Saturday, October 5, 2019

MAKALAH PEMANFAATAN MEDIA DALAM BIMBINGAN DAN KONSELING


PEMANFAATAN MEDIA DALAM BIMBINGAN DAN KONSELING







Dosen pengampu: Hammi Latifah,M.A
Disusun oleh:
ismail        1841040268

PRODI BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG
2019/2020




KATA PENGANTAR

          Dengan segala puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT. Tuhan semesta alam atas segala nikmat-Nya, nikmat sehat, nikmat rezeki, dan kelapangan waktu yang telah Beliau berikan kepada kami sehingga terselesaikannya makalah ini. Yang berjudul “Pemanfaatan Media Bimbingan dan Konseling”. Shalawat berangkaikan salam, kami haturkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW. Kami menyadari masih banyak kekurangan yang perlu dibenahi dalam makalah ini, namun besar harapan saya untuk mendapatkan kritik dan masukan dari dosen dan rekan-rekan semua agar makalah ini bisa lebih baik lagi. Semoga bermanfaat.




Bandar Lampung, 05 Oktober 2019


Penulis,








DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..................................................................................... i
KATA PENGANTAR................................................................................. ii
DAFTAR ISI............................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah..................................................................... 1
B.     Rumusan Masalah............................................................................... 2
C.     Tujuan Masalah........................................................................ …….  2
BAB II PEMBAHASAN
A.    Pemanfaatan Media Dalam Bimbingan dan Konseling...................... 3
B.     Pemanfaatan Media BK Dalam  Penyuluhan..................................... 4........
C.     Pemanfaatan media bk dalam psikoterapi.......................................... 8
D.    Pemanfaatan Media Bimbingan dan Konseling disekolah............... 11
BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan....................................................................................... 19
B.     Saran ................................................................................................ 19
DAFTAR PUSTAKA





BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Sering kali kita temui dalam proses pembelajaran dikelas , guru mengalami masalah untuk memberikan pengertian kepada siswa tentang satu pokok bahsa. Guru mengeluh karena sudah sering sekali diulang, tetapi siswa tidak dengan segera dapat memahami pokok bahasan tersebut. Kasus ini mengidentifikasi bahwa dalam proses komunikasi antara guru dan siswa terdapat kesnjangan ini muncul mungkin akibat bahan ajar yang diberikan kepada siswa kurang menarik atau mungkin media yang dipergunakan tidak sesuai dengan karakteristik bahan ajar yang diberikan. Sering kali guru menyampaikan bahan ajar kepada siswa hanya dengan mempergunakan cara-cara yang “kino”. Dalam arti bahwa guru hanya sebatas menjelaskan atau member ceramah kepada siswa. Keterbatasan metode ini akan membuat siswa merasa cepat bosan walaupun materi yang diberikan oleh guru sebenarnya sangat menarik.
Media dalam bimbingan dan konseling membantu terhadap efisiensi dan efektifitas penyampaian layanan bimbingan dan konseling . layanan bimbingan dan konseling akan lebih mudah disampaikan , karena tidak terbatas oleh ruang dan waktu , seperti terbatas oleh jam pelajaran disekolah. Kecanggihan teknologi informasi dan komunikasi telah memungkinkan terjadinya pertukaran informasi yang cepat tanpa tanpa terhambat oleh ruang dan waktu. Dalam memanfaatkan kecanggihan teknologi merupakan kompetensi professional konselor dalam pengembangan program bimbingan dan konseling.
Penggunaan media dalam pembelajaran itu terutama bimbingan dan konseling dapat menggunakan media cetak seperti pamphlet, poster, baner, dan elektronik seperti pemanfaatan teknologi internet (blog, facebook, dan jejaringan sosial lainnya). Media adalah sesuatu berupa peralatan yang dapat di pakai dan dimanfaatkan untuk merangsang perkembangan dari berbagai aspek baik itu, fisik, motorik, social, emosi kognitif, kreatifitas dan memudahkan terjadinya proses belajar mengajar pada guru dan peserta didik.
B.     Rumusan  Masalah
1. Apa Manfaat Media didalam Bimbingan dan Konseling ?
2. Apa Manfaat Media Penyuluhan?
3. Apa Manfaat Media Psikotrapi?
4.Apa Manfaat Media disekolah?
C.Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui manfaaat media didalam bimbingan dan konseling?
2. Untuk mengetahui manfaat media penyuluhan
3. Untuk mengetahui manfaat media psikotrapi
4.Untuk menegtahui manfaat media disekolah


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pemanfaatan Media Dalam Bimbingan dan Konseling
Menurut Mandiberg dalam Rulli Nasrullah media social adalah media yang mewadahi kerja sama diantara pengguna yang menghasilkan konten (user-generated content). Media social menurut Rulli Nasrullah yaitu medium di internet yang memungkinkan pengguna mempresentasikan dirinya maupun berinteraksi, bekerja sama, berbagi, berkomunikasi dengan pengguna lain, dan membentuk ikatan social secara virtual. Media dan teknologi baru telah memberikan cara baru bagi kita untuk memperoleh informasi dan gagasan, cara baru untuk  berinteraksi dengan teman dan orang asing, dan cara baru untuk mempelajari dunia, identitas kita dan masa depan(Gamble, 2005). Jutaan orang saat ini berinteraksi melalui apa yang disebut cyberspace, yaitu sebuah dunia yang terhubung melalui HP dan Internet.
Suatu media bimbingan dan konseling dikatakan baik, bila media tersebut memiliki tingkat relevasi dengan tujuan BK, materi dan karakteristik siswa/klien. Dilihat dari kewewenangan dalam bimbingan dan konseling, guru bk/konseli adalah orang yang paling menguasai materi, mengetahui tujuan apa yang mesti dibuat dan mengenali betul kebutuhan siswa atau konselinya. Dengan demikian alangkah baiknya kalau media juga dibuat oleh guru atau konselor.
Selanjutnya penggunaan media secara kreatif akan memperbesar kemungkinan bagi siswa/klien untuk belajar lebih banyak, mencamkan apa yang dipelajarinya lebih baik, dan meningkatkan penampilan dalam melakukan keterampilan sesuai dengan yang menjadi tujuan bimbingan dan konseling. Dalam kaitannya dengan fungsi media bimbingan dan konseling dapat ditekankan beberapa hal berikut ini:
1.      Penggunaan media bimbingan dan konseling bukan merupakan fungsi tambahan, tetapi memiliki fungsi tersendiri sebagai sarana bantu untuk mewujudkan situasi bimbingan dan konseling yang lebih efektif.
2.      Media bimbingan dan konseling merupakan bagian integral dari keseluruhan proses layanan bimbingan dan konseling. Hal ini mengandung pengertian bahwa media bimbingan dan konseling sebagai salah satu komponen yang tidak berdiri sendiri tetapi saling berhubungan dengan komponen lainnya dalam rangka menciptakan situasi yang diharapkan.
3.      Media bimbingan dan konseling dalam penggunaannnya harus relevan dengan tujuan atau kompotensi yang ingin dicapai dan isi layanan bimbingan dan konseling itu sendiri. Fungsi ini mengandung makna bahwa penggunaan media dalam bimbingan dan konseling harus selalu melihat kepada kompetensi atau tujuan dan bahan atau materi bimbingan dan konseling.
4.      Media bimbingan dan konseling bukan berfungsi sebagai alat hiburan, dengan demikian tidak diperkenankan menggunakannya hanya sekedar untuk permainan atau memancing perhatian siswa /klien semata.[1] Berdasarkan pengertian diatas konselor sebagai salah satu yang berperan dalam membangun moral seseorang perkembangan teknologi selayaknya menjadi media yang mampu mengarahkan kearah yang lebih baik.

