MAKALAH PSIKOLOGI DAKWAH
KONSEP MANUSIA MENURUT ISLAM
Dosen Pengampu : Noffiyanti, S.Sos. I,MA
Disusun Oleh: Kelompok 6
1.
Laura
Salsa Billa 1841030590
2. Frendy Nata 1841030600
Kelas: MD.G
MANAJAMEN DAKWAH
FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UIN RADEN INTAN LAMPUNG
TA. 2019/ 1441 H
KATA PENGANTAR
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Alhamdulillahirrobil ‘alamin puji dan syukur kami panjatkan
kehadirat ALLAH SWT yang selalu memberikan rahmat, taufik dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu, shalawat serta salam
semoga selalu tercurahkan pada junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang telah
membawa umat Islam dari zaman kegelapan menuju zaman yang terang benderang ini
yaitu agama Islam dan semoga kelak kita diberi syafaat diakhirat nanti, aamiin
ya robbal ‘alamin.
Dalam tugas makalah karya ilmiah ini kami buat agar dapat memenuhi
salah satu tugas pada mata kuliah Psikologi Dakwah pada semester tiga.
Materi ini kami sajikan dengan bahasa yang sederhana dan menggunakan bahasa
pada umumnya agar dapat dipahami oleh pembaca.Kami menyadari bahwa makalah ini
mungkin terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik
dan saran dari pembaca.
وَ
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُه
Bandar
Lampung, 2 oktober 2019
Penyusun
Kelompok
6
DAFTAR ISI
Kata
pengantar................................................................................................. 2
Daftar
isi........................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN................................................................................ 4
A.
Latar
belakang................................................................................ 4
B.
Rumusan
masalah........................................................................... 4
C.
Tujuan
penelitian............................................................................ 4
BAB II PEMBAHASAN................................................................................ 5
Konsep Manusia Menurut Islam........................................................... 5
1
Hakikat
manusia............................................................................. 5
2
Kedudukan
nafs dalam struktur kepribadian manusia....................... 8
3
Segi
positif dan negatif manusia....................................................... 12
BAB III KESIMPULAN................................................................................ 16
Kesimpulan.......................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Kehadiran manusia tidak terlepas
dari asal usul kehidupan di alam semesta, manusia hakikatnya adalah makhluk
ciptaan Allah SWT. Pada diri manusia terdapat perpaduan antara sifat
keseluruhan dan sifat kemakhlukan. Dalam pandangan islam,sebagai makhluk
cipataan Allah Swt manusia memiliki tugas tertentu dalam menjalankan
kehidupannya di dunia ini. Untuk menjalankan tugasnya manusia dikaruniakan akal
dan pikiran oleh Allah SWT. Akal dan pikiran tersebut yang akan menuntun
manusia dalam menjalankan perannya. Dalam hidup didunia, manusia diberi tugas
Kekhalifahan, yaitu tugas kepemimpinan, wakil Allah dimuka bumi, serta
pengelolahan dan pemeliharaan alam dengan perangkat iman dan ilmu pengetahuan
B.Rumusan Masalah
Bagaimana Konsep Manusia Menurut
Islam.?
C.Tujuan Penelitian
Untuk Mengetahui Konsep Manusia
Menurut Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Konsep Manusia Menurut Islam
1.
Hakikat Manusia
Dalam Al-Qur’an terdapat empat kata atau istilah yang digunakan
untuk menunjukan manusia. Pertama, kata
ins yang kemudian membentuk kata insan dan unas. Kata “insan” diambil dari asal kata “uns” yang mempunyai arti jinak, tidak liar, senagn hati, tampak
atau terlihat, seperti dalam firman Allah dalam surat at-tin 95:4, az-Dzariyat 51:56, dan al-A’raf, 7:82. Kedua, basyar
yang berarti kulit luar, seperti dalam Firman Allah dalam surat Ali Imran 3:79.
