LAHIRNYA UU NO 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata
Kuliah Hukum Perdata Islam di Indonesia
Dosen
Pengampu : Yufi Wiyos Rini Masykuroh,S.Ag.,M.Si
Disusun Oleh:
Kelompok 6
Restu Akbari 1721010192
Siti Nuraini 1721010203
Syafah Diyana. J 1721010245
Uswatun Hasanah 1721010043
Via Helen Amelia 1721010119
Yoga Reza Fahlevi 1721010035
Zakiyatul Anin. M 1721010036
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
TAHUN AJARAN 2019/2020
KATA PENGANTAR
Alhamdullilah puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT
yang telah memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya kepada kami, dan tak lupa kami
mengucapkan sholawat serta salam kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa
kita dari zaman jahiliyah ke zaman terang benderang ini sehingga kami dapat
menyelesaikan penyusunan makalah mata kuliah Hukum Perdata Islam di Indonesia yang berjudul “Lahirnya UU No 41 Tentang Wakaf”.
Kami menyusun ini dalam bentuk makalah yang bertujuan
untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Perdata Islam di Indonesia dan untuk
dapat dimanfaatkan ke arah yang lebih baik oleh pembaca.
Dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan
kekurangan yang harus diperbaiki, maka dari itu kami menerima kritik dan saran
bagi pembaca. Harapan dari kami semoga makalah ini dapat menambah wawasan dan
bermanfaat bagi kita semua.
Bandar Lampung, 26 oktober 2019
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................... ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah........................................................................................ 2
C. Tujuan Pembahasan...................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Latar Belakang Lahirnya UU Wakaf........................................................ 3
B. Efektifitas UU Terhadap Pengelolaan Wakaf............................................ 5
C. Lembaga-lembaga Pengelolaan Wakaf....................................................... 6
D. Potensi Wakaf di Indonesia....................................................................... 8
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan................................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Wakaf merupakan salah satu tuntunan ajaran Islamyang menyangkutkehidupan
bermasyarakat dalam rangka ibadah ijtima‟iyah(ibadah sosial). Karena wakaf
adalah ibadah, maka tujuan utamanya adalah pengabdian kepada Allah SWT dan
ikhlas karena mencari ridha Nya Salah satu alasan pembentukan Undang Undang Nomor 41
Tahun 2004 tentang Wakaf adalah praktik wakaf yangada di masyarakat belum sepenuhnya
berjalan tertib dan efisien, salah satu buktinya adalah di antara harta benda
wakaf tidak terpelihara dengan baik, terlantar, bahkan beralih ke tangan pihak
ketiga dengan cara melawan hukum. Di samping itu, karena tidak adanya
ketertiban pendataan, banyak benda wakaf yang karena tidak diketahui datanya,
jadi tidak terurus bahkan wakaf masuk dalam
siklus perdagangan. Keadaan demikian itu tidak selaras dengan maksud dari
tujuan wakaf yang sesungguhnya dan juga akan mengakibatkan kesan kurang baik
terhadap islam sebagai akses penyelewengan wakaf, sebab tidak jarang sengketa
wakaf terpaksa harus diselesaikan di
Pengadilan. Pelaksanaan wakaf yang
terjadi di Indonesia masih banyak yang dilakukan secara agamis atau mendasar
pada rasa saling percaya yaitu wakif hanya menyerahkan tanah wakaf kepada
seorang nazhir tanpa dibarengi dengan adanya pembuatan Akta Ikrar Wakaf (AIW)
atau sejenisnya. Kondisi ini pada akhirnya menjadikan tanah yang diwakafkan
tidak memiliki dasar hukum, sehingga apabila dikemudian hari terjadi
permasalahan mengenai kepemilikan tanah wakaf penyelesaiannya akan menemui
kesulitan, khususnya dalam hal pembuktian. Dalam perkara lain, hal yang sering
menimbulkan permasalahan dalam praktik wakaf di Indonesia adalah dimintanya
kembali tanah wakaf oleh ahli waris wakifdan tanah wakaf dikuasai secara turun-temurun
oleh Nazhir yang penggunaannya menyimpang dari akad wakaf. Dalam praktik sering
didengar dan dilihat adanya tanah wakaf yang diminta kembali oleh ahli waris
wakif setelah wakif tersebut meninggal dunia. Akan tetapi khusus untuk wakaf tanah,
ketentuan pembuatan akta ikrar wakaf telah menghapuskan kepemilikan hak atas
tanah yang diwakafkan sehingga tanah yang telah diwakafkan tersebut tidak dapat
diminta kembali.
