Sunday, October 27, 2019

MAKALAH KODE ETIK KONSELING TENTANG MENEGAKKAN KODE ETIK KONSELING


MAKALAH KODE ETIK KONSELING
TENTANG MENEGAKKAN KODE ETIK KONSELING
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kode Etik Konseling Pada Prodi Bimbingan Dan Konseling Islam
Disusun oleh :
KELOMPOK 4 (BKI D)
SEPTIANA SURYAMITA SUKARTI                      (1841040307)
SAFIRA DAMAYANTI                                             (1841040341)
ISMAIL                                                                         ( 1841040268)

Dosen Pengampu :
SITI ZAHRA BULANTIKA, M.Pd




BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG
1441H/2019M

KATA PENGANTAR

    Segala puji bagi Allah SWT berkat karunia-Nya dan kelancaran yang diberikan akhirnya tugas makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini berjudul Menegakkan Kode Etik Konseling.
    Makalah ini membahas tentang penegakkan kode etik konseling sehingga dapat memberikan pengetahuan serta pembelajaran untuk kehidupan umat manusia di zaman dahulu hingga sekarang.
    Tidak lupa Penulis haturkan banyak terima kasih kepada orang-orang yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini, serta orang tua maupun teman-teman yang tiada hentinya mendukung dan memberikan pemikiran yang positif kepada penulis.
    Akhir kata, penulis berharap agar makalah ini dapat bermanfaat bagi masyarakat khususnya pembaca dan juga dapat dijadikan motivasi menemukan ide yang lebih bermanfaat.



Bandar Lampung, 23 Oktober 2019






DAFTAR ISI
                                                                                                                     Halaman
KATA PENGANTAR………….................………………………………………i
DAFTAR ISI………………………….............………………………………......ii
BAB I PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang............................................................................................1
B.      Rumusan Masalah.......................................................................................1
C.      Tujuan.........................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
A.     Kode Etik Bimbingan Dan Konseling........................................................2
B.      Menegakkan Kode Etik Konseling.............................................................5
BAB III PENUTUP
A.     Kesimpulan.................................................................................................8
B.      Saran...........................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA








BAB I
PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang
Permasalahan etis akan selalu muncul pada setiap profesi, terlebih kepada profesi yang berhubungan langsung dengan manusia yaitu konseling. Sebagai tenaga profesional yang berkecimpung dalam dunia konseling, seorang konselor memiliki “garis-garis batas” berupa standar etika yang wajib dipenuhi untuk menunjukkan kredibilitasnya sebagai konselor profesional. Standar etika inilah yang digunakan sebagai acuan untuk melakukan penilaian secara tegas ketika muncul permasalahan etis dalam hubungannya dengan klien. Klien memiliki hak mendapatkan rasa aman dari konselor setelah ia memberikan informasi mengenai masalahnya dengan tidak membuka rahasia klien pada pihak-pihak yang tidak berkepentingan. Klien juga memiliki hak mendapatkan penanganan yang tepat dan sesuai dari konselor yang berkompeten. Bimbingan dan koseling memiliki begitu banyak kode etik dalam pelaksanaan tugas profesionalnya dalam pelayanan yang di berikan kepada para konseli. Banyak pelanggaran yang terjadi pada proses konseling. Mereka mengetahui etika tapi hanya sekedar memahami tanpa mengaktualisasikan nilai yang terkandung didalamnya dengan seksama. Maka dari itu, penegakan kode etik harus dilakukan.
B.      Rumusan Masalah
1.      Apakah yang dimaksud kode etik bimbingan dan konseling?
2.      Bagaimanakah menegakkan kode etik konseling?
C.     Tujuan
1.       Untuk mengetahui kode etik bimbingan dan konseling.
2.       Untuk mengetahui menegakkan kode etik konseling.


