Tugas Kelompok
ALUR
PENYELESAIAN SENGKETA PERADILAN TATA USAHA NEGARA
Mata Kuliah: Hukum Acara TUN dan MK
Dosen Pengampu :M. Fadel Noerman
Siyasah Syari’yyah (Hukum Tata Negara) / B
/ Ganjil
Disusun Oleh :
Arif Setiawan (1721020143)
Attlas Lintas K (1721020149)
Rhevy Rizkiany (1721020277)
Riska Restiana (1721020285)
Iqbal Tanjung (1731020206)
FAKULTAS
SYARI’AH DAN ILMU HUKUM
TA.1441/2019
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang
Maha Pengasih lagi Maha Panyayang,
kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan
inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah kami ini yang berjudul “ALUR
PENYELESAIAN SENGKETA PERADILAN
TATA USAHA NEGARA” guna melengkapi tugas dari mata kuliah Hukum Acara Peradilan TUN dan MK
Makalah ini
telah kami susun semaksimal mungkin.Kami berharap makalah kami dapat di terima
oleh pembaca dan dapat berguna serta menambah wawasan pembaca.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari
sepenuhnya bahwa makalah kami ini masih ada kekurangan baik dari segi susunan
kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari
pembaca agar kami dapat memperbaiki
makalah ini
Bandar Lampung, 9 Oktober 2019
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah....................................................................... 1
B. Rumusan masalah................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Sengketa Tata Usaha Negara.............................................. 2
B. Pangkal Sengketa Tata Usaha Negara.................................................. 2
C. Kedudukan Para Pihak dalam Sengketa TUN..................................... 3
D. Jalur Penyelesaian Sengketa TUN........................................................ 5
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan........................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Sengketa
dalam Tata Usaha Negara merupakan perselisihan yang terjadi antara seseorang
atau badan hukum perdata dengan badan atau pejabat tata usaha negara akibat
dikeluarkannya keputusan tata usaha negara yang dirasa telah merugikannya.
Objek
dari Sengketa Tata Usaha Negara adalah keputusan TUN. Adapun yang dimaksud
dengan keputusan TUN adalah suatu
penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara
yang berisi tindakan hukum tata usaha negara yang berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final,
yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.
Sengketa
tata usaha negara tidak bisa diselesikan oleh peradilan negri atau peradilan
umum, karena perbedaan bidang yang ditangani. Sehingga, sengketa tata usaha
negara tersbut harus diselesaikan melalui peradilan TUN, yang memiliki dua cara
penyelesaian. Yang pertama melalui upaya admintrasi dan yang kedua melalui
peradilan TUN.
Untuk
itu di dalam makalah ini, kelompok kami akan memaparkan secara lebih lanjut
mengenai alur penyelesaian sengketa peradilan tata usaha Negara.
B.
Rumusan Masalah
1. Bagaiamana jalur penyelesaian sengketa
tata usaha negara?
2. Bagaimana kedudukan pihak-pihak yang
bersengketa dalam sengketa tata usaha negara?
BAB II
PEMBAHSAN
A.
Pengertian Sengketa Tata Usaha Negara
Seperti yang telah kita
ketahui bersama bahwa tata usaha negara adalah admintrasi negara yang
melaksanakan fungsi untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan, baik pusat
maupun daerah.Sehingga, dapat dikatakan bahwa hukum tata usaha negara adalah
seperangkat aturan yang mengatur tentang keadministrasian negara.
Namun, dalam pengaplikasiannya
sering terjadi sengketa dalam urusan tata usaha negara tersebut.Sehingga
terlahirnya istilah sengketa tata usaha negara yang kemudian biasa disebut
sengketa TUN. Menurut soemitro (1997:6);
“Sengketa tata
usaha negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha negara antara
orang atau badan hukum perdata dengan
badan atau pejabat tata usaha negara, baik di pusat maupun daerah, sebagai
akibat dikeluarkannya keputusan tata usaha Negara.”[1]
B.