B.     Pemanfaatan Media Bimbingan dan Konseling Dalam  Penyuluhan
     Pengertian harfiyah “Bimbingan” adalah “menunjukkan, member jalan, atau menuntun” orang lain ke arah tujuan yang bermanfaat hidupnya di masa kini, dan masa mendatang. Istilah “Bimbingan” merupakan terjemahan dari kata bahasa Inggris Guidance yang berasal dari kata kerja “to guide” yang berarti “menunjukkan”. Sedangkan istilah “penyuluhan” mengandung arti “menerangi, menasehati, atau member kejelasan” kepada orang lain agar memahami, atau mengerti tentang hal yang sedang di alaminya. Arti “penyuluhan” berasal dari kata “Counseling” yang kemudian dipadukan dengan “Bimbingan” menjadi “Bimbingan dan Konseling”.
     Agama (Islam) mengandung arti tentang tingkah laku manusia, yang dijiwai oleh nilai-nilai keagamaan, berupa getaran batin yang dapat mengatur, dan mengarahkan tingkah laku tersebut, kepada pola hubungan dengan masyarakat, serta alam sekitarnya serta dengan mengandung nilai-nilai ajaran tuhan yang bersifat menuntun manusia kearah tujuan yang sesuai dengan kehendak ajaran tersebut.[2] Berdasarkan pengertian diatas bimbingan dan konseling dalam penyuluhan yaitu menitik beratkan pada klien yang beresiko atau bermasalah dalam melayani klien. Tenaga penyuluh merupakan ujung tombak pelaksanaan penyuluhan di lapangan. Seperti halnya profesi guru dalam pendidikan formal, penyuluh memiliki peran yang sangat strategis karena berhadapan langsung dengan klien dilapangan. Oleh karena itu, keberhasilan penyuluhan diasumsikan berkorelasi positif dengan kualitas penyuluh di lapangan yang sesuai dengan tuntutan masyarakat dan perkembangan zaman tersebut. Namun menurut Sumardjo (2008) dan Slamet (2008), kendala utama dalam menghadapi tantangan penyuluhan saat ini adalah keterbatasan tenaga professional di bidang penyuluhan pembangunan.
     Pada era komunikasi informasi ini, media tidak dapat ditinggalkan dan sangat berperan penting dalam keberhasilan penyampaian informasi. Media akan membantu masyarakat umum dan remaja khususnya mengerti tentang informasi yang kita sampaikan. Selain itu, media juga dapat membantu dalam mengatasi banyak hambatan dalam pemahaman. Misalkan penyuluhan tentang HIV/AIDS dapat kita lihat dari rata-rata pengetahuan dan tingkat pengetahuan dari masing-masing kelompok dengan menggunakan media yang berbeda. Media  AVA merupakan media audiovisual dapat menutupi kelemahan dari masing-masing media audio dan media visual. Media AVA lebih jelas dan lebih relastis karena ada unsure suara (audio) dalam penyampaian informasi dan juga unsure penglihatan (visual) dengan banyak gambar dan sedikit tulisan yang ditampilkan akan mempermudah dalam memahami informasi yang disampaikan.[3] Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan (pembelajaran), sehingga dapat merangsang perhatian, minat, pikiran, dan perasaan konseli dalam kegiatan proses bantuan untuk mencapai tujuan tersebut. Krediabilitas penyuluhan akan bisa didongkrak apabila para penyuluh mampu menunjukkan kemampuannya sesuai tuntutan kebutuhan dan potensi masyarakat. Di sini penyuluh dituntut untuk terus meningkatkan kualifikasinya. Dengan kata lain penyuluh harus terus belajar. Sebaliknya, jika penyuluh tidak bisa mengikuti perubahan tersebut, krediabilitasnya akan semakin menurun dan ditinggalkan kliennya.
     Kondisi ini menunjukkan bahwa hanya dengan melalui proses belajar, penyuluh akan mampu menyesuaikan dengan perubahan dan perkembangan yang terjadi. Menurut Susanto (2008), tidak ada cara yang lebih tepat untuk meningkatkan kualitas SDM selain melalui belajar. Hanya dengan cara belajar kompetensi penyuluh dapat ditingkatkan. Para penyuluh dapat melakukan proses belajar melalui berbagai media belajar baik yang dirancang secara khusus (by design) maupun yang dimanfaatkan (by untilization).
1.      Karakteristik Pribadi Penyuluh
     Umur penyuluh PNS sebagian besar sudah relative tua. Rataan umur mencapai 51. Apabila dikaitkan dengan usia pension fungsional penyuluh PNS yaitu 60 tahun, dapat diprediksi bahwa sepuluh tahun ke depan jumlah penyuluh akan berkurang sekitar 76 persen. Pendidikan formal penyuluh lebih dari setengahnya sudah berpendidikan setingkat sarjana. Pengalaman kerja penyuluh juga sudah relative lama (berpengalaman) jika dikaitkan dengan umur penyuluh yang juga sudah tua, maka pengalaman kerja ini dibanding lurus dengan umur penyuluh. Artinya semakin tua umur  penyuluh, maka pengalaman kerjanya juga makin lama. Sedangkan aspek motivasi penyuluh dalam melaksanakan penyuluhan dalam kategori sedang dengan sebaran relative rendah.[4] Dapat disimpulkan bawah rendahnya karakteristik pribadi penyuluh disebabkan oleh motivasi dan tuntutan klien yang cenderung rendah, meskipun tingkat pendidikan formal tinggi.
2.      Karakteristik Lingkungan Penyuluh
     Karakteristik lingkungan penyuluhan yang terdiri dari : dukungan keluarga, dukungan kebijakan pemerintah kabupaten, dukungan keluarga penyuluh terhadap pemanfaatan media ditunjukan dengan tingkat kabupaten dalam menciptakan iklim bekerja yang kondusif sebarannya masih relative rendah.
3.      Intensitas Pemanfaatan Media
     Media yang dimaksudka dalam penelitian ini adalah media belajar, yaitu diartikan sebagai wahana yang dapat digunakan proses pembelajaran baik dalam pendidikan formal, non formal, maupun informal. Media belajar tersebut dikelompokkan menjadi tiga yaitu media massa, media terprogram dan media lingkungan. Intensitas pemanfaatan media massa adalah tingkat keseringan penyuluh dalam memanfaatkan berbagai media komunikasi public dalam meningkatkan kemampuannya. Bentuknya adalah Koran, majalah, buku, radio, televisi, dan internet. Media terpogram merupakan wahana komunikasi pembelajaran yang direncenakan secara khusus dalam menciptakan proses belajar guna meningkatkan potensi penyuluh.
4.      Faktor-faktor yang mempengaruhi intensitas pemanfaatan media
a.       Memfasilitasi kemudahan bagi penyuluh untuk mengakses media massa yang sesuai dengan kebutuhan mereka.
b.      Meningkatkan motivasi penyuluh dengan cara menciptkan lingkungan penyuluhan yang kondusif untuk pemanfaatan media belajar (proses belajar).
c.       Meningkatkan mutu pendidikan formal penyuluh yang tidak hanya sekedar mendapatkan ijazah untuk bisa menjadi penyuluh ahli, akan tetapi pendidikan formal harus ditempuh melalui sebuah proses untuk meningkatkan kemampuannya, termasuk memiliki kesadaran untuk pemanfaatan media sebagai proses belajar (tuntutan profesi penyuluhan). Dari referensi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa media bimbingan dan konseling penyuluhan adalah dari proses bimbingan dan konseling intensitas pemanfaatan media massa yang rendah disebabkan oleh tingkat kepemilikan media massa dan dukungan keluarga yang relative rendah, meskipun tingkat pendidikan formal tinggi. Rendahnya intensitas pemanfaatan media terprogram dan media lingkungan disebabkan oleh motivasi dan tuntutan klien yang cenderung rendah, meskipun tingkat pendidikan formal tinggi.
5.      Karakteristik Pribadi Penyuluh
     Umur penyuluh PNS sebagian besar sudah relative tua. Rataan umur mencapai 51. Apabila dikaitkan dengan usia pension fungsional penyuluh PNS yaitu 60 tahun, dapat diprediksi bahwa sepuluh tahun ke depan jumlah penyuluh akan berkurang sekitar 76 persen. Pendidikan formal penyuluh lebih dari setengahnya sudah berpendidikan setingkat sarjana. Pengalaman kerja penyuluh juga sudah relative lama (berpengalaman) jika dikaitkan dengan umur penyuluh yang juga sudah tua, maka pengalaman kerja ini dibanding lurus dengan umur penyuluh. Artinya semakin tua umur  penyuluh, maka pengalaman kerjanya juga makin lama. Sedangkan aspek motivasi penyuluh dalam melaksanakan penyuluhan dalam kategori sedang dengan sebaran relative rendah.
6.      Karakteristik Lingkungan Penyuluh
     Karakteristik lingkungan penyuluhan yang terdiri dari : dukungan keluarga, dukungan kebijakan pemerintah kabupaten, dukungan keluarga penyuluh terhadap pemanfaatan media ditunjukan dengan tingkat kabupaten dalam menciptakan iklim bekerja yang kondusif sebarannya masih relative rendah.