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Kode Etik Bimbingan dan Konseling
Kode etik secara umum berisi sejumlah pasal-pasal berkenaan dengan bagaimana seorang petugas professional bekerja. Namun demikian untuk mempermudah memahami kode etik itu, Redilick dan Pope (Moursund, 1990) mengemukakan ada tujuh pokok yang diuraikan didalamnya, yaitu :
1.       Pekerjaan itu diatas segalanya dan tidak merugikan orang lain.
2.       Praktik profesi itu hanya dilakukan atas dasar kompetensi.
3.       Tidak melakukan eksploitasi.
4.       Memperlakukan seseorang  dengan respek untuk martabatnya sebagai manusia.
5.       Melindungi hal yang konfidensial.
6.       Tindakan, kecuali dalam keadaan yang sangat ekstrim, dilakukan hanya setelah mendapatkan izin.
7.       Profesi praktik profesi, sejauh mungkin, dalam kerangka pekerjaan sosial dan keadilan.
Etik profesi bimbingan dan konseling adalah kaidah-kaidah perilaku yang menjadi rujukan bagi konselor dalam melaksanakan tugas atau tanggung jawab memberikan layanan bimbingan dan konseling kepada klien. Kaidah-kaidah perilaku yang dimaksud adalah :
1.       Setiap orang memiliki hak untuk mendapatkan penghargaan sebagai manusia dan mendapatkan layanan konseling tanpa melihat suku bangsa, agama, atau budaya.
2.       Setiap orang atau individu memiliki hak untuk mengembangkan dan mengarahkan diri.
3.       Setiap orang memiliki hak untuk memilih dan bertanggungjawab terhadap keputusan yang diambilnya.
4.       Setiap konselor membantu perkembangan setiap klien, melalui layanan bimbingan dan konseling secara profesional.
5.       Hubungan konselor-klien sebagai hubungan yang membantu yang didasarkan kepada kode etik (etika profesi).
Nilai profesional dapat disebut juga dengan istilah asas etis. Menurut Chung, 1981 mengemukakan empat asas etis, yaitu : (1). Menghargai harkat dan martabat (2). Peduli dan bertanggung jawab (3). Integritas dalam hubungan (4). Tanggung jawab terhadap masyarakat.
Kode etik dijadikan standart aktvitas anggota profesi, kode etik tersebut sekaligus sebagai pedoman (guidelines). Masyarakat pun menjadikan sebagai perdoman dengan tujuan mengantisipasi terjadinya bias interaksi antara anggota profesi. Bias interaksi merupakan monopoli profesi., yaitu memanfaatkan kekuasan dan hak-hak istimewa yang melindungi kepentingan pribadi yang betentangan dengan masyarakat. Oteng/ Sutisna (1986: 364) mendefisikan bahwa kode etik sebagai pedoman yang memaksa perilaku etis anggota profesi.
Dalam bimbingan konseling konselor wajib menjalankan kode etik konseling yang telah disepakati oleh organisasi profesi. Sebelum seorang konselor benar-benar sah menjadi seorang konselor, mereka akan mengucapkan janji seorang konselor. Janji tersebut adalah :
Dengan nama Allah saya berjanji bahwa dalam menjalankan tugas sebagai konselor, saya :
1.       Menjunjung tinggi harkat dan martbat manusia.
2.       Memperhatikan sepenuhnya permasalahan klien dan berusaha dengan sungguh-sungguh mmenuhi kenutuhan klien sesuai harkat dan martabatnya sebagai manusia.
3.       Menjunjung tinggi dan melaksanakan asas-asas dan kode etik profesional bimbingan dan konseling.
4.       Bekerja secara jujur, bersungguh-sungguh dan penuh disisplin dengan mendahulukan kepentingan klien.
5.       Selalu memperluas wawasan serta meningkatkan pengetahuan dan keterampilan untuk dapat melaksanakan pelayanan bimbingan dan konsling secara profesional.
Berkaitan dengan isi dari kode etik konseling tersebut, berdasarkan keputusan Pengurus Besar Asosiasi Bimbingan Dan Konseling Indonesia (PBABKIN) tentang penetapan kode etik profesi bimbingan dan konseling, maka kode etik  itu adalah sebagai berikut:
1.       Kualifikasi konselor dalam nilai, sikap, keterampilan, pengetahuan dan wawasan.
a.        Konselor wajib terus menerus mengembangkan dan  menguasai dirinya. Ia wajib mengerti kekurangan-kekurangan dan prasangka-prasangka pada dirinya sendiri, yang dapat mempengarui hubunganya dengan orang lain dan mengakibatkan rendahnya mutu pelayanan profesional serta merugikan klien.
b.       Konselor wajib memperlihatkan sifat-sifat sederhana, rendah hati, sabar, menepati jajni, dapat dipercaya, jujur, tertib dan hormat.
c.        Konselor wajib memiliki rasa tangggung jawab terhadap saran maupun peringatan yang diberikan kepadanya, khususnya dari rekan –rekan seprofesi dalam hubungannya dengan pelaksanaan ketentuan-ketentuan tingkah laku profesional sebagaimana di atur dalam Kode Etik ini.
d.       Konselor wajib mengutamakan mutu kerja setinggi mungkin dan tidak mengutamakan kepentingan pribadi, termasuk keuntungan material, finansial, dan popularitas.
e.        Konselor wajib memiiki keterampilan menggunakan tekhnik dan prosedur khusus yang dikembangkan ataas dasar wawasan yang luas dan kaidah-kaidah ilmiah.