Ketiga, bani adam berarti anak Nabi
Adam, seperti dalam firman Allah surat al-A’raf 7: 27. Keempat, Dzuriyat adam yang berarti
Menurut Achmad Mubarak desain kejiwaan
manusia diciptakan tuhan dengan sangat sempurna,berisi kapasitas-kapasitas
kejiwaan,seperti berfikir,merasa dan berkehendak. Jiwa merupakan sistem
(disebut sistem nafsani) yang terdiri subsistem ‘Aql, Qalb, Bashirat, Syahwat, dan Hawa. Aql (akal) merupakan problem
solving capacity, yang bisa berfikir dan
membedakan yang buruk dan baik. Akal bisa menemukan kebenaran tetapi tidak
bisa menetukannya, oleh karena itu kebenaran ‘aqly sifatnya relatif. Qalb
(hati), merupakan memahami realita, ketika akal mengalami kesulitan. Sesuatu
yang tidak rasional masih bisa dipahami oleh qalb. Di dalam qalb ada
berbagai kekuatan dan penyakit,seperti [1]iman,cinta,dengki,keberanian,kemarahan,kesombongan,kedamaian,kekufuran,dan
sebagainya. Qalb memiliki otoritas
yang memutuskan suatu tindakan, oleh karena itu segala sesuatu yang disadari
oleh qalb berimplikasi kepada pahala
dan dosa. Apa yang sudah dilupakan oleh qalb masuk kedalam memori nafs (dalam bawah sadar), dan apa yang
sudah dilupakan terkadang muncul dalam mimpi.sesuai dengan namanya, qalb sering tidak konsisten. Bashirat , adalah pandangan mata batin sebgai lawan dari pandangan mata
kepala. Berbeda dengan qalb yang tidak konsisten, Bashirat, selalu konsisten kepada kebenaran dan kejujuran. Ia tidak
bisa diajak kompromo menyimpang dari kebenaran. Bashirat disebut juga sebgai nurani, dari kata nur dalam bahasa indonesia menjadi hati nurani. Menurut konsep tasawuf, bashirat adalah cayaha ketuhanan yang
ada dalam hati, nurun yaqdzifuhullah fi al-qalb, intropeksi,
tangis,kesadaran,relegiusitas,god,spot,bersumber dari sini.syahwat adalah motif
kepada tingkah laku. Semua manusia memiliki syahwat terdap lawan jenis, bangga
terhadap anak-anak,menyukai benda berharga,kendaraan bagus,ternak,kebun.
Syahwat adalah sesuatu yang manusiawi dan netral. Hawa adalah dorongan kepada objek rendah dan tercela. Prilaku
kesejahteraan,marah,korupsi,sewenang-wenang, dan semua bersumber dari hawa.
Karakteristik hawa adalah ingin segera menikmati apa yang diinginkan tanpa
memedulikan nilai-nilai moralitas. Orang yang menghormati tuntutan hawa,
tindakannay cendrung destruktif. Dalam bahasa indonesia disebut hawa nafsu,
atau menurut teori freud disebut id.
Dibanding dengan makhluk-makhluk
lain, manusia menurut islam mempunyai kapasitas yang paling tinggi, mempunyai
kecendrungan untuk dekat kepada tuhan melalui kesadarannya tentang kehadiran
tuhan yang terdapat jauh dibawah alam sadarnya. Manusia diberi kebebasan dan
kemerdekaan serta kepercayaan penuh untuk memilih jalan masing-masing. Manusia
di beri kesadaran juga diberi kesabaran moral untuk memilih mana yang baik dan
man yang buruk, sesuai dengan nurani mereka atas bimbingan wahyu. Manusia juga
adalah makhluk yang di muliakan tuhan dan diberi kesempurnaan dibandingkan
makhluk lainnya, serta ia pula yang telah diciptakan tuhan dalam bentuk yang
sebaik-baiknya.
Al-Qur’an juga menjelaskan bahwa
manusia diciptakan dari tanah,kemudian setelah sempurna kejadianya, tuhan
menghembuskan ruh ciptaan-Nya. Dengan “tanah” manusia dipengaruhi oleh kekuatan
alam seperti makhluk-makhluk lainnya, sehingga ia butuh makan,minum,hubungan
seks,dan sebagainya, dan dengan “ruh” ia diantar ke arah tujuan nonmateri yang
tak berbobot dan tak bersubtansi dan yang tak dapat diukur di laboratorium atau
bahkan dikenal oleh alam materiil.
