengarahkan dengan teknik-teknik yang lebih bervariasi dan
menghargai pandangan-pandangannya. Pengalaman menunjukkan bahwa makin rendah
taraf pendidikan dan kurangnya pengalaman berkomunikasi, makin sulit proses
konseling dilakukan oleh konselor. Murid-murid TK, SD, bahkan SLTP, adalah
sebagai contoh. Jika memberikan bimbingan di TK-SD diperlukan beberapa
kemampuan komunikasi, bahasa, dan sikap yang sesuai terhadap murid-murid itu
agar proses konseling berjalan lancar dan tujuan lebih cepat tercapai. Disamping
itu kebanyakan anak-anak sulit menyatakan perasaanya kepada orang yang belum
dikenal dekat, disebabkan dia malu, takut, curiga, konselor/pembimbing di TK-SD
haruslah yang ramah, kocak, menyayangi, dan menarik bagi anak-anak dan sebagainya.
Karena itu sikap dan kepribadian. Namun masalah lingkungan sosial budaya murid
seperti keluarga dan sekolah, tetap menentukan pembentukan pengalaman berkomunikasi
dan kemajuan pendidikan mereka. Keluarga yang demokratis, mendorong, ceria, dan
sering diskusi, akan membuat anak-berkembang kemampuan berbicara, berkomunikasi
terhadap orang lain. Anak-anak akan lebih mantap dan anaknya berdialog, atau percaya
diri, kuat mental, dan tenang emosionalnya. Sebaliknya keluarga yang broken home, orang tua banyak mengalami
stres, suka marah, menekan anak, maka anak-anak akan tumbuh menjadi anak yang
kurang percaya diri, emosional tidak stabil, cepat marah, dan kurang bersahabat.
Kemampuan berkomunikasi agak kurang, bahkan termasuk jelek, dan bisa pula agak
gugup dan gagap dala berbicara. Faktor sekolah dapat pula menunjang
perkembangan atau kemampuan anak untuk berkomunikasi. Biasanya guru yang baik
akan menciptakan kelasnya begitu kondusif untuk kebebasan berpendapat dan berpikir
kreatif.
B.
Aneka Ragam Klien
Setelah kita memahami klien dengan latar
belakangnya, makaselanjutnya kita aka memahami pula aneka ragam atau jenis
klien. Jikaseorang klien datang kepada konselor tentu ada maksud yang
terkandungdi dalam hatinya. Namun banyak pula klien yang datang tanpa
maksudyang jelas atau mungkin pula kehadirannya karena terpaksa oleh ajakanatau
suruhan orang lain.Berikut ini akan diuraikan berbagai jenis atau ragam klienyangakan
dihadapi konselor.
1. Klien Sukarela
Klien sukarela artinya klien yang hadir
di ruang konseling atas kesadaran sendiri, berhubung ada maksud dan tujuannya.
Mungkin ia inginmemperoleh informasi, menginginkan penjelasan tentang persoalan
yangdihadapinya, tentang karir dan lanjutan studi, dan sebagainya. Secara umum
dapat kita kenali ciri-ciri klien sukarela sebagai berikut:
a. Hadir atas kehendak sendiri.
b. Segera dapat menyesuaikan diri dengan
konselor.
c. Mudah terbuka, seperti segera mengatakan
persoalannya.
d. Bersungguh-sungguh mengikuti proses
konseling.
e. Berusaha mengemukakakn sesuatu dengan
jelas.
f. Sikap bersahabat, mengharapkan bantuan.
g. Bersedia mengungkap rahasia walaupun
menyakitkan.
Bagi
para konselor terutama konselor pemula, amat diinginkan mendapat klien
sukarela. Namun walaupun klien sudah datang dengan sukarela jika konselor
kurang terampil, kurang bersahabat, maka klien tersebut akan kecewa dan mungkin
drop out (DO). Karena itu konselor perlu mempelajari kliennya dengan memperhatikan
sikap, emosi, dan bahasa nonverbal. Konselor pemula sering merasa bahwa banyak
bicara adalah yang terbaik. Padahal jika hal itu terjadi pada klien yang
memerlukan pemikiran rasional dan pragmatis, konselor pemula seperti itu amat
membosankan klien, yang akan berakibat DO.