2.       Penyimpanan dan Penggunaan Informasi.
a.        Catatan tentang diri klien yang meliputi data hasil wawancara, testing, surat menyurat, perekaman dan data lain, semuanya merupakan informasi yang bersifat rahasia dan hanya boleh digunakan untuk kepentingan klien. Penggunaan data atau informasi untuk keperluan riset atau pendidikan calon konselor dimungkinkan, sepanjang identitas klien di rahasiakan.
b.       Penyampaian informasi klien kepada keluarga atau kepada anggota profesi lain membutuhkan persetujuan klien.
c.        Penggunaan informasi tentang klien dengan anggota profesi yang sama atau yang lain dapat dibenarkan, asalkan untuk kepentingan klien dan tidak merugikan klien.
d.       Keterangan mengenai informasi profesional hanya boleh diberikan kepada orang yang  berwenang menafsirkan dan menggunakannya.
3.       Hubungan dengan Pemberian pada Pelayanan
a.        Konselor wajib menangani klien selama ada kesempatan  dalam hubungan antara klien dengan konselor.
b.       Klien sepenuhnya berhak mengakhiri hubungsn dengan konselor, meskipun proses konseling belum mencapai suatu hasil yang kongkrit. Sebaliknya konselor tidak akan melanjutkan hubungan apabila klien ternyata tidak memperoleh manfaat  dari hubungan itu.
4.       Hubungan dengan Klien.
a.        Konselor wajib menghormati harkat, martabat, integritas dan keyakinan klien.
b.       Konselor wajib menempatkan kepetingan kliennya di atas kepentingan pribadinya.
c.        Dalam melakukan tugasnya konselor tidak mengadakan pembedaan klien atas dasar suku, bangsa, warna kulit, agama atau status sosial ekonomi.
d.       Konselor tidak akan memaksa untuk memberikan bantuan kepada seseorang tanpa izin dari orang yang bersangkutan.
e.        Konselor wajib memberikan bantuan kepada siapapun lebih-lebih dalam keadaan darurat atau banyak orang yang menghendaki.
f.        Konselor wajib memberikan pelayanan hingga tuntas sepanjang dikehendaki oleh klien.
g.       Konselor wajib menjelaskan kepada klien sifat hubungan  yang sedang dibina dan batas-batas tanggung jawab masig-masing dalam hubungan profesional.
h.       Konselor wajib mengutamakan perhatian kepada klien, apabila timbul masalah dalam  kesetiaan ini, maka wajib diperhatikan kepentingan pihak-pihak yang terlibat dan juga tuntutan profesinya sebagai konselor.
i.         Konselor bisa memberikan bantuan kepada sanak keluarga, teman-teman karibnya, sepanjang hubunganya profesional.
5.       Konsultasi dengan Rekan Sejawat
Dalam rangka pemberian pelayanan kepada seorang klien, kalau konselor merasa ragu-ragu  tentang suatu hal, maka ia wajib berkonsultasi dengan sejawat selingkungan profesi. Untuk hal itu ia harus mendapat izin terlebih dahulu dari kliennya.
6.       Alih Tangan Kasus
Yaitu kode etik yang menghendaki agar pihak-pihak yang tidak mampu menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling secara tepat dan tuntas atas suatu permasalahan peserta didik (klien) kiranya dapat mengalih-tangankan kepada pihak yang lebih ahli.
B.     Menegakkan kode etik konseling
`Etik dan konseling Menurut Chouvin & Remley, 1996 sebagai kelompok, konselor profesional berhubungan dengan etik dan nilai, bahkan banyak konselor menghadapi keluhan etik dengan kesungguhan yang sama seperti menghadapi tuntunan hukum. Paterrson (1971) melihat bahwa identitas keprofesional konselor berhubungan dengan pengetahuan praktik etik mereka.
Kode etik membantu meningkatkan kepercayaan publik terhadap integritas sebuah profesi dan melindungi klien. Dalam hubungan konseling tanggung jawab konselor yang profesional kepada klien dan kesejahteraan mereka. Selanjutnya mencakup penegakan dalam kepercayaan, komunikasi dan privasi.
Tanggung jawab konselor yakni memberikan perhatian penuh terhadap klien, misalnya mendengarkan dengan seksama apa yang disampaikan klien. Selain itu konselor harus menjaga kerahasiaan klien yang hal itu merupakan privasi dan sumber kepercayaan klien. Konselor membuktikan keahlian dalam komunikasi dengan memberikan informasi tentang kualifikasi, misalnya memberi info tentang hasil yang dicapai dalam konseling.
Kode etik bimbingan dan konseling Indonesia merupakan landasan moral dan pedoman tingkah laku profesional yang dijunjung tinggi, diamalkan dan diamankan oleh setiap anggota profesi bimbingan dan konseling Indonesia. Kode etik bimbingan dan konseling Indonesia wajib dipatuhi dan diamalkan oleh pengurus dan anggota organisasi tingkat nasional, propinsi, dan kabupaten/kota.
Untuk menjunjung dan menegakkan sebuah kode etik pada proses konseling, seorang konselor perlu mengikuti pendidikan tentang konselor agar mengerti dan paham akan kode etik itu sendiri. Apalagi seorang yang sudah menjadi profesional, konselor sudah tau mendalam tentang kode etik itu sendiri. Untuk menegakkannya  konselor juga bisa melihat dari asas-asas dan tujuan khusus konseling itu sendiri. Dengan menjalankan asas-asas, membawa konseling dengan baik, menjalankan tugas sesuai kewajibannya sebagai konselor dan memberikan hak-hak kliennya, tentu sebuah hal itu sudah menjadikan seorang tenaga konselor menjadi profesional dan juga dapat menerpkan kode etik bimbingan dan konseling.