7.      Intensitas Pemanfaatan Media
     Media yang dimaksudka dalam penelitian ini adalah media belajar, yaitu diartikan sebagai wahana yang dapat digunakan proses pembelajaran baik dalam pendidikan formal, non formal, maupun informal. Media belajar tersebut dikelompokkan menjadi tiga yaitu media massa, media terprogram dan media lingkungan. Intensitas pemanfaatan media massa adalah tingkat keseringan penyuluh dalam memanfaatkan berbagai media komunikasi public dalam meningkatkan kemampuannya. Bentuknya adalah Koran, majalah, buku, radio, televisi, dan internet. Media terpogram merupakan wahana komunikasi pembelajaran yang direncenakan secara khusus dalam menciptakan proses belajar guna meningkatkan potensi penyuluh.
8.      Faktor-faktor yang mempengaruhi intensitas pemanfaatan media
d.      Memfasilitasi kemudahan bagi penyuluh untuk mengakses media massa yang sesuai dengan kebutuhan mereka.
e.       Meningkatkan motivasi penyuluh dengan cara menciptkan lingkungan penyuluhan yang kondusif untuk pemanfaatan media belajar (proses belajar).
f.       Meningkatkan mutu pendidikan formal penyuluh yang tidak hanya sekedar mendapatkan ijazah untuk bisa menjadi penyuluh ahli, akan tetapi pendidikan formal harus ditempuh melalui sebuah proses untuk meningkatkan kemampuannya, termasuk memiliki kesadaran untuk pemanfaatan media sebagai proses belajar (tuntutan profesi penyuluhan). Dari referensi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa media bimbingan dan konseling penyuluhan adalah dari proses bimbingan dan konseling intensitas pemanfaatan media massa yang rendah disebabkan oleh tingkat kepemilikan media massa dan dukungan keluarga yang relative rendah, meskipun tingkat pendidikan formal tinggi. Rendahnya intensitas pemanfaatan media terprogram dan media lingkungan disebabkan oleh motivasi dan tuntutan klien yang cenderung rendah, meskipun tingkat pendidikan formal tinggi.

C.    Pemanfaatan media bk dalam psikoterapi
     Penting bagi konselor sebagai komunikator atau membawa pesan untuk menggunakan media komunikasi dan media sosial ini dalam implementasi konseling dengan teknik. Hal ini untuk menunjang sampai nya pesan dan menarik perhatian dari klien untuk mengikuti proses konseling.[5] Dapat disimpulkan bahwa psikoterapi adalah implikasi dari pada fenomena psikologi dan kondisi psikologi manusia yan bermasalah. Menurut effendi (2013), terdapat beberapa faktor psikologis yang mempengaruhi efektivitas pelaku komunikasi atau komunikator.  Beberapa diantaranya adalah redibilitas dan atraksi. Redibilitas ini dapat dicapai oleh konselor dengan cara meningkatkan pengetahuan dan mengasah keterampilan dalam penerapan konseling. Menurut Johnson (2014), salah satu keterampilan mengirimkan pesan agar pesan dapat diterima dengan baik adalah menyesuaikan cara penyampaian pesan. dalam konteks implementasi konseling menggunakan teknik enam kontinum konselor dapat menggunakan teknologi dan media sosial untuk menyesuaikan pihak klien. Sehingga, diharapkan pesan-pesan yang disampaikan dalam konseling dapat diterima dengan baik. Selain itu, media sosial dan teknologi ini diharapkan dalam mempermudah pihak klien dalam melaksanakan proses konseling. Selanjutnya, langkah pendekatan konseling dapat menggunakan beberapa model seperti, pendekatan psikoanalisis dengan teknik analisis mimpi, asosiasi bebas atau pendekatan lain yang menyentuh alam bahwa sadar dan perilaku seperti pendekatan behavioral. Pendekatan ini dipilih karena sesuai dengan jenis permasalahan yang menimpa kaum gay yang muncul dikarenakan beberapa aspek: (1) trauma masa lalu, (2) pengaruh hormone, (3) lingkungan sekitar (Pappas & Ghosse, 2013).
     Berdasarkan penjelasan tersebut, model konseling teknik enam kontinum dengan menggunakan media sosial dan komunikasi yang modern ini berbeda dengan konseling dan psikoterapi model lain. Konseling dan psikoterapi model lain misalkan terapi conversy dan terapi reparative yaitu sebuah terapi yang bertujuan untuk mengubah atau mengembalikan orientasi seksual LGBT (Barlett, 2018; Wright, Candy, dan King, 2018; Mallori, Brown, dan Conron, 2018). Terapi konversi dan terapi reparative memiliki persamaan dengan konseling teknik enam kontinum, yaitu sama-sama bertujuan mengembalikan orientasi seksual seseorang. Akan tetapi, terapi konversi dan reparative ini belum tentu menggunakan perspektif atau nilai agama. Adapun model konseling teknik enam kontinum ini berupaya mengintegrasikan perspektif konseling dengan agama islam. Model konseling teknik enam kontinum dengan menggunakan media komunikasi modern ini juga berbeda dengan konsep bimbingan dan konseling islam untuk LGBT yang dirumuskan oleh Dorres (2016) dan Faizin (2016). Konsep bimbingan dan konseling islam tersebut masih merupakan konsep umum, sedangkan konseling dengan model enam kontinum ini sudah sampai pada penjabara setiap sesi dan implementasi. Konseling teknik enam kontinum dengan menggunakan media komunikasi yang modern ini juga berbeda dengan teknik konseling berbasis spiritual yang diteliti oleh Adriansyah (2018).
Terdapat dua istilah yang sering digunakan konselor dalam memberikan penyembuhan atau treatment terhadap klien, yaitu terapi (theraphy) dan psikoterapi (psychoteraphy). Menurut Andi Mappiare, terapi (theraphy) adalah suatu proses korektif atau kuratif, atau penyembuhan, lazim dipakai dalam bidang medical (kedokteran), istilah terapi kerap digunakan secara bergantian dengan konseling (counseling) dan psikoterapi (psychoteraphy). Kata terapi (therapy) dalam bahasa inggris memiliki arti pengobatan da penyembuhan sedangkan dalam bahasa arab kata terapi sama dengan al-istisyfa yang berasal dari syafa-yasyfi-syifa yang artinya menyembuhkan. Istilah ini telah digunakan oleh Muhammad Abd al-Aziz al-Khalidi, kata-kata syifa banyak dijumpai dalam Al-Qur’an diantaranya pada surah Yunus/10:57, yaitu:[6] dapat disimpulkan bahwa sebuah perawatan yang memiliki basis kerjasama didalam sebuah hubungan antara pasien dan juga psikolog.
يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءَتْكُمْ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَشِفَاءٌ لِمَا فِي الصُّدُورِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ
Artinya:Hai manusia, sesungguhnya telah dating kepadamu pelajaran dari tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman (Q.S Yunus/ 10:57).
Psikoterapi (psychoteraphy) yaitu pengobatan jiwa dengan cara kebatinan atau penerapan teknik khusus (termasuk pendekatan konseling) pada penyembuhan penyakit mental atau kesulitan-kesulitan penyesuaian diri setiap hari, atau penyembuhan melalui keyakinan agama dan diskusi dengan para pakar, baik guru, ustaz maupun konselor. Psikoterapi dapat juga dikatakan perawatan denga menggunakan alat-alat psikologis terhadap permasalahan yang berasal dari kehidupan emosional, dimana seorang ahli sengaja menciptakan hubungan professional dengan klien/pasien dengan tujuan menghilangkan, mengubah, atau menurunkan gejala-gejala yang ada, memperbaiki tingkah laku yang rusak serta meningkatkan pertumbuhan serta perkembangan kepribadian yang positif.[7] Dapat disimpulkan bahwa serangkaian metode berdasarkan ilmu-ilmu psikologi yang digunakan untuk membantu seseorang mengatasi permasalahan mental atau psikologis
D.    Pemanfaatan Media Bimbingan dan Konseling disekolah
Tidak dapat disangkal bahwa saat ini kita hidup dalam dunia teknologi. Hampir seluruh sisi kehidupan kita bergantung pada kecanggihan teknologi, terutama teknologi komunikasi. Bahkan menurut Peling ketergantungan kepada teknologi ini tidak saja dikantor tetapi sampai dirumah-rumah. Konseling sebagai usaha bantuan pada siswa, saat ini telah mengalami perubahan-perubahan yang sangat cepat. Perubahan ini ditemukan pada bagaimana teori-teori konseling muncul sesuai dengan kebutuhan masyarakat atau bagaimana media teknologi bersinggungan dengan konseling. Media dengan konseling antara lain adalah computer dan perangkat audiovisual. Computer merupakan salah satu media yang dapat dipergunakan oleh konselor dalam proses konseling.[8] Dapat disimpulkan bahwa kemajuan dibidang teknologi informasi yang menawarkan berbagai kemudahan dalam komunikasi dan interaksi social manusia di belahan bumi mana pun berada.
Peling menyatakan bahwa penggunaan computer (internet) dapat dipergunakan untuk membantu siswa dalam proses pilihan karir sampai pada tahap pengambilan keputusan pilihan karier. Hal ini sangat memungkinkan, karena membuka internet maka siswa dapat melihat banyak informasi atau data yang dibutuhkan untuk menentukan pilihan studi lanjut atau pilihan karier nya data-data yang di dapat melalui internet, dapat dianggap sebagai data yang dapat dipertanggung jawabkan dan masuk akal. Data atau informasi yang didapat melalui internet adalah data-data yang sudah memiliki tingkat validitas tinggi. Selain penggunaan internet seperti yang telah diuraikan diatas dapat dipergunakan pula software seperti microfosoft powerpoint. Software ini dapat membantu konselor dalam menyampaikan bahan bimbingan secara interaktif.
Melalui program ini yang ditayangkan tidak saja berupa tulisan-tulisan yang mungkin sangat membosankan, tetapi dapat juga ditampilkan gambar-gambar dan suara-suara yang menarik yang tersedia dalam program powerpoint. Melalui fasilitas ini konselor dapat pula memasukkan gambar-gambar diluar fasilitas power point, sehingga sasaran yang dicapai menjadi lebih optimal. Gambar-gambar yang disajikan melalui program powerpoint tidak statis seperti yang terdapat pada Over Head Projector(OHP).[9] Dari referensi diatas dapat disimpulkan bahwa media bimbingan dan konseling dapat dikemukakan melakukan uji validitas dan melakukan revisi dalam mengembangkan sebuah media dalam layana bimbingan dan konseling.