Pangkal Sengketa Tata Usaha Negara
Pangkal sengketa tata usaha
negara dapat diketahui dengan menentukan apa yang menjadi tolak ukur sengekta
tata usaha negara. Tolak ukur sengketa tata usaha negara, terbagi menjadi dua,
yaitu tolak ukur pada subyekdan tolak ukur pangkal sengketa.Tolak ukur subyek
(orang/individu) berkenaan pada siapa saja pihak-pihak yang yang bersengketa di
bidang administrasi negara atau tata usaha negara.Sedangkan, tolak ukur pangkal
sengketa, adalah sengketa administrasi yang diakibatkan oleh ketetapan sebagai
hasil perbuatan administrasi negara.[2]
Pangkal sengketa TUN adalah
akibat dikeluarkannya keputusan tata usaha negara. Dan suatu KTUN dikatakan sah
jika terdapat unsur-unsur sebagai berikut :
1) Suatu penetapan tertulis,
2) Dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata
usaha negara,
3) Berisi tindakan hukum tata usaha negara,
4) Bersifat konkret,
5) Individual,
6) Final,
7) Menimbulkan akibat hukum bagi seseorang
atau badan hukum perdata.
Sengketa tata usaha negara,
yang kemudian disebut sengketa adminitrasi dibedakan menjadi dua, sengketa
intern dan sengketa ekstern.Sengketa intern, adalah sengketa adminitrasi negara
yang terjadi di dalam satu lingkungan administrasi itu sendiri, baik yang
terjadi dalam satu departemen atau yang terjadi antar departemen yang masih
berada dalam satu lingkungan adminitrasi.
Sengketa esktern atau sengketa
antara administrasi negara dengan rakyat adalah perkara administrasi yang
menimbulkan sengketa antara administrasi negara dengan rakyat sebagai subjek
yang berperkara ditimbulkan oleh unsur dari unsur peradilan administrasi murni
yang mensyaratkan adanya minimal dua pihak dan sekurang-kurangnya salah satu
pihak harus administrasi negara, yang mencakup administrasi negara di tingkat
daerah maupun administrasi negara pusat yang ada di daerah.
C.
Kedudukan Para Pihak dalam Sengketa TUN
Berdasarkan
pasal 1 angka 4 UU PTUN para pihak dalam
sengketa tata usaha negara adalah orang (individu) atau badan hukum perdata dan
atau badan atau pejabat tata usaha negara.[3]
Dari ketentuan pasal 1 angka 4 UU PTUN tersebut, juga dapat diketahui bahwa
kedudukan para pihak dalam sengketa tata usaha negara adalah orang atau badan
hukum perdata sebagai pihak penggugat dan badan atau pejabat tata usaha negara
sebagai pihak penggugat. Hal ini sebagai konsekuensi logis bahwa pangkal
sengketa tata usaha negara adalah akibat dikeluarkannya keputusan tata usaha
negara (KTUN).Oleh karenanya tidak mungkin badan atau pejabat tata usaha negara
yang mengeluarkan KTUN sebagai pihak penggugat.Dengan demikian, dalam sengeketa
tata usaha negara tidak mungkin terjadi rekonvensi
(gugat balik).Apabila terjadi rekonvensi maka kedudukan para pihak dalam
sengketa menjadi berubah, penggugat awal menjadi pihak tergugat, sedangkan
tergugat awal menjadi pihak penggugat.
Tergugat
adalah pejabat tata usaha negara yang mengeluarkan keputusan berdasarkan
wewenang yang ada padanya atau yang dilimpahkan kepadanya yang digugat oleh
orang atau badan hukum.pihak tergugat adalah selalu badan atau jabatan TUN yang
mengeluarkan keputusan berdasarkan wewenang yang ada padanya atau yang
dilimpahkan kepadanya. Wewenang tersebut menunjukkan ketentuan hukum yang
dijadikan dasar untuk mengeluarkan KTUN, yang nantinya disengketakan.Wewenang
tersebut dapat diperoleh melalui tiga mekanisme, yaitu secara atributif ,
delegasi, dan mandat.[4]
Penggugat
adalah orang atau badan hukum perdata yang dirugikan akibat dikeluarkannya
KTUN. Penggugat dapat dilkasifikasikan kedalam tiga kelompok, yaitu:
1. Kelompok pertama, adalah orang-orang
atau badan hukum perdata sebagai alamat yang dituju oleh suatu KTUN. Dalam hal
ini, penggugat akan secara langsung terkena kepentingannya oleh keluarnya KTUN
yang memang dialamatkan kepadanya. Karena itu jelas ia dapat melayangkan
gugatana kepada pejabat atau badan hukum yang telah mengeluarkan KTUN tersebut.