                                           GAMBAR :  UIN Raden Intan  Lampung

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa kode etik adalah aturan, tata cara, pedoman etis dalam melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan. Praktik profesi dalam konseling itu  dilakukan dengan kompetensi, tidak melakukan eksploritas (pengambilan keuntungan), memperlakukan klien secara hormat, melindungi hal-hal yang konvidensial (rahasia) serta menempatkan pekerjaan itu diatas segala-galanya dan tidak merugikan orang lain karena pada dasarnya pertanggungjawaban terletak pada Allah swt.  Penegakkan kode etik konseling amat sangat dibutuhkan karena kode etik bimbingan dan konseling Indonesia merupakan landasan moral dan pedoman tingkah laku profesional yang dijunjung tinggi, diamalkan dan diamankan oleh setiap anggota profesi bimbingan dan konseling Indonesia. Kode etik membantu meningkatkan kepercayaan publik terhadap integritas sebuah profesi dan melindungi klien. Dalam hubungan konseling tanggung jawab konselor yang profesional kepada klien dan kesejahteraan mereka. Selanjutnya mencakup penegakan dalam kepercayaan, komunikasi dan privasi. Untuk menegakkannya  konselor juga bisa melihat dari asas-asas dan tujuan khusus konseling itu sendiri.
B.     Saran
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas dari mata kuliah kode etik konseling. Materi ini berisi tentang bagaimana cara menegakkan kode etik konseling. Jika dalam makalah ini terdapat materi yang belum sempurna kami atas nama penulis mohon maaf sebesar-besarnya dan mengharapkan untuk pembaca memberikan koreksi terhadap kelengkapan serta kebenaran dari isi makalah ini.

DAFTAR PUSTKA
Gladding T.Samuel, 2012,  “Konseling Profesi Yang Menyeluruh”( Jakarta:PT
Indeks).   
Prof.Dr.H. Prayitno, M.Sc.Ed. & Drs Erman Amti,2009, Dasar-dasar Bimbingan
& Konseling”, (Jakarta : Rineka Cipta).

                                   
             facebook                   : https://www.facebook.com/?ref=tn_tnmn

#generasimilenial
#konselingindonesia


Tuesday, October 15, 2019

MAKALAH LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM


Kelompok:
MAKALAH LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM
Mata kuliah: Ilmu Pendidikan Islam
Dosen Pengampu: Kodiran, M.Pd
  




Disusun Oleh:
Ajeng Rahayu           1811060438
Indri Intan Liani       1811060354


PRODI PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG
TA. 2019/1441 H


 

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT, atas rahmat-Nya lah kami dapat menyelesaikan tugas berupa makalah Lembaga Pendidikan Islam.
Tugas ini telah kami susun berdasarkan beberapa sumber buku terkait tentang lembaga pendidikan islam. Kami menghadirkan makalah yang sederhana dan dapat dengan mudah dipahami, kami harap tugas kami dapat memberikan manfaat yang besar bagi pembaca.
Adapun dalam pembuatan makalah ini kami sangat menyadari bahwasannya makalh ini memiliki kesalahan, karna pembuatan tugas ini masih dalam proses edukasi, oleh karna itu kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan, dan mohon kritik serta sarannya yang mendukung agar kami dapat memperbaiki kesalahan kami di lain kesempatan.

Bandar Lampung, 15 Oktober 2019

penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................... ii
DAFTAR ISI ........................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang............................................................................ 1
B.     Rumusan masalah........................................................................ 2
C.     Tujuan ......................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN
A.    Pengertian Lembaga Pendidikan Islam....................................... 3
B.     Jenis-jenis Lembaga pendidikan Islam........................................ 4
C.     Tugas Lembaga Pendidikan Islam.............................................. 9
D.    Tugas Sekolah (Madrasah).......................................................... 10

BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan.................................................................................. 13
B.     Penutup....................................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA







BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Islam merupakan komponen terpenting untuk membentuk dan mewarnai corak hidup masyarakat. Pendidikan Islam sangat penting bagi ummat Islam karena dapat mempelajari ilmu pengetahuan dan yang lainnya. Pendidikan Islam dikenal sejak zaman Nabi sampai sekarang. Di Indonesia mengenal pendidikan Islam sejak Islam datang ke Indonesia. Pendidikan ini memakai sistem sorongan/perorangan dan berlangsung secara sangat sederhana serta tidak mengenal strata atau tingkatan seperti pada pesantren dan kemudian berkembang dengan sistem kelas seperti pada pendidikan madrasah.
Kalau kita berbicara tentang pendidikan Islam di Indonesia, sangatlah erat hubungannya dengan lembaga-lembaga pendidikan karena suatu pendidikan pasti ada lembaga yang membantu. Lembaga pendidikan Islam adalah wadah atau tempat berlangsungnya proses pendidikan Islam yang bersamaan dengan proses pembudayaan, dan itu dimulai dari lingkungan keluarga. Seperti dalam firman Allah swt dalam QS. At-Tahrim: 6, yaitu: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”.
Pada ayat ini diperintahkan untuk memberi peringatan dan dakwah pada keluarga. Berdasarkan beberapa bentuk lembaga pendidikan Islam tersebut, tampaknya sangat berperan dalam penyelenggaraaan pendidikan Islam. Oleh karena itu kami akan membahas lebih mendalam mengenai lembaga pendidikan Islam dalam makalah kami kali ini yang berjudul “Lembaga Pendidikan Islam”


B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan lembaga pendidikan Islam?
2.      Apa jenis-jenis lembaga pendidikan Islam?
3.      Apa saja tugas-tugas lembaga pendidikan Islam?
4.      Apa prinsip-prinsip pada lembaga pendidikan Islam?