B.
Latar Belakang Masalah
1.
Apa latar belakang lahirnya uu wakaf?
2.
Apa saja efektifitas uu terhadap pengelolaan wakaf?
3.
Apa saja lembaga-lembaga pengelolaan wakaf?
4.
Apa potensi wakaf di Indonesia?
C.
Tujuan Pembahasan
1.
Mengetahui apa saja latar belakang lahirnya uu wakaf
2.
Mengetahui apa saja efektifitas uu terhadap pengelolaan wakaf
3.
Mengetahui lembaga-lembaga pengelolaan wakaf
4.
Mengetahui potensi wakaf di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Latar Belakang Lahirnya UU Wakaf
1.
Faktor Eksternal
a). Pengalaman Beberapa Negara Muslim
Sebagai pranata
keagamaan islam, wakaf telah memperoleh perhatian besar dari Negara-negara
muslim. Karena itu, bisa dimengerti jika pengelolaan wakaf di Negara-negara
tersebut mengalami perkembangan yang sangat signifikan seperti Turki,
Bangladesh, Mesir, dan Malaysia.
b). Sistem Ekonomi dan Gagasan tentang Wakaf Tunai
Salah satu perkembangan
penting dalam bidang ekonomi adalah sistem investasi yang sangat berperan dalam
setiap Negara. Semakin tinggi tingkat investasi suatu Negara maka semakin kuat
kemampuan pemerintah untuk mendapatkan pendapatan nasionalnya. Akan tetapi,
investasi yang ada di Negara-negara muslim sangat rendah dan harus bergantung
pada pinjaman dana asing. Dari sistem itulah lahir gagasan tentang wakaf tunai
yang menjadi faktor penting diajukannya RUU tentang wakaf ke DPR. Penggunaan
wakaf tunai sebagai instrument keuangan merupakan inovasi dalam sector keuangan
islam yang dapat memberikan kesempatan berinvestasi dalam berbagai layanan
keagamaan, sosial dan pendidikan. Karena memiliki likuidasi yang tinggi,
memudahkan kita untuk mengubah wakaf ke bentuk lainya. Lebih jauh, wakaf tunai
ini memberikan peluang partisipasi yang lebih besar kepada masyarakat untuk
berwakaf.[1]
2.
Faktor Internal
a). Pertimbangan Ekonomi dan Kesejahteraan
Sejak 1997, Indonesia
dtimpa krisis ekonomi yang kemudian mengarah pada krisis politik. Kejadian ini
menimbulkan bertambahnya jumlah penduduk miskin di Indonesia. Sementara itu,
pihak yang tergolong dalam kategori miskin hampir semua adalah orang-orang
muslim. Pada saat yang sama, jumlah wakaf hingga 2002 sangat besar mencapai
359.462 lokasi dengan luas keseluruhan 1.472.047.607 m2. Jumlah ini sangat
potensial untuk membantu mengembalikan keadaan ekonomi masyarakat pada saat itu.
Tapi kenyataanya, wakaf sering terlantar dan tidak dikembangkan secara
sungguh-sungguh. Oleh karena itu, muncul gagasan RUU tentang wakaf agar wakaf
dapat berkembang dengan baik dan member kontribusi pada masyarakat secara
maksimal.
b). Pertimbangan Peraturan yang Kurang Memadai
Peraturan tentang wakaf
telah banyak dikeluarkan sesuai lembaga yang terkait dengan wakaf, akibatnya
peraturan-peraturan tersebut tidak integral dan saling tumpang tindih. Situasi
ini menimbulkan kekhawatiran bahwa wakaf
tidak akan berjalan baik. Karena itu, pemerintah memandang perlu adanya sebuah
undang-undang yang dapat memayungi seluruh peraturan wakaf secara kokoh.
c). Pertimbangan Politik
Wakaf sebenarnya adalah
persoalan agama tetapi karena memiliki nilai ekonomis maka pemerintah
berkepentingan untuk mengembangkannya apalagi Indonesia sedang mengalami krisis
ekonomi. Karena itu, melalui undang-undang ini diharapkan lembaga keagamaan
yang disebut wakaf dapat berkembang. Dan di sisi lain jika berkembang dengan
baik, wakaf akan memberikan kontribusi kepada masyarakat yang pada dasarnya
adalah tugas Negara.[2]
B.