Contohnya adalah KTUN yang berisi tentang pencabutan izin usaha.
2. Kelompok kedua adalah orang-orang atau
badan hukum perdata sebagai pihak ketiga yang berkepentingan meliputi:
a. Individu-individu pihak ketiga yang
berkepentingan. Kelompok ini merasa terkena kepentingannya secara tidak
langsung akibat dikeluarkannya KTUN yang dialamat kepada oarang lain. Misalnya
pembangunan tempat usaha yang merugikan masyarakat sekitar.
b. Organisasi-organisasi kemasyarakatan,
sebagai pihak ketiga dapat merasa berkepentingan, karena keluaranya suatu KTUN
itu dianggap bertentangan dengan tujuan-tujuan yang mereka perjuangkan sesuai
dengan anggaran dasarnya. Misalnya izinpembukaan lahan hijau untuk perumahan
yang bertolak belakang dengan tujuan dari organisasi pencinta alam.
3. Kelompok yang terakhir adalah badan atau
jabatan TUN yang lain, namun UU PTUN tidak memberi hak kepada badan atau
pejabat TUN untuk menjadi penggugat atau mengajukan gugatan
Syarat
minimal untuk mengajukan suatu gugatan di pengadila TUN adalah adanya
kepentingan. Dalam kaitannya dengan dengan hukum acara TUN, ada dua pengertian mengenai kepentingan yaitu:
1. Menunjukkan kepada nilai yang harus
dilindungi oleh hukum, kepentingan ini dapat dilihat dari adanya hubungan
antara orang atau badan hukum perdata yang bersangkutan disatu pihak dengan
KTUN yang bersangkutan di lain pihak.
2. Kepentingan proses, artinya apa yang
hendak dicapai dengan melakukan suatu proses gugatan yang bersangkutan point
d’interet point d’action (bila ada kepentingan, maka disitu baru boleh
diproses). Berproses yang tidak ada tujuannya harus dihindarkan, sebab tidak
bermanfaat bagi kepentingan umum.
D.
Jalur Penyelesaian Sengketa TUN
Pada dasarnya, penyelesaian
sengketa tata usaha negara memiliki dua cara. Yaitu cara yang pertama melalui
upaya administrasi yang kedua melalui upaya peradilan.
Dalam pasal 48 undang-undang
no. 5 tahun 1986 tentang peradilan TUN menyebutkan:
1) Dalam suatu badan atau pejabat tata
usaha negara diberi wewenang oleh atau berdasarkan peraturan perundang-undangan
untuk menyelesaikan secara administratif sengketa tata usaha megara tertentu,
maka sengketa tata usaha negara tersebut harus diselesaikan melalui upaya
administrasi yang tersedia.
2) Pengadilan baru berwenang memeriksa,
memutus, dan menyelesaikan sengketa tata usaha negara sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) jika seluruh upaya administratif yang bersangkutan telah
digunakan.
Dari pasal tersebut dapat penyelesaian sengketa tata usaha negara sebagai berikut:
Secara langsung yaitu melalui
pengadilan
a. Secara tidak langsung yaitu melalui
upaya administratif
Mengenai
hak gugat yang dimiliki orang atau badan hukum perdata diatur dalam pasal 53
ayat (1) undang-undang nomor 09 tahun 2004 yang menentukan bahwa : “orang atau
badan hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu keputusan
tata usaha negara, dapat mengajukan gugatan tertulis kepada pengadilan yang
berwenang, yang berisi tuntutan agar keputusan tata usaha negara yang
disengketakan itu dinyatakan batal atau tidak sah, dengan atau tanpa disertai
tuntutan ganti rugi atau rehabilitasi.
1)
Proses
penyelesaian sengketa melalui pengadilan
Penyelesaian sengketa
melalui pengadilan digunakan terhadap gugatan dengan objeknya berupa Keputusan
Tata Usaha Negara yang dalam peraturan dasarnya tidak mengisyaratkan adanya
penyelesaian sengketa melalui upaya administratif terlebih dahulu, maka dapat
digunakan prosedur gugatan langsung ke pengadilan tata usaha negara.Dalam hal
digunakan upaya peradilan, maka segi penilaian hakim terhadap keputusan TUN
didasarkan aspek rechtmatigheid (aspek legalitasnya) saja.