C.    Tujuan
1.      Mengetahui maksud dari lembaga pendidikan Islam.
2.      Mengetahui jenis-jenis lembaga pendidikan Islam.
3.      Mengetahui tugas lembaga pendidikan Islam.
4.      Mengetahui prinsip-prinsip yang diterapkan pada lembaga pendidikan Islam.









BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Lembaga Pendidikan Islam
Lembaga menurut bahasa adalah “badan” atau “organisasi” (tempat berkumpul). (Depdikbud, 1994: 851). Badan (lembaga) pendidikan, menurut Ahmad D. Marimba adalah organisasi atau kelompok manusia yang karena satu dan lain hal memikul tanggung jawab pendidikan kepada peserta didik sesuai dengan badan tersebut. (Marimba, 1987: 56)
Lembaga pendidikan Islam ialah suatu bentuk organisasi yang diadakan untuk mengembangkan lembaga-lembaga Islam yang baik, yang permanen, maupun yang berubah-ubah dan mempunyai struktur tersendiri yang dapat mengikat individu yang berad adalam naungannya, sehingga lembaga ini mempunyai kekuatan hokum tersendiri. (Muhaimin, 1993: 286)[1]
Berdasarkan pengertian di atas dapat dipahami bahwa lembaga pendidikan Islam adalah tenpat atau oganisasi yang menyelenggarakan pendidikan Islam, yang mempunya istruktur yang jelas dan bertanggung jawab atas terlaksananya pendidikan Islam.Oleh karena itu, lembaga pendidikan Islam tersebut harus dapat menciptakan suasana yang memungkinkan terlaksananya pendidikan dengan baik, menurut tugas yang diberikan kepadanya, seperti sekolah(madrasah) yang melaksanakan proses pendidikan Islam.
Secara konsep, lembaga sosial terdiri atas tiga bagian, yaitu (1) asosiasi, misalnya universitas atau persatuan , (2) organisasi khusus misalnya sekolah, rumah sakit, (3) pola tingkah laku yang telah menjadi kebiasaan. Dalam Islam, pola tingkah laku yang telah melembaga pada jiwa setiap individu muslim mempunyai dua bagian, yaitu lembaga yang tidak dapat berubah dan lembaga yang dapat berubah.

B.     Jenis-jenis Lembaga pendidikan Islam
Menurut Sidi Gazalba, lembaga yang berkewajiban melaksanakan pendidikan Islam adalah sebagai berikut:[2]
1.      Rumah tangga, yaitu pendidikan primer untuk fase bayi dan fase kanak-kanak sampai usia sekolah. Pendidikannya adalah orangtua, sanak kerabat, family, saudara-saudara, teman sepermainan,dan kenalan pergaulan.
2.      Sekolah, yaitu pendidik sekunder yang mendidik anak mulai dari usia masuks ekolah sampai ia keluar dari sekolah tersebut. Pendidikannya adalah guru yang professional.
3.      Kesatuan sosial, yaitu pendidikan terakhir yang merupakan pendidikan yang terakhir tetapi bersifat permanen. Pendidikanya adalah kebudayaan, adat istiadat, dan suasana masyarakat setempat. (Gazalba, 1970: 26-27).