2. Klien Terpaksa
Klien
terpaksa adalah klien yang kehadirannya di ruang konseling bukan atas
keinginannya sendiri. Dia datang atas dorongan orang tua, wali kelas, teman,
dan sebagainya. Mungkin klien tadi diantar atau disuruh menghadap konselor
karena dianggap perilakunya kurang sesuai dengan aturan lingkungan keluarga
atau sekolah. Seorang guru SD menghadap saya (konselor) dan mengatakanbahwa dia
ingin menghadapkan seorang muridnya yang nakal, sukamengganggu teman wanita, juga
guru wanita. Sudah beberapa kali ditegur dan diberi hukuman, tapi hampir tidak
ada perubahan perilaku. Dari wajah ibu tadi tergambar kesungguhannya serta
menginginkan resep yang tepat untuk anak tersebut. Dari kasus di atas ada dua
kemungkinan: (1) murid bermasalah; atau (2) guru itu sendiri yang bermasalah.
Sebab sering terjadi bahwa guru mengajar murid hanyalah bersifat rutin dan
monoton. hal ini bagi sebagian murid amatlah membosankan. Jarang guru mengajar
dengan menggunakan sentuhan-sentuhan emosional. Unsur pedagogis begitu minim
dalam pengajaran. Sifat pengajaran amat instruksional, rasional, dan sedikit
sekali ada hubungan pribadi guru-siswa. Sckolah menjadi tempat yang tidak
menarik bagi sebagian murid, karena mereka tidak bisa berkembang optimal,
banyak diatur, dihukum, dan sebagainya. Guru menjadi perkembangan dan juga
mengenai bimbingan dan konseling. Sangat dominan, dan kurang memahami
psikologi. Kembali pada klien terpaksa, banyak karakteristiknya yang perlu diketahui:
1.
Bersifat
tertutup;
2.
Enggan
berbicara;
3.
Curiga
terhadap konselor;
4.
Kurang
bersahabat; dan
5.
Menolak
secara halus bantuan konselor.
Untuk menghadapi klien terpaksa,
konselor tidak boleh memaksa untuk memberi bantuan. hal ini akan lebih
menjauhkan klien dari proses konseling. Salah satu strategi adalah menjelaskan secara bijak apa yang dimaksud
konseling. Sebab kebanyakan klien enggan atau tidak mau mendatangi konseling
karena nama baik bimbingan dan konseling telah tercemar akibat ulah "konselor" di lapangan yang tidak
profesional. Mereka memandang bahwa konseling adalah: (1) proses nasehat supaya
klien menjadi baik; (2) konseling hanya bagi kasus-kasus orang yang mengalami
masalah atau kesulitan penyesuaian diri semisal orang gila. Misalnya jika nyata
seorang siswa nakal, mencuri, memukul teman, maka anak itu harus diberi
bimbingan. Namun jika ada anak yang berprestasi dalam seni, belajar, olahraga,
dan sebagainya, mereka itu tidak perlu dibimbing. demikian juga anak-anak yang
baik kelakuannya, dianggap tidak perlu dibimbing. Padahal bimbingan dan
konseling harus diberikan kepada semua orang untuk perkembangan potensinya.
Jadi oukan hanya bagi yang bermasalah.