Tahapan menggugat melalui peradilan
tata usaha negara diawali pada saat penggugat berniat memasukkan gugatan di
Pengadilan Tata Usaha Negara. Akan ada tiga tahap pemeriksaan pendahuluan atau
tahap pra pemeriksaan persidangan yang semuanya saling berkaitan yang harus
dilalui, yaitu:
a) pemeriksaan administratif oleh
kepaniteraan,
b) rapat permusyawaratan (prosedur
dismisal), dan
c) pemeriksaan persiapan dengan spesifikasi
kewenangan dan prosedur untuk masing-masing tahap tersebut
Dalam pemeriksaan persidangan dapat
dilakukan dengan acara biasa dan acara cepat (Pasal 98 dan 99 UU No. 5 Tahun
1986 jo UU No. 9 Tahun 2004).Dalam pemeriksaan dengan acara biasa, pengadilan
memeriksa dan memutus sengketa TUN dengan tiga orang hakim, sedangkan dengan
acara cepat dengan hakim Tunggal.Apabila majelis hakim memandang bahwa sengketa
yang disidangkan menyangkut ketertiban umum atau keselamatan negara, persidangan
dapat dinyatakan tertutup untuk umum, namun putusan tetap diucapkan dalam
persidangan yang terbuka untuk umum.
Hakim
menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian
pembuktian, dan untuk sahnya pembuktian diperlukan sekurang-kurangnya dua alat
bukti berdasarkan keyakinan hakim. Dalam hal pemeriksaan sengketa sudah
diselesaikan, kedua belah pihak diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapat
yang terakhir berupa kesimpulan masing-masing.
Setelah
kedua belah pihak mengemukakan kesimpulan, maka hakim ketua sidang menyatakan
bahwa sidang ditunda untuk memberikan kesempatan kepada majelis hakim
bermusyawarah dalam ruangan tertutup untuk mempertimbangkan putusan sengketa
tersebut.
Putusan
dalam sidang harus diucapkan terbuka, untuk menghindari putusan pengadilan
tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum. Berdasarkan Pasal 97 Ayat 7
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986, isi putusan TUN dapat berupa :
a. Gugatan ditolak
b. Gugatan dikabulkan
c. Gugatan tidak dapat diterima
d. Gugatan gugur
Bagi
pihak yang tidak sependapat dengan putusan PTUN dapat mengajukan upaya hukum
banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT.TUN) dalam tenggang waktu 14
hari setelah putusan PTUN diberitahukan secara sah. Mengenai pencabutan kembali
suatu permohonan banding dapat dilakukan setiap saat sebelum sengketa yang
dimohonkan banding itu diputus oleh pengadilan tinggi TUN.Terhadap putusan
pengadilan tingkat banding dapat dilakukan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung
RI.Pemeriksaan ditingkat kasasi diatur dalam pasal 131 UU PERATUN, yang
menyebutkan bahwa pemeriksaan tingkat terakhir di Pengadilan Tinggi Tata Usaha
Negara dapat dimohonkan pemeriksaan kasasi kepada Mahkamah Agung.Sementara itu
apabila masih ada diantara para pihak masih belum puas terhadap putusan hakim
mahkamah agung pada tingkat kasasi, maka dapat ditempuh upaya hukum luar biasa
yaitu peninjauan kembali ke Mahkamah Agung RI.