Di dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits secara eksplisit tidak disebutkan secara khusus mengenai adanya lembaga pendidikan, sekolah atau madrasah. Lembaga-lembaga pendidikan selengkapnya akan dikemukakan sebagai berikut:
1.    Keluaga
MenurutHammudahAbd Al-Ati, definisi keluarga secra operasional adalah suatu struktur yang bersifat khusus, satu sama lain dalam keluarga mempunyai ikatan melalui hubungan darah atau pernikahan.[3] Sistem kekeluargaan menurut Islam adalah “al-usrat az-zawjiyyah” (suami istri) yaitu keluarga yang terdiri atas suami, istri, dan anak-anak yang belum cukup umur atau berumah tangga. Anak yang telah menikah dipandang telah membuat keluarga pula.
Keluarga merupakaan lembaga pendidikan yang pertama, tempat peserta didik perta kali menerima pendidikan dan bimbingan dari orangtua atau anggota keluarga lain. Keluargalah yang meletakkan dasar-dasar kepribadian anak, karena pada masa ini, anak lebih peka terhadap pengaruh pendidik (orangtua).
Lembaga pendidikan pertama dalam Islam adalah keluarga atau rumah tangga. Rumah sebagai lembaga pendidikan dalam Islam sudah diisyaratkan oleh Al-Qur’an, seperti yang terkandung dalam Asy-Syura (26)
2.       Sekolah (Madrasah)
Sekolah adalah lembaga pendidikan yang sangat penting sesudah keluarga. Semakin besar anak, semakin banyak kebutuhannya. Kerana keterbatasannya, orang tua tidak mampu memenuhi kebutuhan anak tersebut. Oleh karena itu, orangtua menyerahkan sebagian tanggung  jawabnya kepada sekolah. Masa sekolah bukan satu-satunya masa bagi setiap orang untuk belajar. Namun disadari bahwa sekolah merupakan tempat dan saat yang strategis bagi pemerintah dan masyarakat untuk membina peserta didik dalam menghadapi kehidupan masa depan.
Tugas guru dan pemimpin sekolah, di samping memberikan pendidikan budi pekerti dan keagamaan, juga memberikan dasar-dasar ilmu pengetahuan. Pendidikan budi pekerti dan keagamaan di sekolah haruslah merupakan lanjutan, setidak-tidaknya jangan bertentangan dengan apa yang diberikan dalam keluarga.
3.        Masyarakat
Masyarakat turut serta dalam memikul tanggung jawab pendidikan. Masyarakat dapat diartikan sebagai kumpulan individu dan kelompok yang diikat oleh kesatuan negara, kebudayaan, dan agama setiap masyarakat. masyarakat memiliki pengaruh besar terhadap pendidikan anak, terutama para pemimpin masyarakat atau penguasa yang ada di dalamnya.
Masyarakat merupakan lembaga pendidikan yang kedua setelah keluarga dan sekolah. Pendidikan ini telah dimulai sejak anak-anak, berlangsung beberapa jam dalam satu hari selepas dari pendidikan keluarga dan sekolah. Corak pendidikan yang diterima peserta didik dalam masyarakat ini banyak sekali, yaitu meliputi segala bidang, baik pembentukan kebiasaan, pengetahuan, sikap dan minat, maupun pembentukan kesusilaan dan keagamaan.
Aktivitas dan interaksi antar sesama manusia dalam badan pendidikan tersebut banyak mempengaruhi perkembangan kepribadian anggotanya cenderung berwarna islami pula. Sebaliknya, jika aktivitas dan interaksi di dalamnya bercorak sekuler maka kepribadian anggotanya akan cenderung seperti itu pula.
4.       Masjid
Peran masjid dalam pendidikan Islam antara lain adalah, pertama, peran masjid sebagia lembaga pendidikan informal dapat dilihat dari segi fungsinya sebagai tempat ibadah, sedangkan peran masjid sebagai lembaga nonformal dapat dilihat dari sejumlah kegiatan pendidikan dan pengajaran dalam bentuk halaqah(lingkungan studi) yang dipimpin oleh seorang ulama. Kedua, peran masjid sebagai lembaga pendidikan sosial kemasyarakatan dan kepemimpinan. Hal ini berkaitan dengan kepentingan mesyarakat dapat dipelajari di masjid dengan cara melibatkan diri dalam kegiatan yang bersifat amaliyah.[4]
5.         Al-Kuttab, Surau dan TPA
Munculnya lembaga pendidikan al-kuttab dapat ditelusuri sampai kepada zaman Rasulullah SAW. al-kuttab pernah memaiankan peranan yang cukup besar dalam bidang pendidikan, khususnya permulaan sejarah Islam, ketika Nabi SAW memerintahkan para tawanan perang Badar yang dapat menulis dan membaca untuk mengajar sepuluh anak Madinah. Keberadaan al-kuttab mirip dengan keberadaan surau termasuk lembaga pendidikan dasar yang tertua di Sumatera Barat. Di Surau ini anak-anak diajarkan tentang membaca Al-Qur’an, praktek ibadah shalat, dasar-dasar agama, akidah dan akhlak.
Selanjutnya, TPA atau Taman Pendidikan Anak-anak adalah lembaga pendidikan Islam yang membimbing anak-anak untuk mengenal huruf-huruf hijaiyah, mengucapkan kata-kata atau kalimat huruf Arab, dan selanjutnya membaca dan menghafal surat dan ayat-ayat pendek.
6.        Al-Zawiyah
Kata zawiyah secara harfiah berasal dari kata inzawa, yanzawi, yang berarti mengambil tempat tertentu dari sudt masjid yang digunakan untuk i’tikaf (diam) dan beribadah. Kaitannya sebagai lembaga pendidikan adalah zawiyah merupakan tenpat berlangsungnya pengajian-pengajian yang mempelajari dan membahasa dalil-dalil yang berkaitan dengan aspek-aspek agama serta digunakan para kaum sufi sebagai tempat untuk halaqah berdzikir dan tafakkur untuk meningkatkan keagungan Allah SWT.
7.        Al-Maristan
Al-Maristan dikenal sebagai lembaga ilmiah yang paling penting dan sebagai tempat penyembuhan dan pengobatan pada zaman keemasan Islam. di lembaga ini, para dokter mengajarkan ilmu kedokteran dan mereka mengadakan studi dan penelitian secara menyeluruh.
8.        Al-Ribath
Secara harfiah, al-ribath artinya ikatan. Al-ribath adalah ikatan yang mudah dibuka, seperti ikatan rambut seorang wanita. Al-ribath selanjutnya menjadi lembaga pendidikan yang secara khusus dibangun untuk mendidik para calon sufi atau guru spiritual.
9.        Al-Qushur (istana)
Istana tempat kediaman khalifah, raja, sultan, dan keluarganya, selain berfungsi sebagai pusat pengendalian kegiatan pemerintah, juga digunakan sebagai tempat bagi berlangsungnya kegiatan pendidikan bagi para putra khalifah, raja dan sultan tersebut. Mata pelajaran yang diberikan antara lain ilmu pengetahuan, peradaban, bahasa, sastra, ketrampilan pidato, sejarah kehidupan pehlawan, memanah, mengendarai kuda dan berenang.
10.    Huwanit al-Waraqin
Tentang peranan toko buku sebagai tempat kegiatan belajar sudah ada sejak zaman klasik Islam. toko buku yang ada di pasar digunakan sebagai tempat berkumpul mengemukakan sebagai karakter pedagang, namun mereka juga berusaha untuk menggunakan untuk melakukan kegiatan pendidikan dan pengajaran, seperti membaca syair, debat ilmiah, dan menyampaikan ceramah.
11.    Al-Shalunat Al-Adabiyah (sanggar sastra)
Sanggar sastra ini mulai tumbuh pada zaman pemerintah Bani Umayyah. Sanggar sastra pada mulanya merupakan perkembangan dari balai pertemuan khalifah, para khalifah dalam Islam banyak berurusan denagn aktivitas keduniaan dalam hubungannya dengan urusan keagamaan, dan atas dasar ini, maka dipandang perlu adanya persyaratan ilmiah yang memungkinkan bagi berlangsungnya kegiatan ijtihad dalam pengambilan keputusan.
12.    Al-Badiyah
Al-Badiyah secara harfiyah dapat diartikan sebagai tempat mengajarkan bahasa Arab asli, yakni bahasa Arab yang belum tercampur oleh pengaruh berbagai dialek bahasa asing.
13.    Al-Maktabat
Sejarah mencatat, bahwa perhatian kaum muslimin di zaman klasikterhadap pendidikan, bukan hanya dengan membangun gedung-gedung sekolah, melainkan juga disertai dengan membangun perpustakaan. Perpustakaan didirikan dengan maksud menyebarluaskan ilmu di kalangan orang-orang yang kurang mampu dan haus akan ilmu pengetahuan, sehingga ia merupakan suatu institute agama, sastra dan ilmiah.



