Thursday, November 14, 2019

MAKALAH TRILOGI PROFESI KONSELING


MAKALAH TRILOGI PROFESI KONSELING
“Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Kode Etik Konseling”

Dosen pengampu : Siti Zahra Bulantika, M.Pd.
Disusun oleh :
 kelompok 9 / BKI F







BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG
T.A 2019/2020



 

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan pembuatan makalah ini. Penulisan makalah ini adalah sebagai salah satu tugas mata kuliah Kode Etik Konselling.

Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi

Karena keterbatasan pengetahuan kami, kami yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini, oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.



                                                            Bandar Lampung, 27 oktober 2019


                                                                                                Penyusun


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................... ii
DAFTAR ISI......................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang............................................................................ 1
B.     Rumusan Masalah....................................................................... 1
C.     Tujuan.......................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN
A.    Trilogi Konseling......................................................................... 2
B.     Dasar Keilmuan........................................................................... 2
C.     Substansi Profesi......................................................................... 3
D.    Praktik profesi............................................................................. 4

BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan.................................................................................. 9

DAFTAR PUSTAKA






BAB I
 PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
    Pelayanan bimbingan konseling membantu individu menjadi insan yang berguna dalam kehidupan yang memiliki berbagai wawasan, pandangan, interpretasi, pilihan, penyesuaian, dan keterampilan yang tepat berkenaan dengan diri sendiri dan lingkungan.
         Bimbingan konseling sebagai profesi yang sedang berkembang di negara Indonesia, harus dapat merebut kepercayaan publik melalui peningkatan mutu unjuk kerja yang dilakukan oleh Konselor atau guru BK dalam bidang tugasnya. Masyarakat akan percaya bahwa layanan yang diperlukan itu hanya dapat diperoleh dari guru BK atau Konselor yang memiliki kompetensi dan keahlian yang terandalkan. Kepercayaan public inilah yang menjadi faktor kunci untuk mengokohkan identitas profesi. Kepercayaan ini dapat memberikan makna terhadap profesi dan memungkinkan anggota profesi akan menjalankan fungsinya di dalam cara-cara professional.
B.       Rumusan masalah
A.    Apa Trilogi konseling?
B.     Apa itu Komponen Dasar Keilmuan ?
C.     Apa itu Komponen Substansi Profesi ?
D.    Apa itu Komponen Praktik Profesi ?

C.      Tujuan
A.    Dapat mengetahui Apa itu Komponen Dasar Keilmuan
B.     Dapat mengetahui Apa itu Komponen Substansi Profesi
C.     Dapat mengetahui Apa itu Komponen Praktik Profesi


BAB II
PEMBAHASAN

A.  Trilogi Konseling
Di awal abad ke-21 ini dunia pendidikan di Indonesia mulai memasuki era profesional. Hal ini ditandai dengan penegasan bahwa “pendidik merupakan tenaga profesional” (UU No.20 Tahun 2003 Pasal 39 Ayat 2), dan “profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi” (UU No.14 Tahun 2005 Pasal 1 Butir 4).






B.     Dasar Keilmuan
             Komponen dasar keilmuan menyiapkan calon konselor landasan dan arah tentang wawasan, pengetahuan, ketrampilan, nilai dan sikap (WPKNS) berkenaan dengan profesi konseling. Konselor diwajibkan menguasai ilmu pendidikan sebagai dasar dari keseluruhan kinerja profesional dalam bidang pelayanan konseling, karna konselor termasuk dalam kualifikasi pendidik. Hal ini sesuai dengan Undang-undang No 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional pasal 1 angka 6 “pendidik adalah tenaga pendidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lainnya yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan. Dengan keilmuan inilah konselor akan menguasai dengan baik kaidah-kaidah keilmuan pendidikan sebagai dasar dalam memahami peserta didik (sebagai sasaran pelayanan konseling) dan memahami seluk beluk proses pembelajaran yang akan dijalani (klien) melalui modus pelayanan konseling. Dalam hal ini proses pelayanan konseling tidak lain adalah proses pembelajaran yang dijalani  oleh sasaran layanan (klien) bersama konselornya. Dalam arti demikian pulalah, konselor sebagai pendidik diberi lebel juga sebagai agen pembelajaran.