     Sadiman (2002) menyatakan bahwa kegiatan belajar dan kegiatan layanan bimbingan dan konseling dikelas pada dasarnya adalah proses komunikasi. Hal ini menunjukkan bahwa konselor atau guru pembimbing sebagai sumber informasi. ini dapat melalui cara-cara biasa seperti berbicra kepada siswa, atau melalui perantara yang disebut sebagai media.
     Briggs (Sadirman, dkk, 2002) menyatakan bahwa media adalah segala alat fisik yang dapat menyajikan pesan serta merangsang siswa untuk belajar dan menerima layanan bimbingan dan konseling. Media komunikasi yang dimaksud adalah media untuk membantu pelaksanaan bimbingan dan konseling disekolah. Media dapat dibedakan menjadi 2 yaitu :
1.      Media sederhana (simple media)
Yaitu media yang dapat dibuat sendiri oleh guru dan biasanya tidak memerlukan arus listrik dalam penyajiannya. Termasuk dalam media serdehana , yaitu gambar diam, grafis, display, dan realita.[10] Dapat disimpulkan bahwa media yang berbasis teknologi, dapat dibuat sendiri dan tidak memerlukan media mahal.
2.      Media canggih (sophisticate media)
Yaitu media yang hanya dapat dibuat di pabrik dan biasanya memerlukan listrik dalam penyajiannya. Termasuk dalam media canggih , yaitu radio, tape , TV, CD, VCD, DVD, proyektor, computer dan lain-lain.
memvasisualisasikan sesuatu sekaligus memberikan informasi atau pesan audio digunakan guru untuk meningkatkan motivasi belajar siswa seperti slide suara, film,  dsb.
E.     Bentuk –bentuk media dan aplikasinya dalam layanan media bimbingan dan   konseling disekolah
      Media sebagai saran akomunikasi yang berfungsi sebagai perantara pesan memiliki berbagai manfaat yang sangat besar , khususnya dalam aplikasi dibidang penddikan termasuk bimbingan dan konseling.[11] Dapat disimpulkan bahwa sebagai alat bantu yang dapat disampaikan melalui bahasa tulisan, dan media cetak untuk membantu guru dalam pengelolaan kegiatan pembelajaran. Beberapa jenis media yang dapat diaplikasikan dalam bidang pendidikan pada umumnya, sera dalam pelayanan bimbingan konseling disekolah antara lain:
1.    Media hasil teknologi cetak
     Media hasil teknologi cetak adalah berbagi media yang dipergunakan untuk kepentingan pendidikan yang bentuknya dihasilkan dari  hasil teknologi percetakan atau mesin percetakan teknologi ini menghasilkan materi dalam bentuk salinan tercetak seperti buku. Berbgai media cetak dapat diaplikasikan dalam layanan bimbingan dan konseling.[12]Dapat disimpulkan bahwa “media cetak adalah suatu media yag statis dan mengutamakan pesan-pesan visual, media ini terdiri dari lembran dengan sejumlah kata, gambar, atau foto,dalam tata warna dan halaman putih”
a.       Poster, poster dalam aplikasi program layanan BK berperan sebagai “poster pendidikan”yang memiliki nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam isi pesan yang disampaikan . misalnya: poster menjaga kebersihan sekolah.
b.      Media cetak internal, seperti bulletin , news letter, majalah dan tabloid, sangat efektif untuk membantu program BK. Jika sebuah sekolah memiliki media internal semacam ini, tentunya akan memacu kreativitas siswa-siswa , serta menambah pengetahuan dan wawasan. media  terapi bagi permasalahan yang dihadapi siswa , karena melalui ini kita dapat menghadirkan profile-profile sosok ideal yang inspiratif untuk dapat menjadi tauladan bagi siswa-siswa disekolah.
2.    Media hasil teknologi audio
     Media hasil teknologi adalah berbagai media yang dihasilkan oleh mesin-mesin elektronik penghasil suara atau dengan menyampaikan materi dengan menggunakan mesin –mesin mekanis dan elektronik untuk menyajikan pesan-pesan audio, materi pendidikan yang disampaiakan melalui audio berincikan perangkat keras selama proses berlangsung, seperti speaker atau sound system, tape recouder dan pesawat radio.
      Ada beberapa jenis media yang dapat dikelompokkan dalam media audio dan dapat diaplikasikan dalam program BK baik secara individual maupun kelompok.media tersebut antara lain: siaran radio, rekaman kaset, atau rekaman compast disc, atau piringan hitam serta alat perekam suara. Alat media yang sering digunakan dalam BK adalah perekam, atau recorder yang sekaligus dapat memutarnya atau sebagai player (seperti tape recorder, multi player yang memiliki yang memiliki fasilitas recorder, headphone, dan pemancaran sekaligus pesawat radio).
3.    Media hasil teknologi computer
     Teknologi berbasis computer merupakan cara menghasilkan atau menyampaikan materi dengan menggunakan sumber-sumber yang berbasis mikro-prosedur sebagai jantung meproses data. Ada beberapa jenis media yang dapat dikelompokkan dalam media digital computer dan dapat diaplikasikan dalam program BK baik secra individu maupun kelolompok , media tersebut antara lain : internet email, milis, blog, jejaring sosial, website, penyimpanan data dan ebook. Alat media yang sering digunakan untuk menyajikan nya dalam BK adalah seperangkat computer yang terhubung ke internet, laptop ,atau netbook serta modem untuk akses internet dan handphone yang juga sudah terkoneksi ke internet.
4.    Media aktivitas
     Media aktivitas merupakan media yang dapat menggali pengalaman langsung siswa. Banyak sekali media aktivitas yang dapat menjadi sarana dalam BK disekolah, misalnya karya wisata, studi banding, praktik kerja lapangan, dan permainan. Setiap konteks antara para pemain yang berinteraksi satu sama lain dengan mengikuti aturan-aturan tertentu dan untuk mencapai tujuan –tujuan tertentu pula. Setiap permainan harus memiliki empat komponen yaitu, adanya permain, lingkungan tempat berinteraksi, adanya  aturan dan tujuan-tujuan tertentu yang ingin dicapai.
5.    Media sebagai penyaluran pesan
     Mengajar tidak hanya berpikir tentang guru sebagai sumber pesan, akan tetapi juga berfikir tentang siswa sebagai penerima pesan.
Berikut merupakan beberapa contoh media diantaranya adalah:
a.         Media untuk menyampaikan informasi selebaran, leaflet, booklet, dan papan bimbingan.
b.         Media sebagai alat (pengumpulan data )
1.        Media pengumpulan data seperti: angket, pedoman, wawancara, lembaran observasi berupa anekdo record, daftar cek, skala penilaian device, camera, tape.
2.        Media menyimpan data seperti: kartu pribadi, buku pribadi, map, disket, folder, filing , cabinet, almari, rak dll.
c.         Media sebagai alat bantu dalam memberikan group information .
d.        Media audiktif : radio, tape
e.         Media visual : gambar, foto, lukisan dll
f.       Media auidio visual : film yang ada suaranya