C.    Tugas Lembaga Pendidikan Islam
1.      Tugas Keluarga
Orang tua dituntut untuk  menjadi pendidik yang memberikan pengetahuan pada anak-anaknya dan memberikan sikap serta keterampilan yang memadai, memimpin keluarga dan mengatur kehidupannya, memberikan contoh sebagai keluarga yang ideal, bertanggung jawab dalam kehhidupan keluarga, baik yang bersifat jasmani maupun ruhani.[5]
Tugas di atas wajib dilaksanakan oleh orang tua berdasarkan nash-nash Al-Qur’an, diantaranya:
1.          Firman Allah surat at-Tahrim ayat 6

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ


Referensi: https://tafsirweb.com/11010-surat-at-tahrim-ayat-6.html

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”
2.          Firman Allah surat an-Nisa ayat 9

وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللَّهَ وَلْيَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا

Artinya: Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan Perkataan yang benar.
D.    Tugas Sekolah (Madrasah)
An-Nahlawi mengemukakan bahwa sekolah (madrasah) sebagai lembaga pendidikan harus mengemban tugas sebagai berikut:
a. Merealisasikan pendidikan yang didasarkan atas prinsip pikir, akidah, dan tasyri’ yang diarahkan untuk mencapai tujuan pendidikan. Bentuk realisasi itu adalah agar peserta didik beribadah, mentauhidkan Allah SWT, tunduk dan patuh atas perintah dan syari’at Nya.
b.Memelihara fitrah peserta didik sebagai insan yang mulia, agar ia tidak menyimpang dari tujuan Allah menciptakannya.
c. Memberikan kepada peserta didik seperangkat peradaban dan kebudayaan Islami, dengan cara mengintegrasikan antara ilmu alam, ilmu sosial, ilmu ekstra dengan landasan ilmu agama.
d.     Membersihkan pikiran dan jiwa peserta didik dari pengaruh subjektivitas (emosi) karena pengaruh zaman dewasa ini lebih mengarah pada penyimpangan fitrah manusia.
e. Memberikan wawasan nilai dan moralsserta peradaban manusia yang membawa khazanah pemikiran peserta didik menjadi berkembang.
f. Menciptakan suasana kesatuan dan kesamaan antara peserta didik.
g.Tugas mengoordinasikan dan membenahi kegiatan pendidikan lembaga-lembaga pendidikan keluarga, masjid, dan pesantren mempunyai saham sendiri dalam merealisasikan tujuan pendidikan, tetapi pemberian saham itu belum cukup. Oleh karena itu, madrasah hadir untuk melengkapi dan membenahi kegiatan pendidikan yang berlangsung.
h.Menyempurnakan tugas-tugas pendidikan keluarga, masjid dan pesantren.