3. Klien Enggan (Reluctant Client)
Salah satu bentuk klien enggan adalah
yang banyak bicara. Padaprinsipnya klien seperti ini enggan untuk dibantu. Dia
hanya senang untuk berbincang-bincang dengan konselor, tanpa ingin
menyelesaikan masalahnya. Disamping itu ada lagi yang diam saja. Klien ini diam
karena tidak suka diberi bantuan oleh konselor. Akan tetapi dihadirkan oleh
orang tua atau wali kelas ke ruang konseling. Ketidaksukaan klien ini
disebabkan dia malu datang kepada konselor. Sebab menurut klien ini tidak
pantas dia diperlakukan oleh konselor karena dia tidak termasuk orang yang
nakal atau gila. Upaya yang bisa dilakukan menghadapi klien seperti ini adalah:
(1) menyadarkan akan kekeliruannya; (2) memberi kesempatan agar dia dibimbing
oleh orang lain saja, atau mencari lawan bicara yang lain.
4. Klicn Bermusuhan/Menentang
Klien terpaksa yang bermasalah cukup
serius, bisa menjelma menjadi klien bermusuhan. Sifat-sifatnya adalah: (1)
tertutup; (2) menentang; (3) bermusuhan dan; (4) menolak secara terbuka. Sifat
tertutup lazim terjadi pada klien enggan dan mencentang. Karena itu konselor
yang efektif harus menggunakan strategi yang ramah, menyapa, dan memperlakukan
sebaik mungkin tapi tegas, dan yang penting adalah negosiasi dengan dia. Inti negosiasi
adalah mengizinkan dia keluar atau tidak mengikuti konscling, namun memberikan
waktu kira-kira 10-15 menit untuk menjelaskan apa yang dimaksud konseling. Namun
masalah yang besar adalah kemampuan konselor menghadapi klien bermusuhan itu. Sebab
adakalanya scbagai manusia sering konselor terutama pemula, kurang stabil
emosionalnya, cepat bergejolak, dan mungkin akan hilang kesabaran menghadapi
klien yang menentang.
Cara-cara
yang efektif menghadapi klien tersebut adalah:
a) Ramah, bersahabat, dan empati.
b) Toleransi terhadap perilaku klien yang
nampak.
c) Tingkatkan kesabaran, menanti saat yang
tepat untuk berbicara sesuaibahasa tubuh klien.
d) Memahami keinginan klien yaitu tidak
sudi dibimbing.
e) Mengajak suatu negosiasi atau kontrak
waktu dan penjelasan tentangkonseling.
5. Klien Krisis
Yang dimaksudkan klien krisis adalah
jika seorang menghadapi musibah seperti kematian (orang tua, pacar/isteri, anak
yang dicintai), kebakaran rumah, diperkosa, dan sebagainya yang dihadapkan pada
konselor untuk diberi bantuan agar dia menjadi stabil dan mampu menyesuaikan
diri dengan situasi yang baru (musibah tersebut). Beberapa gejala perilaku
klien krisis adalah: (1) tertutup, atau menutup diri dari dunia luar; (2) amat
emosional, tak berdaya, ada yang histeri; (3) kurang mampu berpikir rasional;
(4) tidak mampu mengurus diri dan keluarga; (5) membutuhkan orang yang amat
dipercayai.
Lindeman (1944) melukiskan karakteristik
individu yang mengalami duka cita yang mendalam sebagai berikut:
1) Keadaan fisik yang menderita, sesak, tak
bisa tidur, kehilangan nafsumakan, pencernaan terganggu, lemah, sesak nafas.
2) Perasaan hampa, tegang, kelelahan
(exhaustion), hilang rasakehangatan, dan menjauh dari orang banyak.
3) Kadang-kadang keasyikan dengan khayal
kematian.
4) Kadang-kadang timbul perasaan bersalah
terhadap kejadian ataukegagalan yang dialami, atau menyalahkan diri secara
berlebihan.
5) Berubah pola-pola kegiatan, gelisah,
tanpa arah, mencari aktivitas tapitanpa motivasi untuk meneruskannya.
Tujuan utama membantu klien yang
mengalami kesedihan mendalam (grief)
adalah:
1) Agar klien dapat menerima kesedihannya
secara wajar.
2) Agar klicn dapat mengekspresikan
(mengungkapkan dengan bebas)segala rasa kesedihannya.