C.       Manfaat yang dapat diperoleh pengunan media dalam bimbingan dan konseling disekolah itu sendiri yaitu antara lain:
1.      Dapat membuat proses belajar mengajar menjadi lebih menarik dan lebih interaktif karena pengunan media dapat meningkatkan rasa ingin tahu , sikap positif dan motivasi belajar siswa.
2.      Pengajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat menimbulkan motivasi.
3.      Dapat mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya indera karena rumit dapat digunakan untuk memanipulasi objek dan pariwisata.
4.      Bahan pelajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih dipahami.
5.      Metode mengajar akan lebih bervariasi.[13] Dapat disimpulkan bahwa dikemajuan era globalisasi untuk mengimbangi pesat nya perkembangan teknologi komunikasi dan informasi agar dapat memberikan bantuan yang maksimal bagi permasalahan yang dihadapi siswa

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Media adalah sesuatu yang berupa peralatan yang dapat dipakai dan dimanfaatkan untuk merangsang perkembangan dari berbagai aspek baik itu fisik, motorikm, social, emosi kognitif, kreatifitas dan bahasa sehingga mampu mendorong dan memudahkan terjadinya proses belajar mengajar. Sehingga pesan yang ingin disampaikan dapat diterima dari baik oleh penerima pesan melalui media yang digunakan dalam melaksanakan proses layanan bimbingan dan konseling juga membutuhkan sehingga dapat membantu para konselor dalam pelaksanaan layanan bk.
B. Saran
Demikianlah makalah yang kami susun, semoga dapat memberikan manfaat bagi penyusun pada khususnya pembaca pada umumnya. Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan.





DAFTAR PUSTAKA

A. Said Hasan Basri, “Jurnal Dakwah”, Vol XI No. 01, Januari-Juni 2010

Ahmad Muntaha, Jurnalistik dan Produksi Media Sekolah, Yogyakarta: Global Pustaka Utama, 2009.

Andi Mappiare, Kamus Istilah Konseling & Terapi Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2006

Andrian D. Hagijanto”Jurnal Pendidikan Media Pembelajaran”, Vol 02 No.02 Agustus 2009

Arifin. Pedoman Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan Agama.Jakarta: PT. Golden Terayon Press. 1092

D Riswanto, “jurnal civic education”, Vol 03 No.01 Juni 2019

Iwan Fala Hudin, “Jurnal Lingkar Widia Iswara, Vol 01 No.4 Oktober-Desember 2014

K Rajab “Jurnal Akidah dan Pemikiran Islam, Vol. 02 No. 15 2006

Lahmudin Lubis, Landasan Formal Bimbingan Konseling di Indonesia (Bandung: Citapustaka Media Perintis, 2011

M Efendi,”Peran Konselor dalam Mengantisipasi Krisis Moral Anak dan Remaja melalui Pemanfaatan Media”Jurnal Bikotetik, Vol 01 No. 02 Tahun 2017, 37-72

MD Ismowati, S.Mulidah “Efektivitas Media AVA”. Jurnal kebidanan,Vol 2 No. 5 Oktober 2013

NadinePelling. The Use Technology In Career Counseling. Journal of Technology in Counseling. 2002. Vol 22.

Prasetiawan, H., & Alhadi, S. 2018. Pemanfaatan Media Bimbingan dan Konseling di Sekolah Menengah Kejuruan Muhammadiyah se-Kota Yogyakarta. Jurnal Kajian Bimbingan dan Konseling, 3(2), 87-98.



[1] M Efendi,”Peran Konselor dalam Mengantisipasi Krisis Moral Anak dan Remaja melalui Pemanfaatan Media”Jurnal Bikotetik, Vol 01 No. 02 Tahun 2017, 37-72
[2] Arifin. Pedoman Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan Agama.(Jakarta: PT. Golden Terayon Press. 1092) hal 1-2
[3] MD Ismowati, S.Mulidah “Efektivitas Media AVA”. Jurnal kebidanan,Vol 2 No. 5 Oktober 2013
[4] D Riswanto, “jurnal civic education”, Vol 03 No.01 Juni 2019
[5] K Rajab “Jurnal Akidah dan Pemikiran Islam, Vol. 02 No. 15 (2006)
[6] Andi Mappiare, Kamus Istilah Konseling & Terapi (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2006), h. 334.
[7] Lahmudin Lubis, Landasan Formal Bimbingan Konseling di Indonesia (Bandung: Citapustaka Media Perintis, 2011) h.197
[8] A. Said Hasan Basri, “Jurnal Dakwah”, Vol XI No. 01, Januari-Juni 2010
[9] NadinePelling. The Use Technology In Career Counseling. Journal of Technology in Counseling. 2002. Vol 22.
[10] Iwan Fala Hudin, “Jurnal Lingkar Widia Iswara, Vol 01 No.4 Oktober-Desember 2014
[11] Ahmad Muntaha, Jurnalistik dan Produksi Media Sekolah, Yogyakarta: Global Pustaka Utama, 2009.
[12] Andrian D. Hagijanto”Jurnal Pendidikan Media Pembelajaran”, Vol 02 No.02 Agustus 2009
[13] Prasetiawan, H., & Alhadi, S. (2018). Pemanfaatan Media Bimbingan dan Konseling di Sekolah Menengah Kejuruan Muhammadiyah se-Kota Yogyakarta. Jurnal Kajian Bimbingan dan Konseling, 3(2), 87-98.

Friday, October 4, 2019

TAFSIR AYAT-AYAT YANG BERKENAAN DENGAN HAKIKAT MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK RELIGIUS


TAFSIR AYAT-AYAT YANG BERKENAAN DENGAN HAKIKAT MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK RELIGIUS
Dosen Pengampu :
Ilzami Mahmudah, S.Pd., M.Ag.




Disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Tafsir

Disusun Oleh  :
KELOMPOK 4  (BKI E)
Nurul Meisita              (1841040317)
Radhita Indah Saputri            (1841040328)
Rona Nur Fadhilah     (1841040338)


BIMBINGAN KONSELING ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG
TA. 2019/ 1441 H 




KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Segala puji bagi Allah SWT. Yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Sholawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu nabi Muhammad SAW yang kita nanti-nantikan syafaatnya di akhir nanti.
Kami telah menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, kami mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Demikian, dan apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini kami mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Kami juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak khususnya kepada dosen Tafsir kami Ibu Ilzami Mahmudah, S.Pd., M.Ag. yang telah membimbing kami dalam menulis makalah ini.
Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terimakasih.
                                                           
Bandar Lampung, Oktober 2019

Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................ii
DAFTAR ISI.....................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah......................................................... 1
B.     Rumusan Masalah.............................................................................. 2
C.     Tujuan Penulisan................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN
A.    Manusia Sebagai Makhluk Religius.......................................... 3
B.     Konsep Manusia Sebagai Makhluk Religius...............................6

BAB III KESIMPULAN
a.       Kesimpulan........................................................................................ 13

DAFTAR PUSTAKA





BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Manusia diciptakan Tuhan Yang Maha Kuasa di muka bumi ini sebagai makhluk yang paling sempurna dibandingkan dengan makhluk lain. Melalui kesempurnaannya itu manusia bisa berpikir, bertindak, berusaha, dan bisa menentukan mana yang benar dan baik. Di sisi lain, manusia meyakini bahwa dia memiliki keterbatasan dan kekurangan. Mereka yakin ada kekuatan lain, yaitu Tuhan Sang Pencipta Alam Semesta. Oleh sebab itu, sudah menjadi fitrah manusia jika manusia mempercayai adanya Sang Maha Pencipta yang mengatur seluruh sistem kehidupan di muka bumi.
Dalam kehidupannya, manusia tidak bisa meninggalkan unsur Ketuhanan. Manusia selalu ingin mencari sesuatu yang sempurna. Dan sesuatu yang sempurna tersebut adalah Tuhan. Hal itu merupakan fitrah manusia yang diciptakan dengan tujuan untuk beribadah kepada Tuhannya.
Oleh karena fitrah manusia yang diciptakan dengan tujuan beribadah kepada Tuhan Yang Maha Esa, untuk beribadah kepada Tuhan pun diperlukan suatu ilmu. Ilmu tersebut diperoleh melalui pendidikan. Dengan pendidikan, manusia dapat mengenal siapa Tuhannya. Dengan pendidikan pula manusia dapat mengerti bagaimana cara beribadah kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Melalui sebuah pendidikan yang tepat, manusia akan menjadi makhluk yang dapat mengerti bagaimana seharusnya yang dilakukan sebagai seorang makhluk Tuhan. Manusia dapat mengembangkan pola pikirnya untuk dapat mempelajari tanda-tanda kebesaran Tuhan baik yang tersirat ataupun dengan jelas tersurat dalam lingkungan sehari-hari.



B.     Rumusan Masalah
1.      Apa Saja Fungsi Manusia Sebagai Makhluk Religious?
2.      Apa Konsep Manusia Sebagai Makhluk Religius?

C.    Tujuan Penulisan
1.      Untuk Mengetahui Fungsi Manusia Sebagai Makhluk Religious
2.      Untuk Mengetahui Konsep Manusia Sebagai Mahkluk Religius



BAB II
PEMBAHASAN

A.    MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK RELIGIUS
Kata "religius" berasal dari kata "religi" yang berarti khidmat dalam pemujaan, sikap dalam hubungan dengan hal yang suci dan supra natural yang dengan sendirinya menuntut hormat dan khidmad (Shadaly, 1984: 278). Pengertian yang lebih singkat dikemukakan oleh Dojosantoso (1986: 3) bahwa religius adalah keterikatan manusia pada Tuhan sebagai sumber ketentraman dan kebahagiaan. keterikatan manusia secara sadar terhadap Tuhan merupakan sikap manusia "religius" manusia religius dapat diartikan sebagai manusia yang berhati nurani serius, shaleh, teliti dalam pertimbangan batin (Mangunwijaya, 1982: 194).
Sedangkan istilah agama atau religion dalam bahasa Inggris berasal dari bahasa latin religio yang berarti agama, kesucian, kesalahan, ketelitihan batin, religare yang berarti mengikatkan kembali, pengikatan bersama (Djamari, 1988: 8). Manusia diciptakan Tuhan Yang Maha Kuasa di muka bumi ini sebagai makhluk yang paling sempurna dibandingkan dengan makhluk lain. Melalui kesempurna-annya itu manusia bisa berpikir, bertindak, berusaha, dan bisa menentukan mana yang benar dan baik. Di sisi lain, manusia meyakini bahwa dia memiliki keterbatasan dan kekurangan. Mereka yakin ada kekuatan lain, yaitu Tuhan Sang Pencipta Alam Semesta.[1] Oleh sebab itu, sudah menjadi fitrah manusia jika manusia mempercayai adanya Sang Maha Pencipta yang mengatur seluruh sistem kehidupan di muka bumi. Dalam kehidupannya, manusia tidak bisa meninggalkan unsur Ketuhanan. Manusia selalu ingin mencari sesuatu yang sempurna. Dan sesuatu yang sempurna tersebut adalah Tuhan.[2]
Hal itu merupakan fitrah manusia yang diciptakan dengan tujuan untuk beribadah kepada Tuhannya. Menurut Noor Syam (2006: 97) wawasan religius mengandung makna bahwa sesungguhnya manusia mengerti sesuatu makna dan nilainya hanya berkat petunjuk ilahi atau dikataakan hidayah dari sang Maha Pencipta. Kesadaraan ini mengandung makna mendasar sebagai keyakinan untuk melakukan perintah Ilahi dan menjauhi laranganNya.
Adapun nilai religius menurut Suwondo (1994: 65) adalah:
1.         Keimantauhidan manusia terhadap Tuhan.
2.         Keteringatan manusia terhadap sifat Tuhan.
3.         Ketaatan manusia terhadap firman Tuhan.
4.         Kepasrahan manusia terhadap kekuasaan Tuhan.
Berbicara tentang agama terhadap kehidupan manusia memang cukup menarik, khususnya agama islam. Hal ini tidak terlepas dari tugas para nabi yang membimbing dan mengarahkan manusia kearah kebaikan yang hakiki dan juga para nabi sebagai figur konselor yang sangat mumpuni dalam memecahkan permasalahan (problem solving) yang berkaitan dengan jiwa manusia, agar manusia keluar dari tipu daya syaiton. Seperti tertuang dalam ayat berikut:
وَالْعَصْرِ (1) إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ (2) إِلَّا الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ

(QS Al-Ashr ayat 1-3)
Emile Durkheim (1912) memaparkan dasar-dasar religi dengan empat dasar komponen, yaitu :
1.       emosi keagamaan, sebagai suatu substansi yang menyebabkan manusia menjadi religius;
2.      sistem kepercayaan yang mengandung keyakinan serta bayangan-bayangan manusia tentang sifat-sifat Tuhan atau yang dianggap sebagai Tuhan, serta tentang wujud dari alam gaib (supernatural);
3.      Sistem upacara religius yang bertujuan mencari hubungan manusia dengan Tuhan, Dewa-dewa atau Mahluk-mahluk halus yang mendiami alam gaib;
4.      kelompok-kelompok religius atau kesatuan-kesatuan sosial yang menganut sistem kepercayaan tersebut.[3]
Keempat komponen tersebut terjalin erat satu dengan yang lainnya menjadi suatu sistem yang terintegrasi secara bulat dalam diri manusia, sehingga manusia menjadi makhluk religi yang menyandarkan kehidupannya kepada Tuhan.
            Manusia merupakan makhluk yang paling sempurna pencitraannya yang berarti manusia mempunyai akal pikiran, perasaan dan emosi dan dapat mengaktualisasikan dirinya karena apa yang ia punya merupakan bekal dapat hidup di dunia dan akhirat dengan baik.[4]