3.      Tugas Lembaga Pendidikan Masyarakat
a.       Tugas Masjid
Pada masa permulaan Islam, masjid memiliki fungsi yang sangat angung. Dahulu, masjid berfungsi sebagai pangkalan angkatan perang dan gerakan kemerdekaan, pembebasan umat dari penyembahan terhadap manusia, berhala dan taghut, agarmereka beribadah kepada Allah SWT semata. Di samping itu, masjid berfungsi sebagai markas pendidikan. Di situlah manusia dididik supaya memegang teguh keutamaan, cinta kepada ilmu pengetahuan, mempunyai kesadaran sosial, serta menyadari hak dan kewajiban mereka dalam negara Islam yang didirikan guna merelisasikan ketaatan kepada Allah. Pengajaran baca tulis sebagai gerakan pemberantasan buta huruf dimulai dari masjid Rasulullah SAW.
b.      Tugas Pesantren
Dari tujuan pesantren seperti yang dikemukakan oleh Yusuf Amir Feisal, dapat dilihat tugas yang diemban pesantren adalah sebagai berikut.
1.    Mencetak ulama yang menguasai ilmu-ilmu agama. Sesuai dengan firman Allah dalam surat at-Taubah ayat 122:

وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَافَّةً ۚ فَلَوْلَا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنْذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ

Referensi: https://tafsirweb.com/3138-surat-at-taubah-ayat-122.html
Artinya: Dan tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.
2.    Mendidik muslim yang dapat melaksanakan syariat agama. Lulusan pesantren, walaupun mereka tidak sampai ke tingkat ulama, adalah mereka yang harus mempunyai kemampuan melaksanakan syariat agama secara nyata dalam rangka mengisi, membina, dan mengembangkan suatu peradaban dalam perspektif islami.
3.    Mendidik agar objek memiliki kemampuan dasar yang relevan dengan terbentuknya masyarakat yang beragama. Selain dari kedua kelompok di atas, kenyataan membuktikan bahwa setiap kelompok msyarakat dalam bentuk kultur dan peradaban apapun, ada sekelompok manusia terakhir ini yang tidak memiliki komitmen (keterkaitan yang erat) dengan nilai-nilai dan cita-cita yang relevan dengan agama.
E.     Prinsip-prinsip Lembaga Pendidikan Islam
Bentuk lembaga pedidikan Islam apapun dalam Islam harus berpijak pada prinsip-prinsip tertentu yang telah disepakati sebelumnya, sehingga antara lembaga satu dengan lembaga lainnya tidak terjadi semacam tumpang tindih. Prinsip-prinsip pembentukan lembaga pendidikan Islam itu adalah:
1.      Prinsip pembebasan manusia dari ancaman kesesatan yang menjerumuskan manusia pada api neraka (QS. At-Thamrin:6)
2.      Prinsip pembinaan umat manusia menjadi hamba-hamba Allah yang memiliki keselarasan dan keseimbangan hidup bahagia dunia dan akherak (QS. Al-Baqarah: 201; al-Qashash: 77)
3.      Prinsip pembentukan kepribadian manusia yang memancarkan sinar keimanan yang kaya dengan ilmu pengetahuan, yang satu sama lain  mengembangkan hidupnya untuk menghambakan diri pada Khaliknya (QS. Al-Mujadilah: 11)
4.      Prinsip amar ma’ruf nahi dan munkar dan membebaskan manusia dari belenggu-belenggu kenistaan (QS. Ali-Imran: 104, 110)
5.      Prinsip pengembangan daya pikir , daya nalar, dan daya rasa sehingga dapat menciptakan anak didik yang kreatif dan dapat memfungsikan daya cipta, rasa dan karsa.


                                          GAMBAR: UIN RADEN INTAN  LAMPUNG
                                                        


BAB III
KESIMPULAN
A.   kesimpulan
Lembaga pendidikan merupakan salah satu sistem yang memungkinkan berlangsungnya pendidikan secara berkesinambungan dalam rangka mencapai tujuan pendidikan. Tanggung jawab lembaga pendidikan dalam segala jenisnya menurut pandangan Islam adalah kaitannya dengan usaha mensukseskan misi dalam tiga macam tuntan hidup seorang muslim,yaitu: Pembebasan manusia dari ancaman api neraka, pembinaan umat manusia menjadi hamba Allah yang memiliki keselarasan dan keseimbangan hidup bahagia di dunia dan di akhirat, membentuk diri pribadi manusia yang memancarkan sinar keimanan. Salah satu pendukung untuk mengsukseskan pendidikan adalah lembaga pendidikan, lembaga pendidikan harus menjalankan perannya sebagaimana mestinya.






DAFTAR PUSTAKA

Abdul Mujib, Jusuf Mudzakir. (2010). Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana.
Abdul Mujib. (2010). Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana.
Abuddin Nata. (2010). Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana.
Bukhori Umar. (2010). Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Amzah.
























[1] Bukhori Umar, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Amzah, 2010), hlm. 149
[2] Abdul Mujib, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2010), hlm. 221
[3] Bukhori Umar, Op. Cit., hlm. 150.
[4] Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2010),  hlm 189
[5] Ibid., hlm. 199.


  Nilai, Norma dan Etika dalam Komunikasi Antar Pribadi KATA PENGANTAR          Puji syukur kehadirat Allah SWT yang saat ini ma...