3) Menghilangkan ingatan terhadap almarhum.
4) Membentuk lagi lingkungan yang baru yang
dapat melupakannyaterhadap almarhum.
5) Membentuk relasi (kawan/sahabat) yang
baru.
Menurut Brammer (1979) ada tiga langkah
penting untuk membantu klien krisis: (1) tentukan terlebih dahulu kondisi
krisis itu. seberapa parah keadaan itu. Konselor harus menentukan tipe bantuan yang
amat dibutuhkan klien saat itu, berdasarkan penilaian awal tentang kondisi
krisis klien; (2) tentukan sumber-sumber apa yang bisa membantu klien
secepatnya misalnya saudara, teman, kelompok. Dan batuan apa yang dapat mereka
berikan pada klien; (3) Bantuan dalam bentuk pertolongan langsung. Yaitu
konselor memberikan peluang agar klien bisa menyalurkan perasaannya seperti
perasaan takut, rasa bersalah, rasa marah. Konselor bisa memberikan bantuan
psikologis dengan penyaluran dan penyadaran akan emosionalnya. Kemudian membawa
klien ke alam nyata, kepada kondisi dan relasi yang baru.
C.
Peranan Negosiasi dalam Konseling
Untuk menghadapi klien menentang,
terpaksa, dan enggan perludiadakan negosiasi sebelum konseling yang sebenarnya.
Beberapa faktoryang menyebabkan klien itu terpaksa, enggan dan menentang
adalahsebagai akibat sistem organisasi seperti sekolah yang amat disiplin
dantidak demokratis. Sebagai contoh banyak siswa yang didatangkan guruatau wali
kelas secara paksa kepada pembimbing. Demikian jugapanggilan melalui surat yang
dibawa oleh pembantu sekolah ke kelasdengan memanggil nama seorang
siswapembimbing. Karena itu kita perlu menghindarkan pemanggilan siswa/idi
kelas secara paksa yaitu: (a) melalui surat guru BK; (b) oleh wali kelas;(c)
oleh pembantu sekolah dengan membawa surat guru BKuntuk menghadap guru.Cara-cara
ini biasanya langsung memanggil siswa/i di dalamkelas. Cara-cara tersebut cukup
riskan, karena siswa yang dipanggil akanmerasa malu, takut, dan selalu
bertanya-tanya didalam dirinya, apagerangan kesalahn saya? Disamping itu,
pandangan teman-teman di kelasagak sinis sebab dianggapnya siswa tersebut
adalah anak yang bermasalah(pandangan negatif). Pandangan tersebut bersumber
dari kondisi BKsendiri, khususnya guru-guru BK yang sering menjadikan BK
sebagaiajang untuk menindas siswa, seperti memberi malu, mengancam, dansebagainya.
Karena itu perlu dicarikan cara-cara yang lebih ramah,bersahabat, dan
menghargai terhadap siswa/i.Salah satu cara yang dianggap lebih baik adalah
melalui negosiasi.Istilah negosiasi dikutip dari dunia diplomatik yaitu untuk
mempengaruhipihak lain agar dapat menerima suatu konsep, rencana, atau
programsebagai goal dari negosiasi. Orang yang melakukan negosiasi
disebutnegosiator. Istilah negosiasi sering disingkat menjadi "nego", seperti jugademonstrasi
disingkat "demo". Beberapa
negosiator unggul antara lain.Karakteristik KlienBapak Adam Malik (alm.) dan
Bapak Ali Alatas, keduanya adalah mantanMenteri Luar Negeri.Dewasa ini
pekerjaan negosiasi bukan hanya dilakukan oleh paradiplomat, akan tetapi
merambah ke semua hubungan sosial, termasukdalam bidang pendidikan, khususnya
pelaksanaan konseling danpengajaran.
Syarat-syarat untuk dapat melaksanakan
negosiasi dengan baik,adalah sebagai berikut:
(1) Kecerdasan dan wawasan yang luas.