Efektifitas UU Terhadap Pengelolaan Wakaf
Dalam dekade terakhir penelitian tentang wakaf mengalami peningkatan
signifikan, hal ini menunjukkan bahwa kesadaran akan penting nya pengelolaan wakaf menjadi kepentingan
bersama. Beberapa tulisan tentang wakaf dilakukan oleh A Jamil, 2007, dalam
penelitian Wakaf Produktif dalam Perspektif masyarakat kota Metro, menunjukkan
persepsi masyarakat cukup menggembirakan, baik pengelolaan harta wakaf yang
lama maupun wakaf yang baru. Sementara itu, Asyari, dalam penelitiannya,
Pemberdayaan Harta Wakaf Dan Peningkatan Ekonomi Ummat (Tawaran Model
Pemberdaya an Harta Wakaf Di Kec Ampek Angkek dan IV Kota di Kab Agam),
penelitian ini mengidentifikasi modelmodel pemberdayaan wakaf yang dapat
ditiru oleh lembagalembaga pengelola wakaf lain nya. Sedang kan Mubasirun
STAIN Salatiga, dalam tulisannya Wakaf Indonesia: Pemberdayaan Wakaf dengan
paradigma baru, menyatakan bahwa paradigma wakaf di indonesia kurang mendukung
terhadap optimalisasi pemberdayaan wakaf, oleh karena itu pemerintah perlu memperbaiki
perangkat perundang-undangan yang dilaksanakan secara efektif dan efisien.
Selanjutnya Agustianto, Wakaf Tunai Dalam Hukum Positif Dan Prospek
Pemberdayaan Ekonomi Syari’ah, menurutnya Positivisasi wakaf tunai melalui UU
No. 41 tahun 2004 merupakan sarana rekayasa sosial (social engineering), untuk
melakukan perubahanper ubahan pemikiran, sikap dan perilaku umat Islam agar
senafas dengan semangat UU tersebut. Dengan pengundangan itu juga tidak ada
gunanya lagi memperbanyak wacana khilafiyah tentang boleh tidaknya wakaf tunai.
Menurut dasar pertimbangan Fatwa MUI tentang wakaf tunai disebutkan bahwa wakaf
uang memiliki fleksibilitas dan kemaslahatan besar yang tidak dimiliki oleh
benda lain.[3]
C.
Lembaga – Lembaga Pengelolaan Wakaf
Dalam Undang-Undang Wakaf
ditetapkan bahwa Badan Wakaf Indonesia adalah lembaga yang berkedudukan sebagai
media untuk memajukan dan mengembangkan perwakafan Nasional. Disamping itu,
dalam Undang-Undang wakaf juga ditetapkan bahwa Badan Wakaf Indonesia bersifat
Independen dalam melaksanakan tugasnya. Badan Wakaf Indonesia berkedudukan
di Ibu Kota Negara Indonesia dan dapat membentuk perwakilan di provinsi atau
bahkan kabupaten atau kota sesuai dengan kebutuhan. Dalam kepengurusan, BWI
terdiri atas Badan Pelaksana dan Dewan Pertimbangan, masing-masing
dipimpin oleh oleh satu orang Ketua dan dua orang Wakil Ketua yang dipilih dari
dan oleh para anggota. Badan pelaksana merupakan unsur pelaksana tugas,
sedangkan Dewan Pertimbangan adalah unsur pengawas pelaksanaan tugas Badan
Wakaf Indonesia. Jadi Tugas Badan Wakaf Indonesia ditetapkan
dalam Undang-UndangNomor 41 Tahun2004 tentang Wakaf yang dapat dibedakan
menjadi tiga yakni yang pertama bahwasannya tugas Badan Wakaf Indonesia yang berkaitan dengan
Nazhir yaitu pangangkatan, pemberhentian, dan pembinaan Nazhir. Kedua,
tugas Badan Wakaf Indonesia yang berkaitan dengan Objek Wakaf yang berskala
Nasional atau Internasional, serta pemberian persetujuan atas penukaran harta benda wakaf. Ketiga, tugas
BadanWakaf Indonesia yang berkaitan dengan pemerintah, yaitu memberi saran dan
pertimbangan kepada pemerintah dalam penyusunan kebijakan dibidang
perwakafan. Sedangkan Tugas-tugas Badan wakaf Indonesia adalah
pertama, Melakukan pembinaan terhadap Nazhir dalam
mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf. Kedua, Mengelola dan
mengembangkan harta benda wakaf berskala nasional dan internasional. ketiga,
Memberikan persetujuan dan atau ijin atas perubahan peruntukan dan status harta
benda wakaf. Keempat, Memberhentikan dan mengganti Nazhir.