C.    Substansi Profesi
            Substansi profesi konseling memberikan modal tentang apa yang menjadi fokus dan obyek praktik spesifik profesi dengan bidang kajiannya, aspek kompetensi, sarana oprasional dan manajemen,kode etik sert landasan praktik oprasional pekerjaan konseling. Di atas kaidah-kaidah ilmu pendidikan itu konselor membangun substansi profesi konseling yang meliputi obyek praktis spesifik profesi konseling, teori konseling, pendekatan konseling, teknik konseling, prosedur konseling, asas - asas konseling, prinsip - prinsip konseling dan teknologi pelayanan, pengelolaan dan evaluasi konseling, serta kaidah – kaidah pendukung yang diambil dari bidang keilmuan lain yaitu psikologi, budaya dan sebagainya. Semua substansi tersebut sebgai modus pelayanan konseling yang haruss dikuasai yang harus dikuasai oleh konselor profesional. Obyek praktis spesifik yang menjadi fokus pelayanan konseling adalah kehidupan efektif ssehari – hari (KES). Dalam hal ini, sasaran pelayanan konseling adalah adalah kondisi individu KES yang dikehendaki untuk dikembaangkan dan kondisi kehidupan efektif sehari – hari yang terganggu (KES-T). Dengan demikian, pelayanan konseling pada dasarnya adalah upaya pelayanan dalam pengembangan KES dan penanganan KES-T.
            Berkenaan dengan teori konseling, pendekatan konseling, teknik konseling, prinsip - prinsip konseling dan teknologi pelayanan, pengelolaan dan evaluasi konseling, serta kaidah - kaidah pendukung yang diambil dari bidang keilmuan yaitu psikologi, budaya dalam konseling, konselor wajib menguasai berbagai jenis layanan dan kegiatan pendukungnya dengan landasan teori, acuan praksis, standar prosedur operasional pelayanan konseling, serta implementasinya dalam praktik konseling. Pendekatan dan teknologi, pengelolaan dan evaluasi pelayanan itu perlu didukung oleh kaidah - kaidah keilmuan dan teknologi seperti psikologi, sosiologi, antropologi, teknologi dan informasi komunikasi sebagai alat untuk lebih bertepatguna dan berdayaguna dalam pelayanan konseling.

D.    Praktik Profesi
Praktik pelayanan konseling merupakan realisasi pelaksanaan pelayanan profesi konseling setelah kedua komponen profesi (dasar keilmuan dan substansi profesi) dikuasai. Praktik konseling terhadap sasaran pelayanan merupakan puncak dari keberadaan bidang konseling dalam setting pendidikan formal, pendidikan nonformal, keluarga, instansi negri maupun swasta, dunia usaha / industri, organisasi pemuda, organisasi kemasyarakatan, maupun praktik pribadi (privat). Mutu pelayanan konseling diukur dari penampilan (untuk kerja, kinerja, performance) praktik pelayanan konseling oleh konselor terhadap sasaran layanan. Pada setting satuan pendidikan, misalnya, mutu kinerja konselor di sekolah/madrasah dihitung dari penampilannya dalam praktik pelayanan konseling terhadap peserta didik yang menjadi tanggung jawabnya.
Memperhatikan ketiga komponen trilogi profesi tersebut, dapatlah dikatakan bahwa suatu "profesi konseling" tanpa dasar keilmuan yang tepat akan mewujudkan kegiatan "profesional konselor" yang tanpa arah bahkan malpraktik , tanpa substansi profesi, suatu "profesi konseling" dipertanyakan isi dan manfaatnya; dan tanpa praktik profesi, maka "profesi konseling" menjadi tidak terwujud, dipertanyakan eksistensinya dan tenaga "profesional konselor" tidak berarti apa - apa bagi kemaslahatan kehidupan manusia. Ini berarti profesi konseling menjadi tidak bermartabat dan tidak dipercaya oleh masyarakat. Dalam kaitan itu semua, ketiga komponen Trilogi profesi merupakan satu kesatuan tak terpisahkan, ketiganya merupakan kesatuan, dan dipelajari dalam program pendidikan sarjana dan pendidikan profesi konselor untuk mewujudkan kemartabatan dan public trust profesi konseling dinegara kita tercinta Indonesia.
Kemartabatan profesi konseling, meliputi kondisi :
1.      Pelayanan Bermanfaat (Helpful Services)
Yaitu pelayanan profesional yang diselenggarakan haruslah benar-benar bermanfaat bagi kemaslahatan kehidupan secara luas. Upaya pelayanan yang diaplikasikan oleh para pemegang suatu profesi, apalagi profesi yang bersifat formal dan diselenggarakan berdasarkan perundangan seperti profesi pendidik harus bermanfaat. Oleh karena itu, upaya pelayanan konseling tidak boleh sia-sia atau terselenggara dengan cara-cara yang salah (malpraktik), melainkan terlaksana dengan manfaat yang setinggi-tingginya bagi sasaran pelayanan dan pihak- pihak lain yang terkait. Kebermanfaatan pelayanan konseling yang diharapkan hendaknya menjadi kenyataan mengiringi motto bahwa "konseling di sekolah kemantapan, di luar sekolah sigap, dan di mana- mana siap”. Kemantapan, kesigapan dan kesiapan itu mengisyaratkan akan diraihnya hasil dengan kebermanfaatan yang tinggi sehingga pelayanan konseling yang dilakukan oleh konselor baik di sekolah, di luar sekolah, dan dimana-mana konseling dan kesiapan itu dilaksanakan diminati dan dicari oleh setiap individu yang membutuhkan. Kebermanfaatan hasil pelayanan konseling berupa perilaku kehidupan keseharian yang efektif berdasarkan norma- norma yang berlaku. Hasil pelayanan konseling adalah perilaku positif yang terstruktur dalam kehidupan yaitu hidup yang benar- benar hidup penuh makna adalah hidup yang berkehidupan, dan hidup yang berkehidupan itu dipenuhi oleh perilaku yang berlangsung sehari-hari, sepanjang kehidupan atau sepanjang hayat. Perilaku yang dimaksudkan itu bukanlah perilaku sembarang gerak, tanpa arah dan tanpa makna, melainkan perilaku individu yang jelas kandungan ranahnya (jasmaniah-rohaniah. individual-sosial, material-spiritual, lokal-global, dunia-akhirat dan zona kehidupan kefitrahan, keindividualan, kesosialan. kesusilaan, keberagamaan), serta dengan suasana kehidupan yang positif (rasa aman, aspirasi, kompetensi, semangat, dan kesempatan). Sesuai dengan arah dan etika dasar konseling, perilaku individu yang diharapkan sebagai hasil pelayanan konseling adalah perilaku yang mengandung kegiatan yang benar-benar bisa dilaksanakan untuk  menyokong terselenggaranya kehidupan efektif keseharian dengan kemandirian dan pengendalian diri yang mantap serta pencapaian perkembangan optimal dan kebahagiaan dalam kehidupan pada diri individu yang menjadi sasaran pelayanan konseling.