Para filsuf Yunani, seperti plato
dan Aristoteles lebih banyak mencurahkan perhatiannya pada soal-soal
jasmani.sebab menurut mereka, manusia itu pada hakikatnya adalah hewan yang
dapat berbicara, berfikir, dan mengerti. Yang membedakan manusia dengan hewan
lainnya adalah segi kejiwaannya yang berupa akal dan pikiran.
Para sarjana islam sepakat bahwa
manusia merupakan makhluk Allah yang terdiri dari dua dimensi, dimensi jasmani
dan dimensi rohani atau jiwa dan raga. Islam tidak hanya memandang manusia dari
segi pikiran atau kejiwaannya saja sehingga melupakan segi jasmani. sebaliknya
islam memandang manusia sebgai makhluk yang terdiri dari jasmani dan rohani.
Segi jasmani mempunyai tuntutan sendiri yang juga harus dipenuhi agar manusia ddapat
hidup dengan lurus dengan selamat.
2. Kedudukan Nafs Dalam Struktur Kepribadian Manusia.
Kepribadian menurut kebanyakan orang adalah pengaruh yang
ditimbulkan seseorang atas diri orang lain, atau sebagai kesan utama yang
ditinggalkan seseorang pada orang lain. Misalnya, mereka mengatakan tentang seseorang
sebagai berpribadi agresif atau berpribadi pendamai. Sementara para psikolog
memandang keperibadian sebagai struktur dan proses-proses kejiwaan tetap yang
mengatur pengalaman-pengalaman seseorang dan membentuk tindakan-tindakan dan
respons terhadap lingkungan dengan cara yang berebeda dengan kata lain,kepribadian
menurut psikolog adalah organisasi dinamis dari organ fisik dan psikis dalam
diri individu yang membentuk karakter yang unik dalam penyesuaian dengan
lingkungannya, jadi, para psikolog memandang kepribadian sebagai keseluruhan
komplementer yang bertindak dan memberi respons sebagai suatu kesatuan dimana
terjadi pengorganisasian dan interaksi semua organ fisik maupun psikisnya dan
membentuk tingkah laku dan responsnya dengan suatu cara yang membedakan dari
orang lain.[2]
Dalam islam, kajian tentang Nafs sebagai
faktor spiritual merupakan bagian dari kajian tentang hakikat manusia itu
sendiri. Manusia adalah makhluk yang bisa menempatkan dirinya menjadi subjek
dan objek sekligus. Kajian tentang manusia selalu menarik, hal ini tercermin
pada disiplin ilmu yang berkembang, baik ilmu murni maupun ilmu terapan. Namun
dalam bab ini penulis hanya ingin membahas spintas antar hubungan jiwa dan
badan dalam struktur manusia sebgai makhluk yang mempunyai dua dimensi, jiwa
dan raga.
Menurut Achmad Mubarok, kata nafs dalam Al-Qur’an mempunyai berbagai
makna;
1. Nafs, sebagai diri atau
seseorang , seperti dalam firman Allah surat Ali Imran ayat 61
2. Nafs sebgai diri tuhan, seperti dalam
surat al-An’am 6: ayat 54
3. Nafs sebagai person sesuatu, seperti
dalam surat al-Furqan ayat 3.
4. Nafs sebagai Ruh, seperti dalam al-An’am ayat 93
5. Nafs sebagai jiwa, seperti dalam surat asy-Syams 91:7 dan al-Fajr ayat 27.
6. Nafs sebagai totalitas manusia, seperti
dalam surat al-Ma’idah yat 32.
7. Nafs sebagai sisi dalam manusuia yang
melahirkan tingkah laku, seperti dalam surat ar-Ra’d ayat 11.