Kelima, Memberikan persetujuan atas penukaran harta benda wakaf. Keenam,
Memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintahdalam penyusunan kebijakan
dibibang perwakafan.Badan Wakaf Indonesia merupakan lembaga wakaf yang bersifat
nasional, selain bertugas mengkoordinasikan para nazhir Badan Wakaf Indonesia
pun memprakarsai kerja sama antar nazhir, dengan demikian mereka dapat saling
tolong menolong dalam pengelolaan wakaf.[4] Terkait
dengan tugas dalam membina nazhir, BWI melakukan beberapa langkah strategis,
sebagaimana disebutkan dalam PP N0. 4/2006 pasal 53, meliputi:
a. Penyiapan sarana dan prasarana
penunjang operasional nazhir wakaf baik perseorangan, organisasi dan badan
hukum.
b. Penyusunan regulasi, pemberian
motivasi, pemberian fasilitas, pengkordinasian, pemberdayaan dan pengembangan
terhadap harta benda wakaf.
c. Penyediaan fasilitas proses
sertifikasi wakaf.
d. Penyiapan dan pengadaan
blanko-blanko, baik wakaf benda tidak bergerak dan/atau benda bergerak.
e. Penyiapan penyuluh penerangan di
daerah untuk melakukan pembinaan dan pengembangan wakaf kepada nazhir sesuai
dengan lingkupnya.
f. Pemberian fasilitas masuknya
dana-dana wakaf dari dalam dan luar negeri dalam pengembangan dan permberdayaan
wakaf.
Adapun visi dan misi BWI adalah
sebagai berikut:
a. Visi BWI adalah “Terwujudnya
lembaga independen yang dipercaya masyarakat, mempunyai kemampuan dan
integritas untuk mengembangkan perwakafan nasional dan internasional”
b. Misi BWI adalah “Menjadikan badan
wakaf sebagai lembaga professional yang mampu mewujudkan potensi dan manfaat
ekonomi harta benda wakaf untuk kepentingan ibadah dan pemberdayaan
masyarakat”.
Adapun strategi untuk merealisasikan BWI adalah sebagai
berikut:
a. Meningkatkan kompetensi dan jaringan
BWI, baik nasional maupun internasional.
b. Membuat peraturan dan kebijakan
di bidang perwakafan.
c. Meningkatkan kesadaran dan
kemauan masyarakat untuk berwakaf.
d. Meningkatkan profesionalitas dan
keamanahan nazhir dalam pengelolaan dan pengembangan harta wakaf.
e. Mengkordinasi dan membina seluruh
nazhir wakaf.
f. Menertibkan pengadmnistrasian
harta benda wakaf.
g. Mengawasi dan melindungi harta
benda wakaf.
h. Menghimpun, mengelola dan
mengembangkan harta benda wakaf yang berskala nasional dan internasional.[5]
D.