2) Proses penyelesaian sengketa melalui
upaya administratif
Upaya administratif adalah
suatu prosedur yang dapat ditempuh oleh seorang atau badan hukum perdata
apabila ia tidak puas terhadap keputusan TUN yang dilaksanakan di lingkunagan
pemerintahan itu sendiri. Upaya administraif sebagaimana diatur dalam undang-undang
nomor 05 tahun 1986 terdiri atas dua macam prosedur :
a. Banding administratif
Banding administratif, yaitu prosedur yang
dapat ditempuh oleh orang atau badan hukum perdata yang tidak puas terhadap
keputusan tata usaha negara, Banding administratif dilakukan dengan prosedur
pengajuan surat banding administratif yang ditujukan pada atasan pejabat atau
instansi lain dan badan/pejabat tata usaha negara yang mengeluarkan keputusan
yang berwenang memeriksa ulang KTUN yang disengketakan (SEMA No.2 Tahun 1991
tanggal 9 juli 1991).
b. Keberatan
Keberatan
adalah penyelesaian sengketa TUN secara administratif yang dilakukan sendiri
oleh badan / pejabat TUN yang mengeluarkan keputusan itu. Keberatan dilakukan
dengan prosedur pengajuan surat keberatan yang ditujukan kepada badan atau
pejabat TUN yang mengeluarkan keputuan tersebut.
Kriteriauntuk membedakan
penyelesaian adalah ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang menjadi
dasar dikeluarkannya KTUN atau tolok ukur yuridis formal.Dari hal itu dapat
diketahui, apakah dapat digunakan atau tidak upaya administratif. Kriteria
tersebut di atas dapat dilihat dengan mengkaitkan substansi ketentuan Pasal 53
Ayat 1 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 (sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 9 Tahun 2004) dengan Pasal 48 UU
Nomor 05 Tahun 1986. Pasal 48 dapat digunakan sebagai tolok ukur yuridis
manakala terjadi sengketa tata usaha negara yang menentukan efektivitas
gugatan. Sebab, Pasal 48 Ayat (2) menegaskan bahwa upaya administratif yang
disediakan oleh pasal 48 merupakan syarat imperatif yang wajib dilalui jika
peraturan dasar dan KTUN tersebut mengharuskan dilakukannya upaya
administratif. Jadi jika dikaitkan dengan obyek sengketa TUN, perlu dilakukan
atau tidaknya upaya administratif harus dilihat pada konsideran yuridis KTUN.
Sebelum menggunakan ketentuan
pasal 53 ayat 1 untuk menempuh prosedur gugatan di PTUN terlebih dahulu harus
dilihat ketentuan pasal 48 ayat 1 yang menyatakan bahwa dalam hal suatu badan
atau pejabat tata usaha negara diberi wewenang oleh atau berdasarkan peraturan
perundang-undangan untuk menyelesaikan secara administratif sengketa TUN
tertentu, maka sengketa TUN tersebut harus diselesaikan melalui upaya
administratif yang tersedia.
BAB
III
PENUTUP
Simpulan
Berdasarkan pembahasan di dalam
makalah ini maka dapat disimpulkan:
1. Sengketa Tata Usaha Negara adalah
sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha negara antara orang atau
badan hukum perdata dengan badan atau
pejabat tata usaha negara, baik di pusat maupun daerah, sebagai akibat
dikeluarkannya keputusan tata usaha negara. Sengketa Tata Usaha Negara terbagi
menjadi dua yaitu, sengketa intern dan sengketa ekstern.
2. Penggugat adalah orang atau badan hukum
perdata yang dirugikan akibat dikeluarkannya KTUN. Sedangkan Pihak tergugat
adalah selalu badan atau jabatan TUN yang mengeluarkan keputusan berdasarkan
wewenang yang ada padanya atau yang dilimpahkan kepadanya.
3. Terdapat dua cara penyelesaian sengketa
TUN, yaitu :
a. Secara langsung yaitu melalui pengadilan
b. Secara tidak langsung yaitu melalui
upaya administratif
DAFTAR PUSTAKA
Harahap
Zairin, 2017,Hukum Acara Peradilan Tata
Usaha Negara, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,).
R. Wiyono, 2008,Hukum Peradilan Tata Usaha Negar, (Jakarta: Sinar Grafika,).
Soetami
Siti, 2001, Hukum Acara Peradilan Tata
Usaha Negara, (Bandung: Refika,),
[1]R. Wiyono, Hukum Peradilan Tata Usaha Negar, (Jakarta:
Sinar Grafika,2008), hlm.18
[2] Zairin Harahap, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, (Jakarta:
PT RajaGrafindo Persada,2017), hlm.61
[3]Ibid, hlm. 75
[4]Siti Soetami, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara,
(Bandung: Refika,2001), hlm.185
No comments:
Post a Comment