Dalam kaitannya dengan manusia,
aneka makna kata nafs (jiwa) di atas,
dapat dipersempit dalam tiga kategori, nafs sebagai totalitas mansuia, nafs
sebagi sesuatu dalam diri manusia yang memengaruhi perbuatan, dan nafs sebagai
sisi dalam dalam manusia sebgai lawan dari sisi luarnya. Nafs sebgai totalitas
manusia mengisyaratkan bahwa manusia memiliki dua dimensi harus ada dalam diri
setiap manusia memiliki dua dimensi, dimensi jiwa dan dimensi raga. Kedua
dimensi ini harus ada dalam diri setiap manusia, jasat tanpa jiwa dengan
funsgi-fungsi nya, di pandang tidak sempurna, begitu juga jiwa tanpa jasat maka
jiwa tidak akan dapat menjalankan fungsi-fungsinya.
Hal ini juga menerangkan adanya
paham eskatologi dalam islam, yakni bahwa disamping manusia hidup di dunia, ada
dalam lain dimana mansuia harus mempertanggung jawabkan perbuatan-perbuatannya
didunia. Jadi, maka nafs sebgai totalitas manusia menurut Al-Qur’an seperti
diungkapkan dalam Achmad Mubarok adalah bahwa manusia sebagai makhluk tidak
hanya hidup dialam dunia, tetapi ia juga akan hidup di alam akhirat sebagai
pertanggung jawaban terhadapt kehidupannya di dunia. Pada hari akhir, jiwa
manusia juga dipertemukan dengan badan yang seperti Allah ungkapkan dalam surat
At-Takwir ayat 7.
Nafs sebagai sisi dalam manusia
tersirat dalam firman Allah surat Ar-rad ayat 10, diman kesanggupan manusia
untuk merahasiakan (Al-sir) dan berterusterang dengan ucapannya (Al-Zahr)
mengindikasikan adanya sisi dalam dan sisi luar manusia. Jika sisi mansuia
dapat dilihat dari perbuatan lahirnya, maka sisi dalam manusia dapat dilihat
dari fungsinya sebagai penggerak. Nafs sebgai wadah dari potensi-potensi juga
berperan besar dalam manambah atau mengurang kualitas kemanusiaan seeorang.
Sedangkan nafs sebagai penggerak
tingkah laku, berfungsi sebagai panampung hal-hal yang baik dan hal-hal yang
buruk. Jika nafs dijaga dari dorongan-dorongan syahwat atau hawa nafsu, maka
kualitasnya akan meningkat sekaligus meningkat kan kualitas perbuatan jasmani,
tetapi jika ia dikotori oleh perbuatan maksiat, mak nafs akan menurun
kualitasnya juga menurunkan kualitas perbuatan jasmani .
Dalam diri manusia sering terjadi
konflik antara kepentingan atau kebutuhan jasmani dengan kepentingan atau
kebutuhan rohani (jiwa). Menurut islam, hal yang paling ideal untuk mengatasi
konflik antara aspek-aspek fisik spiritual dalam diri manusia adalah dengan
mengkompromikan antara keduanya. Ini dilakiuakn dengan memenuhi sebagai
kebutuhan fisik dalam batas-batas yang di perkenankan oleh Allah dan pada saat
yang sama, dengan memenuhi berbagai kebutuhan spritualnya. Pengkompromian
antara kebutuhan-kebutuhan tubuh dan kebutuhan jiwa ini merupakan hal yang
mungkin apabila seseorang dalam kehidupannya konsisten dengan sikap
tengah-tengah dan moderat,dan menghindari diri dari berlebih-lebihan dalam
memenuhi baik dorongan-dorongan fisiknya maupun dorongan-dorongan spiritualnya.
Dalam islam tidak
terdapat kependetaan yang menentang pemenuhan sebagaian dorongan fisik. Pun,
dalam islam tidak terdapat nihilisme mutlak yang mengizinkan pemenuhan
sepuas-puasnya dorongan-dorogan fisik. Yang diserukan islam adalah, penyimbangan
jalan tengah untuk merealisasikan keseimbangan antara aspek-aspek matril dan
spritual dalam diri manusia hal ini serasi dengan ungkapan Allah dalam surat
Al-Qasyah, ayat 77.