(2) Keterampilan berbicara dan
komunikasi yang menghargai.
(3) Bersikap ramah, murah senyum, sopan,
cermat, dan empati.
(4) Pemahaman yang memadai tentang
subjek (individu) yang dihadapi,yaitu semua informasi penting tentang orang
tersebut.
(5) Tidak membosankan, tidak memaksa,
tidak menyimpulkan, dan tidakmengecewakan orang lain.
1. Negosiasi dalam Konseling
Negosiasi kita praktekkan di dalam
rangka konseling, adalah upaya untuk "membujuk" agar calon klien kita
merasa aman, senang, dan mau diajak bicara tentang dirinya. Hal ini untuk
menghindarkan hambatan-hambatan administratif, psikologis, dan sosio-kultural.
Jika klien sudahbersedia untuk melakukan dialog konseling maka kesempatan
tersebut jangan diabaikan lagi. Lakukanlah konseling individual. Pertama: bentuklah hubungan konseling
melalui keramahan, senyum, sikap empatik, terbuka, menghargai, bertanya
terbuka, penuh perhatian, dan cepat memahami keadaan klien. Mulailah
pembicaraanyang membuat klien senang berbicara, misalnya diawali kata "maaf" dan "Apakah mungkin kita dapat membicarakan bal-hal yang menurut Anda penting?"
"Apakah Anda sudi meluangkan waktu untuk saya berbincang-bincang dengan
Anda barang 5-10 menit?" atau pembicaraan dimulai dengan minat, bakat,
dan kemampuan demikian juga hobi. Setelah negosiasi, konselor membuat
perjanjian dengan klien, kapan dan di mana bisa berbicara lebih serius. Jadi
kapan dan di mana bisa mengadakan hubungan konseling. Paling baik bagi seorang
konselor adalah sejak awal sudah memiliki informasi tentang klien, terutama
hal-halyang menyenangkan klien. Yang penting ciptakan hubungan konseling yang
menggembirakan klien dan tidak langsung ke persoalan inti, kecuali jika dia
yang memulai. Disamping agar klien dapat terbuka, maka hubungan konseling
hendaklah bernuansa afektif, dimana konselor bersikap empati, dan mendorong
klien agar terus berbicara tentang perasaannya. Kedua: tangkaplah isu penting seberapa mungkin yang bisa anda lakukan.
Karena hal ini amat tergantung kepada kecerdasan konselor untuk memikirkan
ungkapan-ungkapan verbal dan nonverbal mungkin mengandung isu/masalah mengenai
dirinya, ataupun adanya potensi klien yang kurang berkembang schingga menjadi
masalah baginya. Makin banyak klien berbicara mengenai dirinya yang
kait-mengait dengan lingkungan, makin memungkinkan muncul isu tentang dirinya. Karena
itu keterampilan bahasa/kalimat-kalimat/ucapan konselor yang membuat klien
selalu berbicara mengeluarkan isi hati. Dalam situasi demikian konselor akan
mudah menangkap isu-isu mengenai diri klicn. Ketiga: berbekal isu-isu tentang diri klien yang telah ditangkap, maka
konselor bekerja dengan isu tersebut, artinya melakukan proses konseling yang
sebenarnya yaitu membantu agar klien: (1) Menurunkan stresnya; (2) Mampu
memahami diri dan masalahnya; (3) Mampu menyusun rencana atau ide-ide yang baik
agar dia dapat mengatasi masalahnya sendiri. Keempat: klien menarik beberapa kesimpulan dengan bantuan konselor.
Kemudian agar klien memberikan evaluasi mengenai jalannya proses konseling
serta sikap dan kemampuan calon konselor dalam upaya memberikan bantuan. Akhirnya
klien mengemukakan rencana/programnya. Selanjutnya janji untuk mengadakan
pertemuan berikutnyadengan konselor, dengan tujuan untuk mengecek sejauh mana
rencana klien sudah dilaksanakan.