2. Pelaksana Bermandat (implementers signed up)
Yaitu pelayanan profesional konseling diselenggarakan oleh petugas atau pelaksana yang bermandat. Mandat konselor secara resmi ditandai oleh ketentuan bahwa yang menjalankan profesi konseling adalah pemegang ijazah program Pendidikan Profesi Konselor yang legal dari perguruan tinggi dan terakreditasi. Setiap orang yang menjalankan profesi konseling hendaknya bermandat yaitu pemegang gelar profesi konselor yang berpendidikan minimal sarjana pendidikan bidang bimbingan dan konseling dan berpendidikan profesi konselor. Sesuai dengan sifatnya yang profesional itu, maka pelayanan konseling harus dilakukan oleh tenaga yang benar-benar dipercaya untuk menghasilkan tindakan dan produk produk pelayanan dalam mutu yang tinggi. Program pendidikan sarjana dan pendidikan profesi yang terpadu dan berkesinambungan merupakan sarana dasar dan esensial untuk menyiapkan pelaksana bermandat. Lulusan pendidikan profesi dalam hal ini pendidikan profesi konselor diharapkan benar-benar menjadi tenaga profesional handal yang layak memperoleh kualifikasi bermandat, baik dalam arti akademik, kompetensi, maupun posisi pekerjaannya. Jika persyaratan kualifikasi akademik bagi pelaksanaan pelayanan konseling baik di sekolah, di luar sekolah dan dimana-mana dipenuhi, maka kemartabatan profesi konseling tidak diragukan atau dipercaya oleh berbagai pihak yang terkait dengan pelayanan profesi konseling. Jika sampai terjadi keraguan atau tidak dipercaya oleh berbagai pihak yang terkait dengan pelayanan profesi konseling, khususnya terkait de kemungkinan terjadinya penipuan dan kondisi malpraktik yang secara langsung merugikan sasaran pengguna layanan. Kondisi malpraktik ini sangat fatal dan membahayakan terhadap berkembangnya profesi konseling itu sendiri.