3.Segi Positif Dan Negatif Manusia
Dalam kepribadian manusia terkandung berbagai sifat hawani yang
tercermin dalam berbagi kebutuhan fisik yang harus dipenuhi demi kelangsungan
hidup dirinya. Selain itu dalam kepribadian manusia juga terkandung berbagi
sifat malaikat yang tercermin dalam kerinduan spritualnya untuk mengenal Allah
Saw Al-Qur’an dalam ayat-ayatnya banyak berbicara tentang manusia baik
ayat-ayat yang memuji dan memuliakan manusia, ataupun ayat-ayat yang
merendahkan manusia dalam memuji manusia Al-Qur’an menggambarkan manusia sebgai
makhluk yang sempurna dalam penciptaan, memiliki kepribadian dengan
makhluk-makhluk lain, seperti kavasitas intlegensia yang tinggi, memiliki
kesadaran moral manusia adalah makhluk pilihan tuhan sebgai khalifah di bumi
serta sebgai makhluk semi samawi dan semi duniawi yang memiliki sifat-sifat
ketuhanan (lahutiyah) dan sifat-sifat
kemanusiaan (nasutiyah), terpercaya
memiliki rasa tanggung jawab terhadap diri sendiri dan lingkungannya.
Tampaknya gambaran yang diberikan
Al-Qur’an tentang manusia diatas tidak terlepas dari unsur-unsur kejadian
manusia. Kadang-kadang antara kedua [3]aspek
kepribadian itu menjadi konflik sehingga manusia tertarik oleh
kebutuhan-kebutuhan dan kerinduan spiritualnya sehingga terjadi makhluk yang
mulia.
Mengenai keadaan konflik psikis
antara aspek-aspek material maupun spiritual dalam diri manusia ini,
diisyaratkan Allah dalam Firman-Nya an-
Nazi’at: 37-41.
Konflik
ini juga dikemukakan Al-Qur’an dalam uraian tentang tindakan sebagian kaum
muslimin yang meninggalkan Rasulullah Saw. Ketika mereka mendengar berita
datang nya khalifah yang membawa barang dagangan nya ke madinah, hal ini Allah
Swt ungkap kan dalam surat al-jumu’at
ayat 11.
dengan karunia dan hikmah-Nya Allah SWT. Membekali manusia dengan
semua potensi yang diperlukan untuk menyesuaikan konflik tersebut dan melewati
ujian yang sulit itu. Allah SWT. Memberikan manusia akal agar manusia bisa
membedakan anatar kebaikan dan kejahatan, kebenaran dan kebatilan. Allah SWT.
Juga memberikan karunia kebebesan berkehendak dan memilik agar manusia mampu
memberikan keputusan tentang konflik itu dan memilih jalan yang dikehendakinya
untuk menyelesaikannya, kebebasan kehendak manusia dan kebebsan dalam memilih
jalan menyelesaikan konflik itu merupakan landasan tanggung jawab dan
perhitungan atas tindakan manusia.
Dengan demikian, dalam diri manusia terdapat kesiapan (potensi)
untuk melakukukan kejahatan dan kebajikan, mengikuti hawa nafsu dan
fisiknya,tenggelam dalam kenikmatan indrawi dan berbagai keinginan duniawinya
dan kesiapan untuk membumbung tinggi ke arah ketakwaan, amal saleh ,keutamaan
yang akan membwa pada ketentraman psikis dan kebahagiaan spiritual. Menurut
Quraish Shibab, pada hakikatnya potensi positi manusia lebih kuat dari potensi
negatifnya, hanya saja daya tarik keburukan lebih kuat daripada daya tarik
kebaikan, karena itu manusia dituntut untuk memelihara kesucian jiwanya dan
jangan mengotori jiwa nya dan jangan mengotorinya. Pada hakikatnya nafs lebih mudah melakukan hal-hal yang
baik dari pada melakukan kejahatan dan pada gilirannya mengisyaratkan bahwa
manusia pada dasarnya diciptakan Allah untuk melakukan kebaikan.
Al-Qur’an mengisyaratkan nafs itu diciptakan tuhan secara sempurna,
tetapi ia harus tetap dijaga kesuciannya, sebab ia bisa rusak jika dikotori
dengan perbuatan maksiat. Kualitas setiap nafs tiap orang berbeda-beda
berkaitan dengan bagaimana usaha masing-masing untuk menjaga dari hawa yaitu dari kecendrungan pada
syahwat, karna menuruti dorongan syahwat merupakan tingkah laku hawan yang
dengan itu manusia telah menyianyiakan potensi akal yang menndai keistimewaannya.