B.     Konsep Manusia Sebagai Makhluk Religius
Sejak dulu manusia telah mencurahkan segenap perhatian dan usahanya untuk mengetahui dirinya dan telah banyak pula penelitian ilmuwan, filosof, sastrawan dan para ahli di bidang psikologi dan kerohanian untuk memahami konsep dirinya namun ternyata manusia hanya mampu mengetahui beberapa segi tertentu saja dari dirinya, manusia benar-benar tidak mengetahui eksistensi dirinya secara seutuhnya. Pada hakekatnya menurut Carrel (4:4), keterbatasan pengetahuan manusia tentang dirinya itu sekurang-kurangnya disebabkan oleh tiga hal:
1)         Pembahasan tentang manusia agaknya terlambat dilakukan karena awalnya perhatian manusia hanya tertuju pada penyelidikan tentang alam materi.
2)         Ciri akal manusia yang lebih cenderung tidak suka memikirkan hal-hal yang kompleks. Kalau menurut Bergson hal ini disebabkan oleh sifat akal kita, yang tidak mampu mengetahui hakekat hidup.
3)         Sifat masalah manusia itu sendiri yang multikompleks.[5]
Terkait dengan penjelasan di atas, kaum agamawan menjelaskan bahwa hal itu disebabkan karena manusia merupakan satu-satunya makhluk yang dalam unsur penciptaannya terdapat ruh Ilahi, sedangkan manusia tidak diberi pengetahuan tentang ruh itu/urusan Allah, kecuali sedikit (QS. al-Isra, 17: 85)
وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الرُّوحِ ۖ قُلِ الرُّوحُ مِنْ أَمْرِ رَبِّي وَمَا أُوتِيتُمْ مِنَ الْعِلْمِ إِلَّا قَلِيلًا
 Jadi jelas yang terbaik untuk mengenal siapa manusia adalah dengan merujuk kepada wahyu Ilahi, agar kita dapat menemukan jawabannya. Al-Qur’an adalah satu-satunya wahyu Ilahi yang paling dapat diandalkan dalam masalah ini.. Ada tiga kata yang digunakan al-Qur' an untuk menunjuk arti manusia, yaitu: insan atau ins dan al-nas atau unas; kata basyar dan kata bani adam atau dzurriyat adam: Uraian ini secara khusus akan mengarahkan pandangan pada kata basyar dan kata insan. (QS al-Kahf, 18:110 ).
قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَىٰ إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَٰهُكُمْ إِلَٰهٌ وَاحِدٌ ۖ فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا
Dari sisi lain dapat diamati, banyak ayat-ayat al-Qur'an yang menggunakan kata basyar yang mengisyaratkan bahwa proses kejadian manusia sebagai basyar melalui tahap-tahap(Al-Insyaqaaq, 84:19 dan Al-Mumin 40:67) sehingga mencapai tahap kedewasaan dalam kehidupannya, dan menjadikannya mampu memikul suatu tanggung jawab (amanat).
Dan karena itu pula, tugas khilafah dibebankan kepada basyar (QS.Al Baqarah 2:30), dan QS. An-Nur24:55,) yang rnenggunakan kata khalifah, yang keduanya mengandung pemberitaan Tuhan kepada malaikat tentang manusia dan meneguhkan bagi manusia agama yang diridhai-NYA. Sedangkan kata insan terambil dari akar kata uns yang berarti jinak, harmonis dan tampak. Kata insan digunakan al-Qur' an untuk menunjuk kepada manusia dengan seluruh totalitasnya, jiwa dan raga, psikis dan fisik (QS Al-Sajdah 32:9)
ثُمَّ سَوَّاهُ وَنَفَخَ فِيهِ مِنْ رُوحِهِ ۖ وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَالْأَفْئِدَةَ ۚ قَلِيلًا مَا تَشْكُرُونَ
            Manusia yang berbeda antara seseorang dengan yang lainnya, adalah akibat perbedaan fisik, psikis (mental) dan kecerdasan , jelas sekali kita dapat melihat bahwa al-Qur'an menyebutkan jiwa manusia sebagai suatu sumber khas pengetahuan.[6] Menurut al-Qur'an seluruh alam raya ini merupakan manifestasi Allah.
Sedangkan menurut Syamsu Yusuf sifat hakiki manusia adalah mahluk beragama (homo religius), yaitu mahluk yang mempunyai fitrah untuk memahami dan menerima nilai-nilai kebenaran yang bersumber dari agama itu (QS al Araf: 172)
وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِنْ بَنِي آدَمَ مِنْ ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَىٰ أَنْفُسِهِمْ أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ ۖ قَالُوا بَلَىٰ ۛ شَهِدْنَا ۛ أَنْ تَقُولُوا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ هَٰذَا غَافِلِينَ
bagi rujukan sikap dan prilakunya. Dalam al-qur’an manusia diciptakan sebaik-baiknya (QS At Tin 95-4) dan dalam fitrahnya memiliki sekumpulan unsur surgawi nan luhur, yang berbeda dengan unsur-unsur badani yang ada pada hewan, tumbuhan dan benda-benda tak bernyawa. Unsur itu merupakan senyawa antara alam nyata dan metafisis, antara rasa dan nonrasa(materi), antara jiwa dan raga (QS: as:Sajdah, 32: 7-9). Penciptaan manusia benar-benar telah diperhitungkan secara teliti, bukan suatu kebetulan. karenanya, manusia merupakan makhluk pilihan.
AI-Qur'an menuturkan: Kemudian Tuhannya memilihnya, menenma tobatnya, dan membimbingnya (QS. Thaha, 20: 122). Manusia bersifat bebas dan merdeka. Mereka diberi kepercayaan penuh oleh Tuhan, diberkati dengan risalah yang diturunkan melalui para nabi dan dikaruniai rasa tanggung jawab. Mereka diberi amanah dan dibekali kemampuan oleh Allah namun mereka dzalim terhadap dirinya sendiri (QS. Al-Ahzab, 33: 72dan Al-Insan, 76: 2-3).[7]
Manusia berulangkali diangkat derajatnya karenaaktualisasi jiwanya secara positif , sebaliknya berulangkali pula manusia direndahkan karena aktualisasi jiwa yang negatif. Mereka dinobatkan jauh mengungguli alam surgawi, bumi dan bahkan para malaikat (QS Al Israa 17:70), tetapi pada saat yang sama, mereka bisa tak lebih berarti dibandingkan dengan makhluk hewani. Manusia dihargai sebagai makh1uk yang mampu menaklukkan alam, namun bisa juga mereka merosot menjadi "yang paling rendah dari segala yang rendah", juga karena mengembangkan sisi negative, jiwanya menyimpang dari jati diri (fitrah) mereka sendiri. Beberapa sifat dan potensi manusia banyak ditemukan dalam ayat-ayat Al-Qur'an ada yang dengan terang menjelaskan bahwa manusia diciptakan dengan sebaik-baiknya hingga dimuliakan dibanding dengan kebanyakan mahluk-makhluk yang lain (QS. Al-Isra 17: 70). Tetapi, sering pula manusia mendapat celaan Tuhan karena ia amat lalim (aniaya) mengingkari nikmat (QS. Ibrahim, 14: 34). Hal ini bukan berarti ayat-ayat Al-Qur'an bertentangan antara satu dengan yang lainnya, akan tetapi Al-Qur' an menunjukkan bahwa manusia mempunyai potensi positif yang harus selalu dijaga dan dikembangkan , sedangkan sisi lainnya berpotensi negative yang ditunjukkan dengan beberapa kelemahan manusia yang sebaiknya harus dihindari. karena bila tidak dikendalikan akan muncul dan tumbuh sisi negatif pada dirinya.
a.         Sisi Positif manusia
Beberapa sisi positif manusia yang disebut dalam Al-Qur'an diantaranya :
1)         Manusia adalah khalifah Tuhan di bumi (lihat, misalnya QS.Al-Baqarah, 2:
30, QS. al-An'am, 6: 165).
2)         Dibandingkan dengan semua makhluk yang lain, Manusia mempunyai
kapasitas intelegensi yang paling tinggi (QS. al-Baqarah, 2: 31-33). Manusia mempunyai kecenderungan dekat dengan Tuhan. Dengan kata lain, manusia sadar akan kehadiran Tuhan jauh didasar sanubari mereka. Segala keraguan dan keingkaran kepada Tuhan sesungguhnya muncul ketika terlalu memperhatikan diri dan masalah keduniawian
3)         Manusia memiliki kesadaran moral. Mereka dapat membedakan yang baik
dari yang jahat melalui inspirasi fitri yang ada pada mereka (QS. Asy- Syam, 91: 78).
4)         Jiwa manusia tidak akan pemah damai, kecuali dengan mengingat Allah.[8]
Keinginan mereka tidak terbatas, mereka tidak pernah puas dengan apa yang telah mereka peroleh. Di lain pihak, mereka lebih berhasrat untuk ditinggikan ke arah perhubungan dengan Tuhan Yang Maha Abadi (QS. Ar-Ra'd, 13: 28) Manusia diciptakan Tuhan agar menyembah-Nya; dan tunduk patuh kepada-Nya, dan merupakan tangungjawab yang utama bagi mereka. Disebutkan dalarn Al-Qur'an: Aku tidak menciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka menyembah-Ku (QS. Adz-Dzaariyaat, 51: 56 ).
b.         Sisi Negatif Manusia
Al-Qur' an juga menyebutkan segi-segi negatifnya .Manusia banyak dicela,
mereka dinyatakan sebagai luar biasa keji dan bodoh. AI-Qur'an menggambarkan
mereka sebagai berikut :
1)         Manusia dikatakan Al-Qur' an sebagai makhluk yang amat zhalim dan amat
bodoh (QS. Al-Ahzab, 33: 72).
2)         Manusia dinilai sebagai makhluk yang sombong dan congkak (baca; QS.An-
Nisaa, 4: 36).
3)         Manusia benar-benar sangat mengingkari nikmat (QS.AI-Hajj, 22: 66). Lalu mengapa Al-Qur' an menghargai mereka setinggi langit dan pada saat yang sama mencerca mereka ke tingkat yang paling rendah? Membuat manusia jadi bingung akan identitas dirinya, mreka sangat membutuhkan model serta pedoman yang kuat dalam menjalani hidup ini agar jelas dan lurus terarah menuju ridha-NYA, seperti tercantum dalam Surat al-fatihah ayat 4-7.[9]
Pada kenyataannya manusia memang cenderung bersifat ganda, setengah dipuji dan setengah dikecam Tetapi, mereka tidaklah dipuji atau dikecam karena sifat ganda yang mereka miliki. Kejahatan dan ketakwaan manusia memang disebabkan karena kejahatan dan ketakwaan jiwanya sendiri. Allah swt, dalam hal ini menegaskan dalam QS:Asy-Syamsi 91: 7-8. Namun, yang dipuji oleh Tuhan bukanlah jiwa yang berkecenderungan ganda, `jahat' dan 'takwa. Yang 'dite'gaskan' oleh Allah ialah: `Sungguh beruntunglah orang yang mensucikan jiwanya` (QS. asy-Syams, 91: 9). Sebaliknya, disebutkan pula : "Sungguh merugilah orang yang mengotorinya" (QS. Asy-Syams, 91: 10). Nafs (Jiwa) yang ada dalam diri manusia memang berpotensi positif dan juga negatif. Namun, diperoleh isyarat bahwa pada hakekatnya potensi positif manusia lebih kuat dari potensi negatifnya, hanya saja daya tarik keburukan lebih kuat daripada daya tarik kebaikan. Karena itu manusia dituntut agar memelihara kesucian jiwa dan tidak mengotorinya. Kecenderungan nafs kepada kebaikan lebih kuat dapat dipahami dari isyarat beberapa ayat, antara lain firman-Nya: Allah tidaklah membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Nafs memperoleh ganjaran dari apa yang diusahakannya, dan memperoleh siksa dari apa yang diusahakannya pula (QS. al-Baqarah, 2: 286).
Hal tersebut menurut pakar tafsir al-Qur'an, Muhammad Abduh, mengisyaratkan bahwa nafs manusia pada hakekatnya mudah tertarik untuk melakukan hal-hal yang baik (kebajikan) daripada melakukan kejahatan dan pada gilirannya hal ini mengisyaratkan bahwa manusia pada dasarnya diciptakan Tuhan untuk cenderung melakukan kebajikan. AI-Qur'an Juga mengisyaratkan keanekaragaman nafs serta peringkat-peringkatnya, yang secara eksplisit disebutkan tentang al-nafs al-lawwamah, ammarah dan muthmainnah.Di sisi lain ditemukan pula isyarat bahwa nafs merupakan wadah.[10]
Firman Allah dalam surat al-Ra'd, 13: 11, yang mengandung kata anfusihim (bentuk plural kata nafs) mengisyaratkan bahwa nafs menampung, paling tidak, pikiran,gagasan dan kemauan. Suatu kaum tidak dapat berubah keadaan lahiriahnya, sebelum mereka mengubah lebih dulu apa-apa yang terdapat dalam wadah nafs-nya. Jadi yang utama, adalah gagasan dan kemauan untuk berubah. Begitu pula gagasan/pengaruh yang benar disertai dengan kemauan yang kuat dari satu kelompok masyarakat dapat mengubah keadaan masyarakat itu. Tetapi, gagasan saja tanpa dibarengi kemauan, atau kemauan saja tanpa gagasan yang benar tidak akan menghasilkan suatu perubahan. Perubahan juga tidak akan terjadi apabila kemauan dan gagasan terhambat oleh masalah yang dihadapi manusi, untuk itu biasanya manusia smelakukan konsultasi bimbingan dan konseling.