2. Praktek Negosiasi
Untuk mempraktekkan upaya negosiasi
dengan calon klien, khususnya para siswa/i, dapat ditempuh kegiatan-kegiatan
berikut Pertama; "tandai"
calon klien berdasarkan informasi yang ada. Kalau bisa dikaji data yang
berkaitan dengan potensinya seperti keahlian, keterampilan, bakat khusus, hobi,
dan sebagainya. Guna data seperti iniadalah untuk memudahkan pembicaraan tahap
awal sehingga membuat klien gembira dan senang untuk berbicara mengenai
dirinya. Kedua; amati calon klien
saat dia santai di luar pelajaran. Misalnya dia sedang "ngobrol" dengan seorang teman atau
sekelompok teman. Jika momen sudah dianggap tepat, mulailah mendekat dengan ramah
dan baik, serta lakukanlah dialog seperti ini.
1.
Calon
konselor (CK): "Maaf, boleh saya mengganggu sebentar"
2.
Para
siswa (PS): "O, silahkan."
3.
CK:
"Saya perkenalkan diri saya sebagai mahasiswa sedang praktek bimbingan dan
koseling di sekolah ini."
4.
PS:
"O, jadi apa yang Bapak inginkan dari kam?"
5.
CK:
"Maaf, panggil saja saya kakak, dan jangan sungkan-sungkan terhadap saya.
Sebenarnya saya ingin berhincang-bincang dengan sdr. D di tempat terpisah. Bagaimana
D, apakah anda bersedia?"
6.
D:
"Ada apa ya?" (agak ragu dan curiga)
7.
CK:
"Tidak, hanya sekedar "ngobrol" ringan. Boleh kan?"
8.
D:
" Baiklah, kalau begitupermisi teman-leman."
9.
CK:
"Saya permisi juga."
Jika negosiasi bethasil diawal seperti
contoh dialog di atas, makanegosiasi selanjutnya adalah dengan D, kapan dia
bersedia untuk berbincang-bincang lebih jauh dengan dirinya, dalam arti
proseskonseling. Pada nego kedua ini mungkin bisa dibuat appointment(perjanjian) hari, waktu, dan tempat sesuai dengan
kcsediaan dan kebutuhan siswa tersebut.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Semua individu yang diberi bantuan
profesional oleh seorangkonselor atas permintaan dia sendiri atau atas
permintaan orang lain, dinamakan klien. Ada klien yang datang atas kemauan
sendiri, karena dia membutuhkan bantuan. Dia sadar bahwa dalam dirinya ada
suatu kekurangan atau masalah yang memerlukan bantuan seorang ahli. Setelah
kita memahami klien dengan latar belakangnya, maka selanjutnya kita aka
memahami pula aneka ragam atau jenis klien. Jikaseorang klien datang kepada
konselor tentu ada maksud yang terkandungdi dalam hatinya.Untuk menghadapi
klien menentang, terpaksa, dan enggan perludiadakan negosiasi sebelum konseling
yang sebenarnya. Beberapa faktoryang menyebabkan klien itu terpaksa, enggan dan
menentang adalahsebagai akibat sistem organisasi seperti sekolah yang amat
disiplin dantidak demokratis. Sebagai contoh banyak siswa yang didatangkan
guruatau wali kelas secara paksa kepada pembimbing.
DAFTAR PUSRTAKA
http://www.Kompasiana.com/seaful_arifin/5500ac27a333115311a4c/pendidikan-dan-latihan-calon-konselor
diakses pada 07 November 2019
Wilis,S Soofyan.2019
Konseling Individu,Bandung: Alfabeta
Terimakasih
ReplyDeleteInformasi dari makalahnya sangat membantu
iya sama" semoga bermanfaat putri
DeleteSiip.. terimakasih makalahnya sangat membantu, bisa dijadikan refrensi tugas saya wkwk
ReplyDeletealhamdulillah jika bisa membantu
DeleteLumayan gk susah" ngerjain tugas
ReplyDelete