Dalam bahasa indonesia, syahwat yang menggoda manusia sering disebut dengan
istilah hawa nafsu, yakni dorongan nafsu yang cendrung bersifat rendah.
Secara eklisif Al-Qur’an menyebut adanya tiga jenis nafs yaitu :
1. Nafs mutamainnat, yaitu nafsu yang
tenang ,jauh dari segala keguncangan,selalu mendorong berbuat kebajikan.
2. Nafs Ammarat, yaitu nafsu yang selalu
mendorong berbuat kejahatan, tunduk kepada nafsu syahwat dan panggilan setan.
3. Nafs Lawwamat, yaitu nafsu yang belum
sempurna, selalunmelawan kejahatan tapi suatu saat melakukan kejahatan sehingga
disesalinya.
Sebagai
nafs yang rendah kualitasnya.
Ciri umum nafs kualitas rendah menurut
Al-Qur’an ada empat:
1.Mudah
melanggar apa yang dilarang Allah.
2.
menuruti dorongan hawa nafsu
3.menjalankan
maksiat.
4.tidak
mau memenuhi panggilan kebenaran.
Apa bila kepribadian mencapai puncak
peringkat kematangan dan kesempurnaan manusiawi dimana terjadi keseimbangan
antara berbagai tuntunan fisik dan tuntunan spiritual maka atribut “jiwa yang
tenang” bisa dikenakan padanya. Menurut Al-Qur’an jiwa yang tenang ditandai
dengan hal-hal sebagai berikut:
1. memiliki
keyakinan yang tidak tergoyahkan terhadap kebenaran seperti tersebut dalam QS. An-Nahl:106, karena telah menyaksikan
bukti-bukti kebenaran,seperti yang dialami oleh pengikut-pengikut Nabi Isa as.
2. memiliki
rasa aman ,terbatas dari rasa takut dan sedih didunia(QS. An-Nisa:103) dan terutama nanti di akhirat(QS Fushshilat:30)
3.
hatinya tentram karena selalu ingat kepada Allah(QS. Ar-Ra’d:28)
Jadi sifat orang yang jiwanya telah
mencapai tingkat muthma’innat adalah
hatinya yang selalu tentram karena ingat kepada Allah, yakin seyakin-yakinnya
terhadap apa yang diyakininya sebagai kebenaran, dan oleh karena itu ia tidak
mengalami konflik batin, tidak merasa cemas, dan tidak pula takut
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dalam
konsep manusia menurut islam telah banyak melahirkan teori-teori dan ada Tiga
pengertian jiwa diatas dipahami sebagai kondisi-kondisi kepribadian manusia dalam
berbagai peringkat yaitu:
1. Nafs mutamainnat, yaitu nafsu yang
tenang ,jauh dari segala keguncangan,selalu mendorong berbuat kebajikan.
2. Nafs Ammarat, yaitu nafsu yang selalu
mendorong berbuat kejahatan, tunduk kepada nafsu syahwat dan panggilan setan.
3. Nafs Lawwamat, yaitu
nafsu yang belum sempurna, selalunmelawan kejahatan tapi suatu saat melakukan
kejahatan setelah itu disesalinya.
Dan didalam konsep manusia
menurut islam juga menerangkan adanya paham eskatologi dalam islam, yakni bahwa
disamping manusia hidup di dunia, ada dalam lain dimana mansuia harus
mempertanggung jawabkan perbuatan semasa didunia.
DAFTAR PUSTAKA
Faizah dan H. Lalu Muchshin Effendi, Psikologi Dakwah, jakarta
:Kencana,2015
[1] Faisah
dan Lalu Muchsin, Psikologi Dakwah,(jakarta:Prenadamedia group,2006),cet.1,
hlm,54
[2]
Ibid,hlm, 57
[3] Ibid,
hlm, 57
No comments:
Post a Comment