Gambar: UIN RIL

BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Kata "religius" berasal dari kata "religi" yang berarti khidmat dalam pemujaan, sikap dalam hubungan dengan hal yang suci dan supra natural yang dengan sendirinya menuntut hormat dan khidmad (Shadaly, 1984: 278). Pengertian yang lebih singkat dikemukakan oleh Dojosantoso (1986: 3) bahwa religius adalah keterikatan manusia pada Tuhan sebagai sumber ketentraman dan kebahagiaan.
Sedangkan istilah agama atau religion dalam bahasa Inggris berasal dari bahasa latin religio yang berarti agama, kesucian, kesalahan, ketelitihan batin, religare yang berarti mengikatkan kembali, pengikatan bersama (Djamari, 1988: 8).
Adapun nilai religius menurut Suwondo (1994: 65) adalah:
1.         Keimantauhidan manusia terhadap Tuhan.
2.         Keteringatan manusia terhadap sifat Tuhan.
3.         Ketaatan manusia terhadap firman Tuhan.
4.         Kepasrahan manusia terhadap kekuasaan Tuhan.



DAFTAR PUSTAKA

Yunitasari, Dukhan; Mengupas Hakikat Manusia Sebagai Makhluk Pendidikan; 2018; vol. 13. Hal 27
Azmi, Shofiyatul. Pendidikan Kewarganegaraan Merupakan Salah Satu Pengejawantahan Dimensi Manusia Sebagai Makhluk Individu, Sosial, Susila, Dan Religious. Vol 18. Hal 77-78






[1]  Azmi, Shofiyatul. Pendidikan Kewarganegaraan Merupakan Salah Satu Pengejawantahan Dimensi Manusia Sebagai Makhluk Individu, Sosial, Susila, Dan Religious. Vol 18. Hal 77-78

[2] Ibid hal 80

[3] Ibid hal 82
[4] Yunitasari, Dukhan; Mengupas Hakikat Manusia Sebagai Makhluk Pendidikan; 2018; vol. 13; hal 27

[5] Ibid hal 28
[6] Ibid hal 29
[7] Ibid 83
[8] Ibid 30
[9] Ibid 31
[10] Ibid 32

  Nilai, Norma dan Etika dalam Komunikasi Antar Pribadi KATA PENGANTAR          Puji syukur kehadirat Allah SWT yang saat ini ma...