Potensi Wakaf di Indonesia
Wakaf mempunyai potensi dan kekuatan besar untuk dapat meningkatkan
kesejahteraan umat di Indonesia. Indonesia didukung oleh wilayah yang sangat
luas dan jumlah penduduk mayoritas muslim terbesar di dunia. Berdasarkan data
dari Kementrian agama bidang pemberdayaan wakaf, tanggal 18 Maret 2016, potensi
tanah wakaf di Indonesia tahun 2016, luas tanah wakaf di Indonesia adalah
4.359.443.170 m2 terdiri dari 435.768 lokasi dengan rincian 287.160 lokasi
bersertifikat dan 148.608 lokasi belum bersertifikat. Jika dilihat dari jumlah
penduduk, menurut data sensus penduduk Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010,
Indonesia memiliki penduduk sebesar 237.641.326 orang. Yang muslim sebesar
87,2% atau sekitar 207.176.162 orang. Jika diilustrasikan, apabila 100 juta
dari 207 juta muslim Indonesia melaksanakan wakaf rata-rata sebesar Rp 100.000
per bulan. Total wakaf yang terkumpul dalam satu bulan sebesar Rp 10 triliun,
dan dalam satu tahun sebesar Rp 60 triliun. Dengan wakaf senilai 60 triliun
rupiah setiap tahunnya kita dapat membangun rumah sakit, sekolah, mendirikan
berbagai usaha mikro untuk masyarakat, mengaktifkan lahan kosong menjadi lebih
produktif, dan berbgai manfaat lain demi menciptakan kesejahteraan umat.[6]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Wakaf adalah perbuatan hukum wakif
untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk
dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan
kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah. Hal
tersebut tercantum di dalam UU No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Pasal 1 ayat (1). Dalam lahirnya UU No. 41 Tahun 2004 Tentang wakaf ada beberapa faktor
yang melatarbelakangi nya diantara nya yaitu adanya faktor ektsternal dan
faktor internal. Adapun faktor esternal nya adalah adanya perkembangan penting
dalam bidang ekonomi adalah sistem investasi yang sangat berperan dalam setiap
Negara. Semakin tinggi tingkat investasi suatu Negara maka semakin kuat
kemampuan pemerintah untuk mendapatkan pendapatan nasionalnya. Akan tetapi,
investasi yang ada di Negara-negara muslim sangat rendah dan harus bergantung
pada pinjaman dana asing. Dari sistem itulah lahir gagasan tentang wakaf tunai
yang menjadi faktor penting diajukannya RUU tentang wakaf ke DPR. Adapun
lembaga yang bertugas untuk mengelola wakaf yaitu Badan Wakaf Indonesia (BWI) yang berkedudukan sebagai media
untuk memajukan dan mengembangkan perwakafan Nasional. Disamping itu, dalam
Undang-Undang wakaf juga ditetapkan bahwa Badan Wakaf Indonesia bersifat
Independen dalam melaksanakan tugasnya. Badan Wakaf Indonesia berkedudukan
di Ibu Kota Negara Indonesia dan dapat membentuk perwakilan di provinsi atau
bahkan kabupaten atau kota sesuai dengan kebutuhan.
DAFTAR PUSTAKA
Halim,
Abdul. 2005. Hukum Perwakafan di
Indonesia. Tangerang: Ciputat Press
https://naskahtua.blogspot.com/2014/07/kebijakan-uu-no41-tentang-wakaf.html
file:///C:/Users/microsoft/Downloads/761-1593-1-SM.pdf
https://www.kompasiana.com/lutfiendang/5a2f420cbde575572f009d22/mengenal-wakaf-lembaga-wakaf-dan-fungsinya?page=2
https://www.scribd.com/archive/plans?doc=268459942&metadata={context archive_view_restricte page read action download logged_in Atrue platform web }
https://www.indonesia.id/read/111714/lembaga-wakaf-dalam-mengelola-potensi-wakaf-di-indonesia
[4] https://www.kompasiana.com/lutfiendang/5a2f420cbde575572f009d22/mengenal-wakaf-lembaga-wakaf-dan-fungsinya?page=2
[5]https://www.scribd.com/archive/plans?doc=268459942&metadata={context archive_view_restricte page read action download logged_in Atrue platform web }
my chanel youtube:https://www.youtube.com/watch?v=0zV6fqcqx28&list=UUtkOg0wqj5c6oq1kEIU3W-w
SAHABAT FOTO COPY
Wah bagus ini kalau buat referensi pengetahuan
ReplyDelete