3. Pengakuan yang Sehat (healthy recognition)
Yaitu pelayanan profesional konseling diakui secara sehat oleh pemerintah dan masyarakat. Pengakuan yang dikatakan penuh atau mantap atau  bahkan sempurna adalah apabila profesi konseling telah dibuatkan undang-undangnya tersendiri oleh Pemerintah, khususnya untuk profesi konseling itu sendiri, seperti dokter misalnya atau di seperti di negara Amerika Serikat dan negara-negara lain. Kenyataannya posisi resmi konseling di Indonesia masih ada dalam ayat Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidi kan Nasional dan sejumlah aturan pelaksanaannya yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Pendidikan dan Kebudayaan). Namun demikian, kita patut untuk mensyukuri dan menjadikan titik tolak yang luar biasa bagi upaya peningkatan kemartabatan profesi konseling dan hasil pelayanan serta keterandalan para pelaksana pelayanan konseling. Dengan manfaat yang tinggi dan dilaksanakan oleh pelaksana yang bermandat, pemerintah dan masyarakat tidak ragu-ragu mengakui dan memanfaatkan pelayanan konseling. Pengakuan ini terus mendorong perlunya tenaga profesional yang secara khusus dipersiapkan Peraturan perundang-undangan telah secara eksplisit menyatakan pentingnya keprofesionalan konselor, yang selanjutnya tentunya disertai pengakuan yang sehat atas lulusan pendidikan profesi konseling dan pelayanan yang mereka lakukan. Demikian juga masyarakat diharapkan memberikan pengakuan secara sehat dan terbuka melalui pemanfaatan dan penghargaan yang tinggi atas untuk menyelenggarakan layanan konscling. profesi konselor. Ketiga hal tersebut dapat menjamin tumbuh suburnya profesi dan menjadikan profesi konseling menjadi profesi yang bermartabat. Konseling scbagai suatu profesi yang sedang berkembang, para anggota profesi konseling harus berusaha memenuhi standar profesi konselor agar konseling dapat merebut kepercayaan publik (public trust) melalui peningkatan kinerja konselor dalam pelayanan konseling bermartabat. Kekuatan eksistensi suatu profesi bergantung kepada public trust (Brigg &Blocher, 1986). Masyarakat percaya bahwa layanan diperlukan dan hanya dapat diperoleh dari konselor yang memiliki kompetensI dan Keanan yang terandalkan untuk memberikan pelayanan konseling. Public trust akan mempengaruhi konsep profesi dan memungkinkan anggota profesi berfungsi denga cara-cara profesional. Public trust akan melanggengkan profesi konseling, karena dalam public trust terkandung keyakinan publik bahwa profesi dan para anggotanya berada dalam kondisi:
a)      memiliki kompetensi dan keahlian yang disiapkan melalui pendidikan dan latihan khusus dalam standar kecakapan yang tinggi.
b)      Memiliki perangkat ketentuan yang mengatur perilaku profesional dan melindungi kesejahteraan publik.
c)      anggota profesi dimotivasi untuk melayani pengguna dan pihak-pihak terkait dengan cara terbaik, dan memiliki komitmen untuk tidak mengutamakan kepentingan pribadi dan finansial.




BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
            Konselor dalam menjalankan profesi konseling harus benar-benar dipersiakan dan dibina dengan sebaik-baiknya, dalam hal ini melalui pendidikan profesi dan sarana pembinaan lainnyaa, sehingga menjadi profesi yang benar-benar bermartabat. Konselor harus dapat mewujudkan dirinya dalam bentuk spektrum suatu profesi konselor yang dapat digambarkan dalam bentuk trilogi profesi.
Konselor diwajibkan menguasai ilmu pendidikan sebagai dasar dari keseluruhan kinerja profesional dalam bidang pelayanan konseling, karna konselor termasuk dalam kualifikasi pendidik. Substansi profesi konseling memberikan modal tentang apa yang menjadi fokus dan obyek praktik spesifik profesi dengan bidang kajiannya, aspek kompetensi, sarana oprasional dan manajemen,kode etik sert landasan praktik oprasional pekerjaan konseling. Praktik pelayanan konseling merupakan realisasi pelaksanaan pelayanan profesi konseling setelah kedua komponen profesi (dasar keilmuan dan substansi profesi) dikuasai.



DAFTAR PUSTAKA

e-jurnal,Astawa, I Made Olas, Profesi Bimbingan dan Konseling Yang Bermartabat.
Prof. Dr. Drs. Mungin Eddy Wibowo.2018.profesi konseling Abad 21.UNES PERS. Semarang

No comments:

Post a Comment

  Nilai, Norma dan Etika dalam Komunikasi Antar Pribadi KATA PENGANTAR          Puji syukur kehadirat Allah SWT yang saat ini ma...